Menengok Kerajinan Anyaman 'Caping Bambu' di Desa Sukolilo Lamongan, Turun Temurun Sejak 1940-an

Penulis: Hanif Manshuri
Editor: Ani Susanti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menengok Kerajinanan Anyaman 'Caping Bambu' di Desa Sukolilo Lamongan, Turun Temurun Sejak 1940-an

TRIBUNJATIM.COM, LAMONGAN - Kerajinan caping atau topi petani ternyata menjadi cikal bakal sentra kerajinan anyaman yang ada di Desa Sukolilo, Kecamatan Sukodadi, Lamongan ini.

Bahkan masih banyak keturunan keluarga yang mengawali pembuatan kerajinan caping dari anyaman bambu ini.

Beberapa nenek-nenek terlihat masih banyak yang ikut membuat kerajinan ini.

Kerajinan anyaman bambu pembuatan caping petani ini masih tetap bertahan, bahkan berkembang dengan sejumlah inovasinya.

Kerajinan anyaman bambu ditekuni sejak lama dan sudah turun temurun di desa ini.

"Desa kami memang dikenal dengan kerajinan anyaman bambu, sejak sekitar tahun 1940-1950-an. Ya membuat caping petani ini," kata Kepala Desa Sukolilo, Kecamatan Sukodadi, Mohammad Lasmiran kepada TribunJatim.com, Jumat (21/12/2018).

Persela Lamongan Vs Persekaba Badung, Menang Telak, Tim Pelatih Puji Sikap Pemain Persela

Banyaknya kreasi dari bahan baku menjadi kerajinan yang dipasarkan hingga keluar provinsi membuat Sukolilo dikenal sebagai satu di antarasentra pembuatan anyaman bambu.

"Warga yang sudah berusia senja, masih banyak yang aktif membuat caping dan kipas dari kerajinan bambu ," kata Lasmiran.

Ini menjadi pekerjaan rumahan oleh kaum hawa.

"Pekerjaannya bisa disambi di dalam rumag dan menghasilkan uang," lanjut Lasmiran.

Di Lingkungan Setdakab Lamongan Ada Pojok Kesehatan

Biasanya perajin ini berkelompok, antara 5 sampai 10 orang untuk mengerjakan anyaman caping.

Ada yang sekedar finishing hingga mengerjakan dari awal.

Mbah Jum (75), terlihat masih tangkas mengerjakan anyaman bambu ini.

Seingatnya, Mbah Jum sudah puluhan tahun, karena sudah sejak kecil menekuni pekerjaan anyaman bambu ini.

"Pasarannya ya petani yakni ibu-ibu," ujar Lasmiran.

Polres Lamongan Musnahkan Ribuan Liter Miras di Area Parkir Stadion Surajaya

Berbekal kerbut atau alat cetak caping yang juga terbuat dari bambu, Mbah Jum mulai menganyam caping dengan diameter beragam, mulai 30 cm hingga 1 meter.

Berbeda dengan caping daerah lain, caping karya warga Sukolilo ini bisa melebar dan berbentuk lebih kerucut.

"Saya dapat ilmunya juga dari orang-orang tua dulu, dari dulu ya membuat caping seperti ini di sela-sela kegiatan rumah atau di sela-sela bertani," ujar Mbah Jum.

Di usia yang sudah senja ini, Mbah Jum bersama kelompoknya mengaku masih bisa membuat 5 hingga 7 caping.

Mbah Jum dan rekan-rekannya biasanya berbagi tugas, ada yang menganyam dan ada juga yang memberi pelapis pinggir.

Nasi Muduk, Kuliner Lamongan di Desa Sendangagung, Sajian Ikan Tongkol hingga Urap-urap Rumput Laut!

Pemandangan orang sedang menganyam bambu, terutama warga yang usia senja, untuk dijadikan caping seperti ini hampir tiap hari bisa dijumpai di Desa Sukolilo.

Yang merajut biasanya anak-anak Mbah Jum yang laki-laki, untuk kemudian membantu merendam bambu agar kuat.

Satu caping yang sudah jadi dibandrol harga Rp 15 ribu.

Warga perajin juga tak perlu jauh-jauh untuk menjajakan caping kreasinya karena sudah ada pengepul yang datang ke desanya untuk membeli caping.

Dengan jedah waktu pemasaran satu minggu sekali, pasti ada pengepul yang datang untuk membeli caping.

Meski hanya kerajinan tangan tradisional, caping karya Mbah Jum dan warga Desa Sukolilo lainnya ini sudah merambah berbagai daerah di Jatim.

Dengan Rute Internasional, Menteri Pariwisata Targetkan Banyuwangi Raup 100.000 Turis Malaysia

Caping karya warga Sukolilo lebih disukai karena lebih kuat dan bisa berbentuk lebar selebar payung.

Para pengepul datang dari berbagai daerah di Jatim.

Lasmiran memastikan, masih banyak lagi warganya yang menganyam bambu untuk dijadikan caping atau kipas, hingga aksesoris lainnya. (TribunJatim.com/Hanif Manshuri)

Berita Terkini