Jelang 11 Tahun Lumpur Lapindo, Kisah yang Sulit Dilupakan, Banyak Kejadian yang Bikin Was-was

Penulis: Nur Ika Anisa
Editor: Edwin Fajerial
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dua patung yang dibikin warga ditempatkan di area lumpur Lapindo sebagai bentuk kekecewaan karena sudah hampir 8 tahun warga yang terkena dampak langsung belum juga dilunasi, Jumat (16/5/2014).

Pengurusan sertifikat tanah perumahan di akhir tahun 2016 mengalami permasalahan.

Tidak disangka ternyata di tengah-tengah tanah sawah seluas 10 hektar yang dulu mereka beli bersama-sama tersebut terdapat 2,9 hektar tanah TKD (Tanah Kas Desa).

Warga yang rumahnya masuk dalam tanah TKD mulai gelisah, takut rumah mereka akan digusur oleh pengadilan.

“Omahku melbu TKD, ngene ini aku was-was, gak kaup wes gak due duek. Mugo-mugo omah seng melbu TKD gak digusur” (rumah saya masuk TKD, saya was-was karena gak punya uang. Semoga rumah yang masuk TKD tidak digusur),” ujar Mulyadi kepada Tim PKM-PSH (penelitian sosial humaniora) Universitas Brawijaya Malang menirukan ketakutan seorang warga.

Saat penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2017, belum ada kepastian akan bagaimana tindak lanjut mengenai rumah korban Lumpur Lapindo yang masuk dalam TKD di Desa Kedungsolo.

Di perumahan ini hanya dipasang plakat bukti adanya penyitaan tanah perihal adanya permasalahan tanah TKD di kawasan relokasi korban Lumpur Lapindo.

Hal ini juga membuat kondisi sosial mereka terganggu.

Sebab hanya beberapa blok perumahan yang masuk dalan tanah TKD, sehingga ada perasaan iri antara warga yang rumahnya masuk dalam TKD dengan warga yang rumahnya tidak masuk dalam TKD.

“Sehingga ketika masyarakat/kelompok akan melakukan relokasi bersama kiranya harus benar-benar mengecek kelegalan tanah yang akan diperjual belikan,” tambah Miftakhul Iftita, anggota tim.

Berita Terkini