Saat ini, kata Nurani, ia sudah memiliki tiga orang anak.
"Semuanya ada tiga anak, tapi meninggal satu saat masih kecil," ujar Nurani.
Baca juga: Pesan Menyentuh Anak Lihat Ibunya Nikah Lagi di Usia 70 Tahun, Awalnya Tak Setuju, Jodoh Biarlah
Pasar Jodoh sendiri berada di wilayah Desa Parean Girang, Kecamatan Kandanghaur, tepatnya di samping Alun-alun Kandanghaur Indramayu, Jawa Barat.
Namun jangan salah persepsi, pasar jodoh bukan berarti gadis atau pemuda dijajakan layaknya berjualan di pasar.
Tempat tersebut adalah pusat pertemuan, baik laki-laki maupun perempuan, yang hendak menimba air sumur.
Berawal dari perkenalan, saling memantapkan niat, hingga akhirnya mereka memutuskan untuk menikah.
Menurut dia, puncak keramaian Pasar Jodoh terjadi sekitar tahun 90-an.
Pasar Jodoh ini oleh masyarakat setempat lebih dikenal dengan istilah 'jaringan', yakni tradisi untuk menjaring pasangan hidup.
"Di sini memang ajang pertemuannya laki-laki dan perempuan. Apalagi kalau terang bulan, kan nelayan-nelayan pada balik dari melaut," ujar Nurani kepada Tribun Cirebon, Minggu (31/12/2023).
Menurut Nurani, para gadis juga banyak yang ke luar rumah dan berkumpul di lokasi setempat.
Menurut cerita sejarah, kata Nurani, tradisi jaringan bermula dari kemarau panjang, sehingga membuat Pangeran Dryantaka membuat sumur sebagai sumber mata air.
Sumur bernama Temenggung tersebut konon tidak pernah kering.
Masyarakat pun boleh mengambil air sumur tersebut untuk kebutuhan sehari-hari.
Di sana, masyarakat, baik perempuan maupun laki-laki, saling bertemu untuk mengambil air hingga terjadi perkenalan.
Belakangan, dari tujuan awal datang untuk menimba air sumur, diketahui berubah menjadi mencari jodoh.