TRIBUNJATIM.COM - Direktur Hukum dan Advokasi Tim Kampanye (TKN) Jokowi-Ma’ruf Ade Irfan Pulungan ikut mengomentari pernyataan Ketua Tim Hukum Prabowo-Subianto, Bambang Widjojanto terkait hanya institusi negara yang bisa membuktikan kecurangan yang terjadi dalam Pilpres 2019.
Menurut Ade Irfan Pulungan, penyataan yang disampaikan Bambang Widjojanto adalah sebuah kekeliruan karena tidak sesuai dengan tatanan hukum di Indonesia.
• Soeharto Tiba-Tiba Batal Beli Pesawat Kepresidenan 16 Juta Dollar AS, Tak Semua Diungkap ke Publik
• Prediksi Mahfud MD Soal Bunyi Putusan Akhir Para Hakim MK, Sebut 99 Persen Permohonan Bakal Diterima
"Apa yang menjadi pernyataan tersebut tidak sesuai dengan sistem dan tatanan hukum kita.
Itu harus diubah dasarnya, dasar hukumnya harus diubah dulu.
Jangan karena mereka tidak dapat membuktikan dalil mereka, mereka minta orang lain. Kan susah itu," ujar Irfan di Jalan Cemara, Selasa (25/6/2019).
Irfan kemudian menyinggung soal ahli yang dibawa tim hukum 01, Eddy Hiariej yang mengingatkan soal asas actori incumbit probation dalam persidangan lalu.
Adapun beban pembuktian sebuah perkara ada pada pihak yang mendalilkannya. Irfan menjelaskan bahwa permintaan Bambang Widjojanto bertentangan dengan asas itu.
"Ini kan konyol, tidak pernah sejarahnya terjadi dalam hukum kita," kata Irfan.
• Pengakuan Juru Kunci Saat Gali Makam Soeharto yang Dengar Ledakan, Eks Bupati Wonogiri Sebut Isyarat
• Arsul Sani Sebut Pernyataan Bambang Widjojanto Dapat Menjadi Bahan Tertawaan Para Advokat Dunia
Sebelumnya, Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandiaga, Bambang Widjojanto menyebut pihaknya sebagai pemohon sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi tidak mungkin membuktikan kecurangan yang terjadi di Pemilihan Presiden 2019.
Namun, menurut Bambang Widjojanto hanya institusi negara lah yang mampu membuktikan kecurangan yang terjadi di Pilpres 2019.
“Siapa yang bisa buktikan (kecurangan) ini? Pemohon? Tidak mungkin. Hanya institusi negara yang bisa. Karena ini canggih,” kata Bambang di Media Center Prabowo-Sandiaga, Jakarta, Senin (24/6/2019).
Tak hanya itu, Bambang Widjojanto pun mengaku yang selalu dijadikan perbandingan adalah form C1 untuk membuktikan perbedaan selisih suara dalam sengketa Pilpres 2019.
Padahal, Bambang melihat pembuktian kecurangan saat ini tidak bisa menggunakan cara-cara lama seperti membandingkan formulir C1.
• Faldo Maldini Prediksi Karier Politik Prabowo Setelah Sebut Paslon 02 Bakal Kalah di MK
Dia pun membandingkan MK yang bertransformasi ke arah modern dengan permohonan perkara daring dan peradilan yang cepat.
Maka, pembuktiannya pun diharapkan dapat menjadi modern pula.
"Katanya speedy trial. Kalau speedy trial enggak bisa pakai old fashioned,” ujar dia.
Mendengar pernyataan yang disampaikan Bambang Widojanto, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Arsul Sani menyatakan pernyataan yang disebutkan Bambang Widjojanto dapat menjadi bahan tertawaan para advokat di seluruh dunia.
"Statement BW bahwa negara atau pengadilan MK harus membuktikan dalil-dalil yang ia kemukakan dalam permohonannya menjadi bahan tertawaan dunia advokat, tidak saja di Indonesia, tapi juga di kalangan advokat negara-negara lain," ujar Arsul ketika dihubungi, Selasa (25/6/2019).
Dalam penilaian Arsul advokat-advokat yang mendengar pernyataan itu tentu akan menganggapnya sebagai argument pengacara yang kalah saja.
• Faldo Maldini Sebut Prabowo Tak Akan Menang Sidang Sengketa Pemilu di MK: Pasti Lu Pengen Bully Gue
Dikatakan seperti itu, menurutnya permintaan Bambang Widjojanto kali ini sangat bertentangan dengan asas hukum “barangsiapa mendalilkan, maka dia harus membuktikan”.
Arsul yang juga merupakan anggota DPR dan pernah berprofesi sebagai pengacara ini menjelaskan setidaknya ada dua alasan untuk menolak pernyataan Bambang Widjojanto.
"Pertama, sarjana hukum mana pun yang ambil mata kuliah beban pembuktian pasti tidak akan menemukan sandaran doktrinal, yurisprudensi, maupun hukum positifnya untuk statement BW. Yang diajarkan adalah asas hukum 'barangsiapa mendalilkan, maka ia harus membuktikan'," ujar Arsul.
Adapun alasan kedua adalah tidak adanya lembaga peradilan yang dibenarkan untuk kehilangan indepedensinya.
• Arief Poyuono Sebut Adian Napitupulu Jauh Lebih Mumpuni Dibanding AHY Soal Kandidat Menteri Jokowi
Justru dengan bergabung bersama salah satu pihak yang berperkara dan ikut membuktikan dalil gugatannya akan membuat peradilan tersebut menjadi parsial.
"Tugas lembaga peradilan adalah menilai alat bukti, bukan membuktikan dalil salah satu pihak. Kalaupun pengadilan ingin mencari alat bukti, maka itu untuk menambah keyakinan hakim, bukan untuk mendukung atau memperkuat dalil salah satu pihak," ujar Arsul.
Artikel ini telah tayang di tribunkaltim.co dengan judul Jelang Putusan MK, Selain Jadi Bahan Tertawaan Advokat TKN Kembali Sebut Bambang Widjojanto Konyol
• Yusril Sebut Ada Kesaksian Palsu dari Saksi 02: Saat Sidang Selesai Kami Konsultasi ke Jokowi-Maruf