TRIBUNJATIM.COM, BLITAR - Sulitnya lapangan pekerjaan di daerah, membuat warga pedesaan di indonesia ini lebih memilih jadi perantauan. Seperti di Kabupaten Blitar ini, sedikitnya 400 orang tiap bulannya harus meninggalkan keluarganya dan mengadu nasib ke luar negeri.
Akibat tingginya minat jadi pahlawan dolar (sebutann TKI), sehingga jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) di Kabupaten Blitar mencapai 6.500 orang. Itu terdiri laki-laki dan perempuan. Jumlah itu diketahui karena sejak tahun 2017 lalu itu, ada aturan baru bagi calon TKI.
Yakni, bagi mereka yang akan jadi TKI harus tercatat di Disnaker setempat dan harus memiliki ID (identitas card) PMI (pekerja migran Indonesia). Biasanya, itu yang menguruskan adalah PT atau PJTKI yang akan memberangkatnya.
• Sudah Bayar Rp 120 Juta Untuk Jadi CPNS Dinas Perhubungan, Warga Lamongan ini Hanya Bisa Gigit Jari
Sebab, sebelum mereka diberangkatkan ke negara tujuannya, para calon TKI itu harus dilatih dulu selama beberapa bulan.
Misalnya, kalau mau ke Hongkong atau ke Taiwan, calon TKI itu harus bisa bahasanya, masakannya, dan paham tata cara atau budayanya.
Sehingga, kalau sudah bekerja di sana, misalnya jadi pembantu rumah tangga, mereka tak kesulitan atau ada masalah dengan majikannya. Dari sekian jumlah TKI itu, adalah 80 persen, mereka bekerja di Taiwan dan Hongkog. Selebihnya adalah Singapura dan Malaysia.
"Kebanyakan mereka yang bekerja ke Taiwan dan Hongkong adalah perempuan. Dan, mereka adalah bekerja sebagai asisten rumah tangga dan hanya sedikit yang bekerja di perusahaan," kata Haris Susianto, Kadisnaker Pemkab Blitar, Minggu (2/8/2018).
• Tak Berhelm dan Pakai Knalpot Brong, Pemuda Sidoarjo ini Tantang Polantas di Jalanan Bak Film Action
Bedanya dengan dulu, papar dia, sekarang ini lebih ketat aturannya untuk jadi TKI. Mereka tak bisa sembarangan berangkat, tanpa lewat atau terdata di disnaker setempat.
Jika dulu, misalnya, warga Kabupaten Blitar diam-diam bisa berangkat lewat mana saja, bahkan ada banyak yang lewat Batam. Cara, mereka lewat calo dan diuruskan paspor di Batam, dengan memanipulasi identitasnya.
Namun, sekarang ini, tanpa memiliki kartu PMI yang dikeluarkan disnaker setempat, mereka tak akan bisa berangkat, meski lewat calo atau PJTKI yang sangat bonafid.
"Itu karena syarat penerbitan kartu PMI itu tak mudah alias nggak gampang dipalsukan. Di antaranya, itu harus sesuai identitas yang bersankutan, seperti KTP, dan dilengkapi izin orangtua yang masih bujang. Untuk yang sudah berkeluarga, mereka harus izin pasangannya secara tertulis," paparnya.
• Jual Makanan Khas Surabaya Semanggi via Online, Pendapatan Lulusan SMP ini Tembus Rp 30 Juta/Bulan
Meski izin keluarganya sudah lengkap, namun PJTI pun sekarang ini tak mudah memberangkatkannya seperti dulu. Kalau sekarang ini, izin PT-nya juga harus hidup dan jelas alamatnya atau kantornya. Bukan seperti dulu, banyak kantor PJTI yang abal-abal karena permainan para calo, yang mengaku PJTI.
"Misalnya, calon TKI itu lewat PT yang alamatnya bukan di Blitar, seperti kebanyakan di Surabaya atau di Jakarta. Itu boleh-boleh saja, namun kepengurusan dokumennya, seperti paspor yang bersangkutan (calon TKI) itu, ya tetap harus diurus di Imigrasi Blitar. Jadi, alamat TKI nanti tak bisa dipalsukan. Jika terjadi sesuatu yang tak diinginkan bagi TKI kelak, mereka dengan mudah terlacak," ungkapnya.
Tak seperti TKI yang mengalami musibah selama ini. Mengapa, mereka kebanyakan datanya atau alamatnya sulit ditemukan, meskipun memang orang Blitar? Itu karena mereka berangkatnya di saat belum ada aturan seketat sekarang ini.
• Seminggu Pacari Siswi SMA di Surabaya, Pemuda ini Langsung Ajak Hubungan Badan, Terungkap WhatsApp
Kebanyakan mereka berangkat sudah lima sampai 10 tahun lalu. Bahkan, dulu tak sedikit ada TKI asal Kabupaten Blitar, namun alamatnya dipalsukan. Itu karena mereka mengurus paspornya bukan di Imigrasi Blitar.