TRIBUNJATIM.COM, BANYUWANGI – Pendidikan adalah hak dasar anak-anak Indonesia. Mereka berhak mendapatkan akses dan fasilitas pendidikan mulai dari tingkat bawah hingga tinggi. Tidak ada perbedaan terhadap anak-anak yang berhak mendapatkan pendidikan, termasuk pada anak-anak difabel.
Berbeda dengan kebanyakan anak, teknik pembelajaran pada anak-anak difabel harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan anak karena tingkat perbedaannya beragam. Guru pun harus beradaptasi untuk memahami dan menyesuaikan kondisi anak.
Agar layanan pendidikan tetap optimal dan anak mendapatkan ilmu bermanfaat, seorang guru di Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) Negeri Banyuwangi bernama Elis Dwi Wulandari terpacu hingga akhirnya memunculkan inovasi.
Ia membuat sebuah temuan yang dapat membantu peserta didik cerebral palsy (CP) memahami pelajaran matematika. Temuannya ini pun pada akhirnya menghantarkan ia meraih juara dua nasional Lomba Inovasi Karya Guru dan Rumah Pintar (Linkar) ke-7 Tahun 2020 kategori Pendidikan Khusus.
Elis membuat sebuah aplikasi perangkat lunak untuk memudahkan peserta didik CP memahami matematika. Aplikasi itu mengkombinasikan teks, suara, animasi, video, gambar, fotografi, ilustrasi, musik atau efek suara, yang ditransmisikan oleh komputer atau elektronik lainnya. Kemudian dapat dikontrol atau dikembangkan pemanfaatannya sesuai keinginan pengguna.
• Subsidi Gaji Rp 600 Ribu Tahap II Segera Meluncur, Uang Ditransfer ke 3 Juta Nomor Rekening Pekerja
• Satu Keluarga Tewas dalam Kebakaran Ruko Samping Mal BG Junction Surabaya, Begini Kronologinya
Inovasi ini muncul berdasarkan pengalamannya mengajar peserta didik CP di dalam. Elis menilai, peserta didik CP memiliki kendala ruang gerak. Berdasarkan penelitian yang pernah ia lakukan, peserta didik CP memiliki tantangan untuk mempresentasikan secara matematis sebuah materi, utamanya terkait bangun datar.
“Setelah saya melakukan penelitian, peserta didik CP itu terkendala ruang geraknya. Mereka sulit mempresentasikan secara matematis materi, utamanya terkait bangun datar,” ujar Elis, Minggu (30/8/2020).
Lulusan Universitas Negeri Malang ini pun berpikir bagaimana agar peserta didik CP memiliki aksesibilitas mempresentasikan materi dengan baik di dalam kelas. Ia pun berupaya keras untuk membantu peserta didik CP bisa mengerjakan tugas-tugas sekolah.
“Pemahaman dibangun dari bagaimana mereka bisa mempresentasikan. Memang untuk menggambar dan menulis sulit karena ada batasan gerak, namun jari-jari mereka masih bisa aktif dan jika dilatih, maka jari-jarinya nya bisa dikondisikan,” ujarnya kepada TribunJatim.com.
Atas dasar itu pula, Elis akhirnya membuat aplikasi multimedia interaktif pakai Adobe Flash dan perangkat lunak lainnya. Dari temuannya itu, peserta didik hanya perlu mengendalikan tetikus untuk menguasai dan memahami materi.
“Walau terkadang ada gerakan spontan di luar kesadaran atau kekakuan di tangan. Kondisi seperti itu memang menjadi tantangan dan kondisi itulah yang harus saya pecahkan,” katanya kepada TribunJatim.com.
Elis lalu meningkatkan pilihan pada aplikasinya dengan membuat zona "klik" yang lebih luas di area tombol-tombol pada aplikasi. Peserta didik bisa mengontrol aplikasi dengan jari-jarinya. Elis mengatakan, selain memudahkan proses pembelajaran, anak-anak CP juga aktif menggerakkan badannya, terutama lengan dan jari.
Terdapat banyak materi di aplikasi tersebut. Bentuk materinya pun beragam mulai dari teks, animasi, video, dan bank soal yang disertai gambar. Gambar-gambar yang ada membuat peserta didik CP suka mengoperasikan aplikasi.
“Setelah diimplementasikan, hasilnya mereka bisa belajar dan nilainya di atas Standar Kelulusan Minimal (SKM). Keuntungan lainnya, mereka bisa mengendalikan gerakan tangan serta jari mereka,” kata alumni SMA N 1 Glagah, Banyuwangi ini.
Perempuan yang juga suka berpetualang ini meyakini, hasil seperti yang ia jelaskan di atas terjadi karena anak-anak mudah menangkap dan memahami materi melalui aplikasi. Di sisi lain, peserta didik pun senang karena memiliki aktivitas belajar berbeda dari sebelumnya. Tentu saja, guru ikut senang melihat perkembangan peserta didik.
“Dampak inovasi ini, peserta didik cepat menangkap dan memahami materi. Pembelajaran yang biasanya jenuh pun berubah menjadi menyenangkan. Sampai kadang lupa waktu kalau sudah selesai jam pelajaran,” kata perempuan penghobi Taekwondo ini.
Elis tidak ingin memberikan paksaan terhadap peserta didik. Baginya, murid-muridnya harus belajar dengan riang gembira. Berani mengeluarkan pendapat dan bebas mengaktualisasikan pemikirannya. Baginya, belajar bukan mempersulit, justru sebaliknya, yakni mempermudah.
“Belajar itu bukan mempersulit, justru mempermudah dalam mendapatkan informasi. Saya sangat sedih ketika mendengar peserta didik CP mendapat nilai jelek karena dipaksa menggambar atau pegang pensil,” aku perempuan kelahiran 2 Oktober 1992 ini.
Dengan menjadi juara dua tingkat nasional, Elis terpacu lebih bersemangat lagi mengembangkan teknik pembelajaran. Di sisi lain, menurutnya dukungan dari pihak sekolah juga sangat penting untuk menunjang kreativitas guru.
“Terima kasih Kepala Sekolah SMALB Negeri Banyuwangi, Ibu Estuningsih yang telah memberikan kesempatan dan mendukung kami sebagai pendidik,” ucapnya.
Atas pencapaiannya kali ini, Elis tidak lantas berpuas diri. Ia mengerti, harus ada penyempurnaan lainnya untuk melengkapi aplikasi. Ia juga berharap, dengan adanya terobosan yang ia buat, dapat membantu guru maupun orang tua yang anaknya CP.
“Meskipun saya belum bisa menginspirasi, tapi setidaknya saya coba untuk memberi motivasi. Saya juga berharap para pendidik di SLB tetap semangat. Peserta didik dan orang tuanya juga tidak perlu berkecil hati, pasti ada jalan keluar untuk meningkatkan prestasi belajar,” tutupnya. (Benni Indo/Tribunjatim.com)