Laporan Wartawan TribunJatim.com, Nur Ika Anisa
TRIBUNJATIM.COM, SIDOARJO - Korban Lumpur Lapindo sudah memiliki rumah dan lahan kembali.
Tapi, sebagian warga korban pengungsian Lumpur Lapindo masih sulit lupakan kisah di tanah kelahiran.
Hal tersebut dipaparkan tim PKM-PSH (penelitian sosial humaniora) Universitas Brawijaya Malang melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang diselenggarakan oleh Kemenristek Dikti.
“Memiliki rumah kembali bukan berarti tandanya kehidupan mereka sudah pulih. Kondisi sosial psikologis warga Renokenongo yang tinggal di Perumahan Renojoyo masih belum stabil, khususnya bagi orang tua dan ibu-ibu,” papar Luayibi anggota tim PKM-PSH kepada TribunJatim.com, Rabu (20/5/2017).
Ada ibu-ibu yang bercerita kerap masih menangis apabila harus mengingat Lumpur Lapindo.
“Saat hujan turun deras, mereka merasa was-was, takut tanggul di Raya Porong akan jebol dan lumpur meluber ke pemukiman baru mereka yang jaraknya tidak terlalu jauh, kurang lebih 4 kilometer,” tambah anggota tim, Gilang Mahadika
Selain itu, meskipun sudah bertahun-tahun tinggal di lahan Perumahan Renojoyo, Desa Kedungsolo sebagai tempat tingga baru, sebagian warga merasa sulit untuk beradaptasi dengan warga asli.
Apalagi di perumahan itu mereka masih berkumpul dengan sesama warga Renokenongo.
Lain lagi dengan warga Renokenongo yang memilih pindah secara mandiri yang kebetulan juga pindah di Desa Kedungsolo.
“Mau tidak mau mereka harus beradaptasi dan bersosialisasi dengan tetangganya warga asli Kedungsolo,” ujar Helmawati anggota tim.
Sehingga seiring waktu mereka sudah merasa menjadi bagian dari Desa Kedungsolo.
Misalnya yang dialami oleh Daumi dan keluarga besarnya, satu di antara korban Lumpur Lapindo, mengatakan sempat kontrak dua tahun di desa ini dan akhirnya memutuskan untuk membeli pekarangan dan membuat tiga rumah di Desa Kedungsolo untuk anak-anaknya.
"Aku nek dikongkon crito pas masa-masa ninggalno Renokenongo iku mesti sedih. onok Lapindo, lumpur e moro-moro amber nak omah. gupuh kabeh nyelametno barang. Masio oleh ganti rugi akeh, terpukul mbak dadi korban Lapindo (saya kalau disuruh cerita waktu masa-masa meninggalkan Renokenongo itu selalu sedih. Ada Lapindo, lumpurny atiba-tiba masuk rumah. Buru-buru menyelamatkan barang, Meski dapat ganti rugi banyak, terpukul jadi korban Lapindo)," cerita Daumi kepada tim peneliti.
Mempunyai rumah dan lahan kembali, dirasakan sebagai suatu pencapaian yang lebih baik dan menimbulkan kelegaan bagi warga Renokenongo yang tinggal di Renojoyo.
Sayang sekali perasaan lega tersebut kembali terusik.