"Aku setengah (hampir) hapal ihya' loo, kataman bolak-balik, nek gak percoyo ayo tak tes, nek koe kan melu khataman tapi gak tau ngaji khatam,".
"Saya berharap diundang cukup sekali ini saja, jangan diundang lagi, sebab mencintai ulama itu baik, tapi mengatur ulama itu dosa,".
Bahkan Gus Baha saat hadir di Kantor PBNU, ia tak segan melontarkan kalimat yang membikin muhibboin maupun pengurus PBNU terhenyak.
"Jika PBNU niatnya mengangkat saya (sebagai Rois Syuriah) itu sebab iqror bahwa orang (saya) yang sudah manfaat itu diangkat, maka saya terima. Tapi kalau merasa mengangkat (ketenaran) saya, tak lawan di pengadilan, tak lawan sampai akhirat,".
Baca juga: Kisah Gus Baha yang Pernah Kalah Debat dengan Santri: Baru Kali Ini Saya Kalah
Sebagai orang yang diangkat atau diberi jabatan Rois Syuriah, berani melontarkan statement yang demikian. Itu menurut saya hal yang luar biasa. Orang yang gila jabatan, atau bukan orang yang benar-benar alim dan berkarakter kuat tidak akan berani berkata seperti itu.
Beberapa kalimat di atas mungkin Gus Baha terkesan sombong jika yang mendengar orang baru. Namun bagi muhibbinnya saya yakin tidak.
Saya pribadi memaknai, kalimat beliau sebagai bentuk 'pede' bagi mereka yang berilmu (mumpuni). Namun akhirnya saya paham bahwa ternyata bukan demikian motifnya, tetapi berdasarkan Hadis Nabi Muhammad Sallallahu 'alaihi wasallam.
Jawaban itu penulis dapati ketika Gus Baha menjelaskan perihal kalimat sombongnya.
“Aku iki sombong, tapi nyombongi koe kabeh, ora nyombongi Allah, Ulama kadang-kadang kudu sombong, nek gak sombong malah rusak kabeh, Gusti Allah malah melaknat, dadi ojo sok rendah hati”.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ( صلى الله عليه و آله ) : " إِذَا ظَهَرَتِ الْبِدَعُ فِي أُمَّتِي فَلْيُظْهِرِ الْعَالِمُ عِلْمَهُ ، فَمَنْ لَمْ يَفْعَلْ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ
Menurut penulis kesan sombong Gus Baha itu berdasarkan ilmu, berdasar sunnah, apalagi soal lain!
“Orang hanya ingat dosa itu sombong, mestinya dia juga mengingat sisi-sisi hidayahnya Allah, sisi kebaikan-Nya," demikian kata Gus Baha dalam Bahasa Jawa.
“Saya ini setengah hafal kitab Ianah al-Thalibin, saya ini hafal Alquran dan orang hafal Alquran dimuliakan oleh Allah SWT, maka jika sampean tak menghormati saya, gak apa-apa! Kalau melihat wajah sampean, saya kok curiga sampean orang bodoh,” dan beberapa pernyataan beliau yang serupa.
Dalam kajian lain, Gus Baha tengah menjelaskan tentang betapa sombongnya orang yang terus mengingat-ngingat kesalahannya lebih dari ia mengingat kebaikan dalam dirinya.
Padahal kata santri kinasih Mbah Moen ini, rahmat Allah SWT kadang datang dalam wujud-wujud yang sederhana.
“Hari ini kamu tidur dan terhindar dari zina, kamu minum dan nggak nyabu, dikasih kesabaran waktu ketemu orang macam-macam di jalan, itu semua rahmat dari Allah. Lha kok kamu malah ingat keburukanmu terus seakan-akan Allah nggak pernah nolongin kamu,” jelasnya.
Jadi pada intinya kita diingatkan supaya jadi manusia yang tidak terus-terusan mengingat kesalahan atau dosa-dosanya semata. Seraya melupakan bahwa rahmat Allah itu nggak terbatas dan bisa kita temukan di mana-mana.
Gus Baha menyimpulkan, jika kita hanya mengingat dosa terus-menerus yang diibaratkan, ketika teman kita sudah mengangkat kita dari jurang. Tetapi kita terus trauma dan masih larut dalam kesedihan berada di dalam jurang. Dan bukannya berterima kasih kepada teman yang sudah menyelamatkan mengangkat kita dari jurang, lalu mengajak ngopi bersama.
"Jika seperti itu terus, lantas kapan kita bersyukur. Itulah yang disebut dengan mengingat-ingat dosa adalah sombong. Sebagaimana Mazhab Abu Hasan Assyadzili," terangnya.