Sejak itu pula, bantuan sosial dari pemerintah kepada keluarga Sasmiati terputus. Karena, setelah ibunya pindah ke Kalimantan, kartu keluarga Sasmiati dan Warti (ibunya) pisah.
"Dulu Sasmiati satu KK dengan ibunya, Warti. Karena ibunya pindah ke Kalimantan, KK-nya dipisah, akhirnya (Sasmiati) tidak dapat bantuan," ujar Mujiadi.
Baca juga: Kisah Nenek Hadijah Penjual Sapu Lidi, Tinggal Sendiri di Gubuk Beralas Plastik, Suami Minggat
Ketika masih satu KK dengan ibunya, keluarga Sasmiati terdaftar penerima bantuan sosial PKH.
Namun, setelah pisah KK dengan ibunya, keluarga Sasmiati belum terdaftar lagi sebagai penerima bantuan sosial.
"Kemarin desa juga masih ragu untuk memberikan bantuan BLT, karena khawatir dobel penerima bantuan. Karena kami juga belum kroscek statusnya," katanya.
Menurutnya, selama ini keluarga Sasmiati hidup dari bantuan tetangga.
Selain itu, anak pertama Sasmiati, Guruh Rahayu ikut kerja di persewaan sound system milik tetangganya.
Karena tahu kondisi Guruh, pemilik persewaan sound system tidak memberikan semua gaji berapa uang kepada Guruh.
Biasanya, sebagian gaji diberikan berupa sembako dan langsung diserahkan kepada Sasmiati.
"Kalau gajian tidak dikasihkan ke anaknya uang full, sebagian dibelikan beras. Karena kalau diberikan uang full dihabiskan anaknya. Dari Lazisnu Desa Pagerwojo juga rutin memberikan bantuan ke keluarga Sasmiati tiap bulan," ujarnya.
Sedang dua anak perempuan Sasmiati, masih sekolah di SLB Kesamben.
Tiap hari, kedua anak perempuan Sasmiati jalan kaki dari rumah ke sekolah.
"Dua anak perempuannya tiap hari jalan kaki dari rumah ke sekolah. Kami suruh naik ojek mereka juga tidak mau," katanya.
Baca juga: Dituduh Maling Bakpia, Nenek Pemulung Nyaris Diamuk Massa, Polisi Kasihan Korban Tinggalnya di Gubuk
Menurutnya, Sasmiati sebenarnya punya saudara satu desa tapi beda RT di Desa Pagerwojo.
Tetapi, saudara Sasmiati statusnya juga janda.