Pemilu 2024

Wawan Sobari: Pemilu Proporsional Tertutup Tidak Mencerminkan Kedaulatan Rakyat

Penulis: Benni Indo
Editor: Dwi Prastika
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengajar politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Brawijaya Malang, Wawan Sobari, menjelaskan tentang sistem proporsional tertutup, Senin (29/5/2023).

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Benni Indo

TRIBUNJATIM.COM, MALANG - Pernyataan pakar hukum tata negara, Deny Indrayana bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan pemilu dengan proporsional tertutup memantik banyak komentar masyarakat dan politisi.

Sebelumnya, PDI Perjuangan (PDIP) telah mengusulkan penggunaan sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024 ke MK.

Sistem pemilihan proporsional tertutup diprediksi akan melanggengkan hegemoni partai politik terhadap calon legislatif.

Partai politik akan memiliki kendali yang cukup luas untuk menentukan orang-orang di legislatif.

Dampaknya, orientasi kedaulatan rakyat sebagai pemilih akan berubah, karena pemilih tidak bisa lagi menentukan sosok pilihannya.

Hal itu diutarakan pengajar politik dari Universitas Brawijaya Malang, Wawan Sobari.

Menurutnya, sistem proporsional tertutup membuat popularitas calon legislatif di tengah masyarakat tidak terlalu diperhitungkan.

Hegemoni partai pada sistem proporsional tertutup sangat kuat.

"Saya pikir kalau pemilu tertutup, akan ada reaksi keras dari kalangan fraksi di DPR yang tidak setuju dengan usul PDI Perjuangan itu. Mengapa begitu, karena dengan proporsional terbuka itulah, delapan partai yang menolak mendapatkan suara. Artinya, sistem proporsional terbuka itu mengedepankan figur, bukan mengedepankan partai. Sementara tertutup, memilih partai dengan nomor urut calon yang ditentukan partai politik," ujarnya, Senin (29/5/2023).

Baca juga: Nyaleg DPR RI di Pemilu 2024, Crazy Rich Surabaya Ini Bertekad Benahi UMKM dan Perekonomian

Wawan Sobari menegaskan, prinsip pemilu adalah mewujudkan kedaulatan rakyat sebagai pemilih yang memiliki kekuasaan otentik. Jika terjadi perubahan sistem ke proporsional tertutup, Wawan berpendapat hal itu adalah sebuah kemunduran. Argumentasi kedaulatan rakyat tidak tercermin pada pemilihan proporsional tertutup.

Proporsional tertutup lebih mengedepankan kedaulatan partai daripada pemilih atau rakyat. Akhirnya semua diserahkan ke partai untuk menentukan anggota legislatifnya.

"Bukan rakyat yang memilih. Risiko money politic memang tinggi pada sistem proporsional terbuka, tapi bukan berarti di sistem proporsional tertutup pun tidak ada cara seperti itu. Apakah untuk mendapatkan nomor urut satu murni kompetensi, murni kinerja dan kontribusi ke partai politik?" tanya Wawan.

Idealnya, pertarungan calon legislatif untuk mendapatkan dukungan dari pemilih harus terbuka.

Popularitas yang didulang oleh calon legislatif memiliki arti bahwa sosoknya dikenal publik karena kinerjanya. Kerja-kerja politik yang nyata untuk rakyat berkolerasi dengan tingkat keterpilihan dan popularitas.

Baca juga: Reaksi PDIP Jatim soal Cuitan Denny Indrayana Tentang Putusan Sistem Pemilu: Isu yang Meresahkan

"Ya idealnya adalah pertarungan yang populer di masyarakat karena populer itu artinya dia bekerja untuk rakyat. Yang bagus itu adalah punya kerja-kerja untuk rakyat. Sebenarnya pilihan terbuka dan tertutup itu kembali ke partainya. Kalau tertutup itu untuk meningkatkan kualitas anggota dan kinerja ya silakan, tapi problemnya, partai mana di Indonesia ini yang memiliki mekanisme objektif, sistem merit untuk menentukan posisi strategis di partai. Menurut saya tidak ada. Misal saya legislator, melakukan terobosan-terobosan, apakah itu jadi jaminan akan jadi nomor urut satu ketika pemilu proporsional tertutup?" urainya.

Berdasarkah hasil penelitian yang diketahui oleh Wawan, praktik kewirausahaan legislatif tidak berkorelasi dengan terpilihnya kembali sosok politisi, tapi berkolerasi terhadap jabatan di partai dan DPR.

Kewirausahaan legislatif atau legislative entrepreneurship adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan legislator untuk membangun koalisi dalam membentuk UU dan berupaya menggabungkan berbagai masukan dan isu guna memengaruhi hasil legislasi.

"Jadi politisi itu belum tentu dipilih kembali oleh rakyat. Jadi memang risiko dari proporsional tertutup adalah hegemoni partai politik terhadap calon legislatif, karena belum punya merit sistem yang baik," tegasnya.

Baca juga: PKB Jatim: Semua Dapil Jadi Fokus Konsentrasi untuk Raih Kemenangan Kursi DPRD di Pemilu 2024

Ia mengajak masyarakat untuk pandai memilih. Jikalau nanti proporsional tertutup dijalankan, ia menyarankan agar pemilih memilih partai yang menyuarakan kepentingan mereka, bukan anggota yang menyuarakan kepentingan, karena sistem pemilu tertutup bertumpu pada partai politik.

"Lantas juga bagi saya penting yakni partai politik yang berpolitik bersih. Meski itu sulit, tapi itu memang tuntutan. Kalau misal bersih sulit, ya kinerjalah. Jadi misalkan betul-betul, ketika naik, berinisiatif mendorong kebijakan yang berpihak pada rakyat," sarannya.

Berita Terkini