Laporan Wartawan TribunJatim.com, David Yohanes
TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG - Ruang tamu rumah Sasmito di Kelurahan Botoran, Tulungagung, diubah menjadi ruang belajar dadakan, Senin (10/8/2020).
Sebuah meja kecil dipakai untuk empat siswa SMPN 1 Kedungwaru, serta dua orang guru yang mengajar.
Baik guru maupun para siswa lesehan di atas karpet.
Meski demikian, suasana belajar berjalan serius.
"Hari ini mata pelajaran IPA. Seharusnya ada lima anak, ini yang datang empat," ujar seorang guru pendamping, Agus Trisilaning Utami.
Agus yang menjadi humas SMPN 1 Kedungwaru mengatakan, pihaknya meluncurkan program Guru Sambang.
• RSUD dr Iskak Tulungagung Buka Layanan Rapid Test dan Swab Gratis, Warga Cukup Tunjukan KTP dan KK
• Api Menetes Dari Tiang Listrik, Deretan Warung di Ngunut Tulungagung Terbakar
Program ini untuk menjawab kesulitan proses pembelajaran online yang selama ini sudah dilakukan.
Guru Sambang sekaligus cara para guru untuk mengobati rasa kangen kepada para siswa.
"Sungguh kami sangat kangen dengan anak-anak kami. Makanya hari ini kami luncurkan Guru Sambang," sambung Agus.
Sebelumnya pihak sekolah mengirim surat permohonan izin ke tuan rumah.
Selain itu orang tua siswa juga diberi surat untuk memberikan izin atau menolak proses belajar di luar jaringan (luring) ini.
• Buk Brombong Ngantru Tulungagung Jadi Black Spot, Usulan Pelebaran Terkendala Pandemi Covid-19
• Pemaketan BPNT di Tulungagung Diselewengkan, Dinsos Minta KPM Pesan Barang Lebih Dulu ke Ewarong
Agus menuturkan, Guru Sambang akan dilakukan selama satu bulan ke depan, sebelum dilakukan evaluasi.
"Nanti dievaluasi kekurangannya apa. Kemudian disimpulkan, perlu dilanjutkan apa tidak," tuturnya.
Masih menurut Agus, setiap hari ada 45 siswa yang akan terlibat belajar luring lewat Guru Sambang.
Setiap hari, ada tiga mata pelajaran di setiap tingkat.
Misalnya untuk kelas VII, hari ini ada pelajaran IPA, Bahasa Indonesia, dan Agama.
• SKB CPNS 2019, Tulungagung Ketempatan dari Empat Daerah, Bakal Digelar selama Sembilan Hari
• Warga Tulungagung Berbondong-bondong Buka Tabungan Emas di Pegadaian, Tren Meningkat di Masa Pandemi
Maka lima anak akan ikut pelajaran IPA, lima anak ikut pelajaran Bahasa Indonesia, dan lima anak ikut pelajaran Agama.
Demikian juga berlaku untuk kelas VIII dan kelas IX.
Setiap pelajaran menghabiskan waktu selama satu jam.
"Kita diuntungkan dengan sistem zonasi. Karena tidak ada anak yang jauh dari sekolah," ungkap Agus.
Bagi guru, sistem belajr online menjadi tambahan beban.
Mereka harus menyiapkan materi dan mengajar tanpa bertatap muka dengan para siswa.
Kekurangan sistem ini, para guru tidak bisa mengawasi siswanya.
• Pulang dari Semarang, Warga Winongo Kota Madiun Positif Covid-19, Awalnya Mengeluh Demam dan Batuk
• Bocah 16 Tahun Trenggalek Cekik Bayinya hingga Tewas, Sang Kekasih Kabur, Kakek Syok Temukan Jasad
"Kalau kita tatap muka, guru tahu mana siswa yang memperhatikan dan mana siswa yang malas-malasan. Ikatan batin kami juga terputus," keluh Agus.
Guru Sambang ini juga menjadi sarana perkenalan para siswa kelas VII.
Sebab selama mereka mendaftar dan diterima di SMPN 1 Kedungwaru, belum sekali pun mereka bertatap muka dengan para guru.
Agus berharap pandemi virus Corona ( Covid-19 ) segera berlalu dan segera bisa belajar tatap muka.
Editor: Dwi Prastika