Arti Kata

Arti Kata Ndasmu Etik! dalam Bahasa Jawa, Ucapan Prabowo yang Bikin Heboh, Ini Makna Sebenarnya

Editor: Elma Gloria Stevani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Simak arti kata ndasmu etik, kosakata atau istilah Jawa yang dianggap sebagai candaan Prabowo Subianto.

Supardjo menjelaskan, bahasa Jawa memiliki kata-kata yang digunakan sesuai dengan tingkatan sopan santun saat seseorang berbicara dengan orang lain.

Sedangkan "ndas" merupakan kata dalam bahasa Jawa ngoko yang memiliki tingkatan paling rendah.

Sementara kepala di tingkat kedua biasa disebut "sirah" dalam bahasa Jawa krama, sedangkan di tingkat teratas atau bahasa Jawa krama inggil kepala bisa disebut dengan "mustaka".

Penggunaan ndas dalam bahasa Jawa ngoko

Supardjo mengatakan, kata-kata dalam bahasa Jawa ngoko, seperti "ndas" umumnya digunakan untuk menyebut hewan, anak-anak, atau orang yang berusia lebih muda.

Sedangkan kata-kata bahasa Jawa krama dan krama inggil dipakai kepada orang yang lebih tua.

"Diksi di dalam penggunaannya sesuai dengan unggah-ungguh (sikap sopan santun). Penggunaannya yang akan membedakan nanti," tegasnya.

Berkaitan dengan ndasmu etik, Supardjo mengartikan kata tersebut bisa digunakan untuk candaan atau ejekan terhadap etik atau etika.

Kata ndas bermakna kasar

Terkait penggunaan kata "ndas", Supardjo mengakui kata tersebut sering dianggap memiliki makna kasar dan digunakan untuk mengatai seseorang.

Menurutnya, orang Jawa memiliki kebiasaan menggunakan nama anggota tubuh bagian leher ke atas dalam bahasa Jawa ngoko untuk menunjukkan hal yang tidak baik.

Sebaliknya, anggota tubuh seperti tangan dan kaki jarang digunakan untuk mengatai orang lain.

"Itu bila disampaikan (dalam) bahasa ngoko nada tinggi berkonotasi tidak enak, tidak baik, kasar," ujar dia.

Dia menyoroti kata tersebut hanya berarti negatif ketika disampaikan dengan nada dan intonasi yang tinggi, ekspresi kasar, ataupun dalam konteks negatif.

Kata tersebut juga bermakna negatif ketika disampaikan untuk menangkal kritikan, dikatakan langsung ke orang yang memberikan kritikan, dan disampaikan dengan nada kasar.

"Kalau langsung pada yang mengkritik atau mengolok, menunjuk nama, itu jelas berkonotasi kasar," lanjut Supardjo.

Namun kata tersebut bisa bermakna positif jika diucapkan di antara teman sebaya, sesuai konteks untuk candaan, dan dengan intonasi yang baik.

Halaman
123

Berita Terkini