Laporan Wartawan TribunJatim.com, Fikri Firmansyah
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Guru Besar Universitas Airlangga (UNAIR) memberikan tanggapan manuver politik Kaesang Pangarep Menjadi Ketua Umum (ketum) Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Sebelumnya, geliat pergerakan partai politik menunjukan perubahan yang cukup signifikan.
PSI memilih Kaesang Pangarep, anak Presiden Jokowi sebagai Ketua Umum (ketum). Kaesang resmi mengemban mandat tersebut pada Senin (25/9/23) lalu.
Tentunya, hal tersebut menjadi topik pembicaraan publik. Terlebih, selama ini keluarga Jokowi bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Menurut Prof Dra Rachmah Ida M Com PhD, Guru Besar Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNAIR, hal tersebut sah-sah saja.
Meskipun, rekam jejak Kaesang selama ini belum berafiliasi dengan partai manapun dan pada akhirnya, Kaesang mengawali karir politik dengan bergabung ke PSI.
"Iya, sah-sah saja, karena merupakan hak individu dalam memilih pandangan politik," ujar Prof Ida, Rabu (3/10/23).
Baca juga: PSI Diserbu Kader Baru, Buntut Kaesang Jadi Ketum, Suara Muda Mojokerto Raya Siap Direbut
Manuver Politik Kaesang
Prof Ida menilai bahwa manuver politik dengan Kaesang bergabung PSI karena kecocokan pandangan politik.
Terlebih, selama ini, PSI adalah partai yang identik dengan anak muda. Selain itu, PSI juga berkesempatan mendulang suara pemilih dari pemilih muda bagi konstituen. Kepemimpinan Kaesang dengan gaya yang merangkul milenial dan gen Z terasa lebih mudah mengambil suara pemilih muda.
“Melihat PSI sebagai partai kecil dan baru. Kaesang bisa menjadi magnet untuk suara pemilih muda. Terlebih saat ini banyak gen Z yang menilai politik dengan apatis,” jelasnya.
Baca juga: Jadi Ketum PSI, Kaesang Pangarep Bakal Temui Presiden Jokowi, Grace Natalie: Dengar Wejangan
Tudingan Politik Dinasti
Tudingan politik dinasti kerap mengiringi langkah Kaesang. Perihal hal ini, Prof Ida menjelaskan bahwa keterlibatan Kaesang dalam partai politik bukan bagian dari politik dinasti. Selama ini anak dan menantu Jokowi mendapatkan jabatan bukan dari keputusan sepihak. Melainkan Gibran dan Bobby sama-sama berkompetisi dalam pilkada untuk mendapatkan suara rakyat.
“Artinya suara dari rakyat, kedaulatan berasal dari suara rakyat bukan lewat utusan Jokowi sebagai presiden yang menunjuk Gibran dan Bobby,” jelasnya lagi.