TRIBUNJATIM.COM - Kini nama organisasi Paspampres sedang tercoreng akibat kasus yang melibatkan seorang anggotanya.
Pasukan Pengamanan Presiden atau Paspampres sedang menjadi sorotan.
Hal itu setelah terungkap insiden tiga anggota TNI ditahan karena diduga menganiaya warga sipil asal Aceh bernama Imam Masykur, hingga tewas.
Yang membuat miris, para pengawal presiden itu disebut melakukan pemerasan sebelum membunuh.
Insiden tersebut bahkan mendapat sorotan khusus dari Panglima TNI Laksamana Yudo Margono yang tak ingin anggotanya itu dipertahankan.
Dikutip Tribun Jatim dari Kompas TV, atas insiden tersebut, Danpaspampres Mayjen Rafael Granada Baay mengeluarkan pernyataan sikap. Berikut isinya:
1. Terkait kejadian penganiayaan di atas, saat ini pihak berwenang yaitu Pomdam Jaya sedang melaksanakan penyelidikan terhadap dugaan adanya keterlibatan anggota Paspampres dalam tindak pidana penganiayaan.
2. Terduga saat ini sudah ditahan di Pomdam Jaya untuk diambil keterangan dan kepentingan penyelidikan.
3. Apabila benar-benar terbukti adanya anggota Paspampres melakukan tindakan pidana seperti yang disangkakan di atas, pasti akan diproses secara hukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
4. Kami mohon doanya semoga permasalahan ini dapat segera diselesaikan.
Nama Pasukan Pengamanan Presiden atau Paspampres, kini sedang jadi perbincangan setelah salah satu anggotanya diduga menyiksa warga sipil, Imam Masykur, hingga tewas.
Pasukan yang bertugas menjaga presiden dan keluarganya ini, terbentuk di awal kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu 3 Januari 1946, seperti dikutip jatim.tribunnews.com dari Kompas TV
Tanggal tersebut sebenarnya hari ketika Presiden Soekarno dan wakilnya, Mohammad Hatta, menuju Yogyakarta karena kondisi Jakarta yang tidak aman setelah proklamasi dibacakan.
NICA (Netherland Indies Civil Administration) saat itu melancarkan serangan dan teror bertubi-tubi terhadap tokoh-tokoh republik.
Adinegoro, wartawan Pewarta Deli, saat tiba dari Medan menyebut kondisi Jakarta kala itu, "Bukan suasana kemerdekaan."
Dia menggambarkan kekacauan yang dilakukan para tentara NICA di Jakarta. Teror dan saling serang terjadi antara tentara sekutu dan para pemuda di Jakarta.
Tercatat pada 20 Desember 1945 pukul 12 siang, rumah Perdana Menteri Sjahrir diobrak-abrik tujuh anggota NICA.
Baca juga: Ibu Pemuda Aceh Tewas Dianiaya Paspampres Ngadu ke Jokowi, Nyawa Anak Dirampas: Apa Salah Anak Saya
Tak menemukan Sjahrir di rumahnya, para tentara tersebut mencegatnya di jalanan. Kala itu, Sjahrir yang tak punya pengawal, menyetir sendiri mobilnya.
Siang itu, tiba-tiba lima serdadu menyetop dan melepaskan tembakan ke arahnya. Beruntung, tembakan itu hanya mengenai kap mobil. Sjahrir pun terus melaju ke rumahnya di Jalan Jawa no.61.
Sehari sebelumnya, mobil profesor Soepomo yang ada di halaman rumahnya, digedor-gedor serdadu Belanda pada tengah malam.
Kemudian wartawati Herawati Diah ditangkap dan diperiksa, tapi kemudian dilepas kembali.
Pada 28 Desember 1945, Belanda menembaki mobil Menteri Penerangan Amir Sjarifuddin. Tidak hanya itu, pada akhir tahun 1945 itu, semua instansi yang mengurus layanan umum seperti listrik, air minum dan dan telepon, diambil alih NICA.
Bahkan, pada 29 Desember, kepolisian Indonesia di Jakarta dibubarkan dan dibentuk korps baru bernama Civilian Police (CV) yang anggotanya terdiri dari warga pribumi, Belanda, dan Inggris.
Baca juga: Hotman Paris Yakin Bantu Ortu Korban Dugaan Penganiayaan Paspampres ke Pemuda, Langsung Kebaca
"Keadaan makin hari makin sesak rasanya. Pertanyaan timbul di kepala para pemimpin Indonesia, apakah Belanda mau menyingkirkan pemimpin-pemimpin Republik supaya dapat menancapkan kekuasaan penjajahannya?" tanya wartawan Rosihan Anwar dalam bukunya, Kisah-Kisah Jakarta setelah Proklamasi.
Adalah Tan Malaka yang mengadakan pertemuan dengan Soekarno. Dia menyarankan Soekarno dan Hatta segera pindah, sebab berbahaya bila mereka tetap di Jakarta.
Nah, kepindahan Soekarno dan Hatta ke Yogyakarta dirahasiakan dan dikawal ketat.
Dalam suasana diliputi rahasia, Soekarno dan Hatta pun berangkat meninggalkan Jakarta pada Kamis malam, 3 Januari 1946.
Dalam misi ini, ada delapan pemuda yang sejak Indonesia merdeka mengajukan diri sebagai pengawal Bung Karno, langsung menyiapkan segala sesuatunya.
Baca juga: Yuni Nangis Peluk Peti Imam Masykur yang Dibunuh Paspampres, Begitu Cepat Sayang, Mohon Keadilan
Delapan pengawal inilah yang kemudian berjasa dalam keberhasilan operasi senyap itu, hingga bisa membawa Presiden Soekarno tiba di Yogyakarta dengan selamat pada 4 Januari 1946.
Menurut catatan Rosihan Anwar, kereta api yang membawa Soekarno dan Hatta berhenti di belakang rumah presiden di Jalan Pegangsaan Timur 56. Setelah rombongan naik, kereta bergerak ke Yogyakarta.
Dicukil dari buku 70 Tahun Paspampres, selain Soekarno dan Hatta beserta keluarga, ada pula jajaran menteri, staf, dan keluarga mereka.
Perjalanan kereta ini ternyata di luar jadwal kereta yang ada. Perjalanannya dirahasiakan, pengamanan dilakukan ekstra ketat. Tak hanya di dalam kereta, pengamanan juga dilakukan di jalur jalan raya yang bersinggungan dengan jalur kereta.
Keberhasilan memindahkan para pemimpin republik dalam kondisi negara yang morat-marit itulah yang dijadikan hari jadi Paspampres.
Tapi apa sebenarnya tugas Paspampres?
Dilansir laman Pejabat Pengelola dan Dokumentasi TNI, Paspampres memiliki tugas pokok yaitu "melaksanakan pengamanan fisik langsung jarak dekat setiap saat dan dimana pun berada kepada Presiden RI, Wakil Presiden RI, dan Tamu Negara setingkat Kepala Negara/Pemerintahan beserta keluarganya, serta tugas protokoler khusus pada upacara-upacara kenegaraan yang dilakukan baik di lingkungan Istana Kepresidenan maupun di luar lingkungan Istana Kepresidenan dalam rangka mendukung tugas pokok TNI."
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2013 tentang Pengamanan Presiden dan Wakil Presiden, Mantan Presiden dan Mantan Wakil Presiden Beserta Keluarganya Serta Tamu Negara Setingkat Kepala Negara/Kepala Pemerintahan, pada BAB II, Pasal 3, disebutkan bahwa:
1. Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya mendapatkan Pengamanan.
2. Pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan selama berada di dalam negeri dan luar negeri.
3. Keluarga Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
- istri atau suami Presiden dan Wakil Presiden;
- anak Presiden atau Wakil Presiden; dan
- menantu Presiden atau Wakil Presiden.
- Pengamanan Presiden dan Wakil Presiden beserta istri atau suami meliputi:
a. Pengamanan pribadi;
b. Pengamanan instalasi;
c. Pengamanan kegiatan;
d. Pengamanan penyelamatan;
e. Pengamanan makanan;
f. Pengamanan medis;
g. Pengamanan berita; dan
h. Pengawalan.
5.Pengamanan anak dan menantu Presiden dan Wakil Presiden meliputi:
a. Pengamanan pribadi;
b. Pengamanan kegiatan; dan
c. Pengawalan.
Berita viral lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com