Dan kemudian mahluk-mahkuk beringas itu menimpakan aku dengan apa saja yang ada di genggamannya. Sebongkah batu ditimpakan ke wajahku. Tulang hidungku patah.
Lalu ada balok melayang mengerkah tenggkorak kepalaku. saat itu yang bisa aku bisikkan hanya nama Allah, yang beberapa menit lalu baru kusebut dalam sholat asharku.
Saat balok itu memecah tulang tenggkorakku, aku hanya membayangkan istriku yang sedang mengandung anak keduaku.
Aku membayangkan wajah bocah kecil anakku yang tidak bisa menangis jika melihat bapaknya diperlakukan seperti tikus got.
Tubuhku terkapar di selokan.
Darah merembes membasahi tanah.
Darah dari seorang lelaki yang sedang mencari nafkah untuk kekuarganya.
Lalu seorang menyiramkan bensin ke tubuhku. Orang lainnya menjentikan api. Dan mereka menyaksikan tontotan sebuah tubuh yang menggelinjang karena dipanggang.
Mereka mungkin puas melampiaskan kemarahannya padaku.
Setelah itu mereka pulang dan menyaksikan wajahnya sendiri yang telah berubah menjadi iblis. Mungkin saja iblis sendiri ngeri melihat ada manusia lebih biadab dari dirinya.
####
Tuhan, tahukah Engkau, semalam amplifier yang ada di rumahmu mau dicolong orang. Untung ketahuan.
Dia meronta dan kabur. Kami mengejarkanya seperti memburu tikus got.
Dia sih, mengaku bukan pencuri. Tapi buat apa kami dengar omongannya. Bagi kami, amplifier-Mu lebih berharga dari pengakuan siapapun.
Apalagi pengakuan dari lelaki yang tidak kami kenal yang saat Ashar mampir ke Musholla.
Musholla ini memang bisa disinggahi siapa saja. Ini adalah tempat bersujud manusia kepada-Mu. Tapi disini ada barang seharga Rp 250 ribu, yang biasa kami gunakan untuk memanggil-manggil namaMu.
Jika benda itu dicuri, lantas bagaimana kami akan memanggil-Mu?
Engkau yang sudah biasa diseru dengan speaker berauara pekak, apakah akan maklum jika disebut dalam kesayhduan yang sunyi? Jikapun Engkau memaklumi, kaminya yang janggal.
Mana mungkin nama besarMu tidak diagung-agungkan dengan teriakan lantang.
Maka dari itu, Tuhan, kami akan mencurigai siapapun yang mendekati musholla. Jika kecurigaan kami memuncak, kami akan buru dia seperti hewan.
Ya, Tuhan kami, kami tahu Engkau tidak mampu menjaga amplifier milik-Mu sendiri. Lantas kalau bukan kami yang menjaganya, siapa lagi?
Tuhan kami, yang Maha Perkasa, ijinkan kami jadi algojomu demi menjaga isi rumahMu.
Ijinkan kami mencurigai orang yang kekuar dari mushola membawa amplifier. Akhirnya orang itu kami gebuki ramai-ramai.
Seseorang dari kami menyiramnya dengan bensin. Lalu menjentikkan korek api ke tubuhnya. Dia kelojotan dan mati. Tapi api yang kami sulutkan ke tubuhnya, tidak sepanas api nerakamu, bukan?
Mungkin begitulah nasibnya. Itu semua kami lakukan karena kami hanya hendak menjaga kepunyaanMu.
Ketika kami tahu ternyata dia bukan pencuri bagaimanakah kami bisa mengobati hati yang tiba-tiba terluka dalam penyesalan. Bagaimanakah kami bisa menghapus bayangan seorang lelaki yang tubuhnya menggelepar dilalap api.
###
Nama saya Alif, usia 5 tahun. Bapak saya mati dibakar orang sehabis sholat ashar. Dan masa depan saya juga ikut terbakar. Dan orang-orang masih bisa tertidur nyenyak setelah menyaksikan tubuh bapak saya menggelinjang dalam kobaran api dari layar ponselnya.
###
Nama kita entah siapa. Yang kita tahu betapa mengerikan hidup di tengah mahluk-mahluk buas ini."
Tulisan itu kemudian mendapatkan komentar dari netizen.
@Dina Wadito,"Duuh sampe nangis bacanya...,"
@Kuro Chan,"Beneran kayak gini masih terjadi di Indonesia???"
@Yuliana Ernavita,"Mereka yg telah membunuh Zoya, akan dibayangi ketakutan dan penyesalan seumur hidup. Dan kelak matipun mereka hrs mempertanggungjawabkan perbuatannya. Jangan sampai terulang kembali."