"Kami tidak mengajukan eksepsi. Kami mohon kepada ketua pengadilan, majelos hakim, demi kepentingan jamaah untuk dapat menjual aset-aset terdakwa," ujar Puji Wijayanto, salah satu penasehat hukum terdakwa.
Aset yang dimaksud diantaranya mobil, rumah, dan ruko.
Namun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak bisa dilakukan sebelum proses persidangan pemeriksaan saksi dilakukan.
TM Luthfi Yazid selaku Kuasa Hukum para korban penipuan yang yang tergabung dalam Tim Advokasi Penyelamatan Dana Umroh/TPDU dan yang pertama melapor ke Bareskrim menuturkan ada beberapa catatan pihaknya atas jalannya sidang kedua tersebut.
Pertama, kata dia sidang di PN Depok ini mesti terus digelorakan agar persidangan berjalan sebagaimana seharusnya, profesional, transparan dan akuntabel
"Kedua, kita berharap JPU dalam tahap pembuktian benar-benar dapat membuktikan yang didakwakan, seperti dakwaan penipuan, penggelapan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Terutama aspek TPPU, saksi yang dihadirkan harus yang benar-benar tahu persis praktek TPPU para terdakwa. Jadi harus dihadirkan saksi yang benar-benar memberatkan para terdakwa agar hukumannya maksimal," papar Luthfi.
Ketiga, katanya selaku kuasa hukum para jamaah dan para agent yang membuat LP pertama di Bareskrim tgl 4 Agustus 2017, ia berharap agar Kemenag atau pemerintah tak lepas tangan begitu saja.
Keempat, kata Luthfi para terdakwa, jangan hanya pasang badan, tapi juga harus mengembalikan uang para jamaah.
Dan kelima, tambah Luthfi, fakta bahwa penasihat hukum para terdakwa tidak menyampaikan eksepsi dan hanya mengatakan telah menyampaikan surat kepada Kajari Depok agar aset yang disita dijual.
Namun JPU mengatakan bahwa belum terima surat dan assetnya harus dikroscek dengan saksi-saksi terkait, sebab sebagian masih ada keterkaitan dengan pihak ketiga.