Buah Apel Diserang Mata Ayam, Petani Tak Untung, Tapi Tetap Pertahankan Ikon Kota Batu

Penulis: Benni Indo
Editor: Dwi Prastika
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Dinas Pertanian Kota Batu, Sugeng Pramono (baju hijau) memasukan buah apel yang terserang mata ayam ke dalam kubangan untuk disanitasi, Minggu (7/2/2021).

Reporter: Benni Indo | Editor: Dwi Prastika

TRIBUNJATIM.COM, KOTA BATU - Sejumlah petani apel di Kota Batu dihadapkan pada pilihan yang berat ketika persoalan buah yang menjadi ikon Kota Batu itu menghadapi kompleksitasnya. Mulai dari hulu hingga hilir. Mulai dari tanaman apel hingga penjualannya.

Pilihan yang berat itu juga dirasakan Supiono, petani apel asal Desa Bulukerto.

Ia mengaku tetap bertahan bertani apel meskipun kondisinya terseok-seok, terutama di saat penghujan seperti saat ini.

‘Pandemi’ mata ayam menyerang hampir sebagian besar petani apel, tak terkecuali lahan milik Supiono.

Sedangkan Supiono tidak ingin berpindah bertani buah yang lain.

Baginya, bertani apel adalah warisan turun temurun dari leluhurnya dan harus dilestarikan. Di samping apel adalah ikon Kota Batu.

Saat musim penghujan, Supiono mengeluarkan banyak biaya untuk menjaga pohon apel tetap berbuah bagus.

Dampak Tanah Longsor di Malang, Warga Kesulitan Air Bersih, Satpol PP Distribusikan 25.000 Liter Air

Hendak Buang Air di Sungai Brantas, Warga Malang Lari Terbirit-birit Temukan Sesosok Mayat Perempuan

Celakanya, tingginya modal tidak sebanding dengan tingginya penjualan.

Supiono mengaku, harga buah apel dari ladangnya bisa dihargai Rp 10 ribu/Kg karena bentuknya lebih besar dari kebanyakan buah. Sedangkan harga pasaran, kisaran Rp 5.500 hingga 6.000 per Kg.

“Kalau kami memakai kimia yang mahal, per pohon dalam satu musim biayanya hampir Rp 500 ribu. Di ladang saya ada 300 pohon,” ujar Supiono, Minggu (7/2/2021).

Dari 300 pohon yang ada, Supiono bisa mendapatkan 3 ton buah dalam kondisi normal. Hanya saja, sekarang kondisinya sudah tidak normal.

Longsor Susulan Terjadi di Kawasan Payung, Jalur Kota Batu-Kecamatan Pujon Terputus

Pasar Wisata Sidomulyo Kota Batu Belum Difungsikan, Anggota DPRD Geram: Sama dengan Buang Anggaran

“Kemarin hanya dapat 7 kuintal. Ya rugi tapi tetap tanam. Merugi tapi masih ada sisa, buat menyekolahkan anak sudah cukup,” tambahnya.

Supiono tidak ingin bercocok tanam buah selain apel. Seolah-olah, dalam kondisi apapun, ia akan mempertahankan apelnya. Bahkan Supiono ingin menitiskan pengalaman bertani apelnya kepada buah hatinya.

“Memang kondisinya ekstrem saat ini. Insyaallah saya tidak ingin berpindah menanam buah lain karena itu warisan. Dulu orangtua saya memberikan pengalaman apel, saya juga berharap anak-anak saya meneruskan di pertanian apel,” papar Supiono.

Hal senada juga dikatakan Hadi Utomo, petani apel asal Tulungrejo, Kota Batu.

Ia mengaku belum memiliki rencana untuk berpindah menanam buah lainnya. Utomo sekuat tenaga mempertahankan lahan apel yang ia kelola.

Dinas PU SDA Ungkap 2 Sungai Kabupaten Malang yang Paling Rawan Diterjang Bencana Hidrometeorologi

Satpol PP Kota Malang Imbau Masyarakat Tak Bongkar Segel Larangan Duduk di Bangku Taman

Utomo memiliki lahan apel seluas 3000 meter persegi. Di dalamnya, ada sekitar 300-an pohon apel.

Diakuinya, ia mengalami kerugian saat ini. Terutama ketika wabah mata ayam menyerang dalam tiga tahun belakangan ini.

“Mata ayam menyerang sejak tiga tahunan ini, sebelumnya kondisinya tidak separah ini,” paparnya.

Utomo sudah melakukan penyemprotan untuk menghindarkan mata ayam dari buah apelnya.

Nyatanya, mata ayam tetap menyerang.

Saat TribunJatim.com datang ke ladang milik Utomo bersama Kepala Dinas Pertanian Kota Batu, Sugeng Pramono, banyak buah apel yang dipetik lalu dibenamkan.

Buah apel yang dipetik tersebut diserang mata ayam. Ada bintik hitam di buah apel, beberapa di antaranya membuat buah membusuk. Di sisi lain, Utomo mengatakan mengeluarkan biaya untuk menjaga buahnya tetap baik. Hanya saja ia tidak tahu berapa total biaya yang dikeluarkan.

“Biaya yang dikeluarkan tidak tentu, kalau di musim penghujan banyak. Sulit untuk menjumlahkan,” kata Utomo.

Perumda Tirta Kanjuruhan Akan Perluas Pelayanan dengan Manfaatkan Sumber Air di Malang Selatan

Gubernur Khofifah Tinjau Banjir di Jombang, Sebut Penyebabnya Sedimentasi dan Sampah di Kali Konto

Ia memberi bahan kimia untuk yang disemprotkan seharga Rp 100 ribu per drum. Hampir setiap waktu ia melakukan penyemprotan. Tantangan yang dihadapi saat ini adalah hujan yang selalu turun hampir sepanjang hari.

“Selama tiga tahun ini rugi kalau di musim hujan. Kalau di musim kemarau untung, untungnya ya lihat buahnya. Kalau buahnya banyak, ya banyak,” ujarnya.

Dikatakannya, dalam kondisi bagus, lahannya bisa menghasilkan 6 ton hingga 7 ton buah. Namun saat ini hanya bisa menghasilkan 3 ton hingga 4 ton saja.

“Kalau penghujan begini ya 3 ton sampai 4 ton sudah bagus,” paparnya.

Berita Terkini