TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG - Warga Desa/Kecamatan Ngantru membuat aduan ke Polres Tulungagung, karena menduga ada penyelewengan anggaran pada proyek pengurukan lapangan desa setempat.
Pengurukan ini dilakukan tahun 2018, dengan sumber pembiayaan dari Dana Desa (DD) senilai Rp 500 juta.
"Kami mempertanyakan perkembangan aduan kami soal dugaan korupsi itu," ujar M, inisial warga yang mengadu itu, Senin (30/9/2019).
Dalam papan nama proyek, volume pengurukan sebesar 5.340 meter kubik.
Menurut M, volume sesungguhnya adalah 5.304 meter kubik.
• Bantuan Seragam Gratis Sekolah SMA/SMK di Tulungagung Molor, Disebut Belum Ada Pemenang Lelangnya
• Jawa Timur Kirim Masker dan 7500 Makanan Kaleng untuk Warga Terdampak Karhutla
Menurut M, dirinya sudah mengumpulkan data dari para sopir yang mengirim tanah urukan.
Harga per rit tanah uruk, dengan volume 4 meter kubik senilai Rp 190.000.
Namun harga itu dinaikkan menjadi Rp 290.000 per rit.
Total pengurukan ini membutuhkan 1.650 rit.
Sehingga total biaya untuk tanah uruk ini sebesar Rp 313,5 juta.
"Karena harganya di-markup Rp 100.000 per rit, untuk pengadaan tanah uruk menjadi Rp 478,5 juta," sambung M.
Selain biaya pengurukan, ada sekitar Rp 25 juta untuk perataan dan pemadatan.
• Diduga Putus Cinta, Laki-laki Tulungagung Ini Terjun ke Sungai yang Dangkal
• DPRD Jawa Timur Minta Penambahan 18 Staf Ahli hingga Usulkan Tata Tertib Baru Soal Rapat Paripurna
Padahal perataan dilakukan dengan traktor pertanian, bukan dengan alat berat.
Sedangkan pemadatan juga tidak menggunakan mesin, melainkan hanya disiram menggunakan mesin pompa air.
"Mesinnya semua punya desa, jadi hanya butuh beli solar saja. Terlalu mahal kalau dianggarkan Rp 25 juta," tutur M.