“Jangan asal melepas ikan, pastikan ikan yang dilepas adalah ikan asli perairan setempat. Jangan ikan invasif,” tegas Salim.
Salim pun mengaku menghormati kepercayaan ritual buang sial dengan melepas hewan air terutama ikan.
Namun yang ditekankan, ikan yang dilepas wajib ikan yang biasa ditemui di perairan itu.
Sebab jika tidak, kemungkinan justru menimbulkan bencana ekosistem.
“Ikan yang invasif akan memakan ikan asli. Kehidupan air yang tadinya seimbang, akhirnya ada kemungkinan jenis hewan yang punah,” paparnya.
Salim mencontohkan pelepasan ikan red devil atau iblis merah di Waduk Wonorejo yang kini menjadi hama.
Ikan invasif ini juga berasal dari ritual melepas sial.
Selain ikan pari, WWI juga menemukan ikan jaguar di Sungai Brantas.
Ikan ini diduga dari penghobi yang bosan dengan peliharaannya, lalu dilepas di Sungai Brantas.
Salim mengingatkan, buah penghobi ikan impor agar tidak melepas ikannya di perairan Indonesia.
Jika memang sudah bosan atau tidak bisa memberi makan, lebih baik dimusnahkan.
“Kelihatannya lebih manusiawi, dari pada dimusnahkan lebih baik dilepas. Padahal itu jauh lebih berbahaya, karena merusak ikan asli Indonesia,” ucapnya.
Lanjutnya, jika penghobi tidak tega memusnahkan ikannya, maka para aktivis lingkungan siap melakukannya.
Pilihan ini diambil demi melindungi perairan Indonesia dari ikan invasif yang merusak.