Arti Kata

Arti Kata Ndasmu Etik! dalam Bahasa Jawa, Ucapan Prabowo yang Bikin Heboh, Ini Makna Sebenarnya

Editor: Elma Gloria Stevani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Simak arti kata ndasmu etik, kosakata atau istilah Jawa yang dianggap sebagai candaan Prabowo Subianto.

TRIBUNJATIM.COM - Dalam bahasa Jawa, dikenal ada tiga kasta, yaitu ngoko, krama, dan krama inggil.

Kata ndas 'kepala' berada pada tingkat terendah (ngoko).

Pada tingkat krama disebut sirah dan tingkat krama inggil disebut mustaka.
 
Yang menarik, orang Jawa gemar menggunakan kosakata anggota tubuh leher ke atas dalam kasta ngoko untuk memaki, mengejek, atau sekadar bercanda.

Contohnya, motomu 'matamu', irungmu 'hidungmu', lambemu 'bibirmu', dan sebagainya.
 
Untuk memaknai sebuah kata itu ejekan, makian, atau sekadar candaan, secara sederhana kita bisa lihat mimik wajah dan gestur tubuh serta konteks kata tersebut diucapkan.

Yang jelas, ketika sebuah kata diucapkan dengan nada marah dan jengkel, terlebih disertai konteks yang dijelaskan langsung oleh penuturnya, kecil kemungkinan itu sebagai candaan.

Meski, kata tersebut mengundang gelak tawa pendukungnya.

Seperti yang bisa kita lihat dari video pernyataan Prabowo saat menghadiri acara internal Partai Gerindra.

"Bagaimana perasaan Mas Prabowo soal etik? etik, etik, etik. Ndasmu etik (etik kepalamu)," kata Prabowo dalam video viral tersebut. 

Pernyataan "ndasmu etik" disebut-sebut mengomentari pertanyaan capres nomor urut 1 Anies Baswedan yang menanyakan soal etika dalam debat capres pada Selasa (12/12/2023).

Terkait video ucapan "ndasmu etik" tersebut, Prabowo mengatakan hal itu disampaikan dalam pembicaraan bersama keluarga atau internal Partai Gerindra.

"Itu di antara keluarga kita bicara dan itu kan bicara orang Banyumas biasalah bicara-bicara begitu," ucap Prabowo, diberitakan Kompas.com, Minggu (17/12/2023).

Prabowo juga meminta agar ucapan "ndasmu etik" itu tidak perlu terlalu dibesar-besarkan media.

Lalu, apa sebenarnya arti kata "ndasmu etik" dan makna konotasi dari perkataan tersebut?

Berikut arti kata ndasmu etik menurut ahli filologi Jawa

Ahli filologi bahasa Jawa dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Supardjo menjelaskan, kata ndas memiliki arti kepala dalam bahasa Jawa.

"Iya, kata ndas artinya kepala," ujarnya kepada Kompas.com, Senin (18/12/2023).

Supardjo menjelaskan, bahasa Jawa memiliki kata-kata yang digunakan sesuai dengan tingkatan sopan santun saat seseorang berbicara dengan orang lain.

Sedangkan "ndas" merupakan kata dalam bahasa Jawa ngoko yang memiliki tingkatan paling rendah.

Sementara kepala di tingkat kedua biasa disebut "sirah" dalam bahasa Jawa krama, sedangkan di tingkat teratas atau bahasa Jawa krama inggil kepala bisa disebut dengan "mustaka".

Penggunaan ndas dalam bahasa Jawa ngoko

Supardjo mengatakan, kata-kata dalam bahasa Jawa ngoko, seperti "ndas" umumnya digunakan untuk menyebut hewan, anak-anak, atau orang yang berusia lebih muda.

Sedangkan kata-kata bahasa Jawa krama dan krama inggil dipakai kepada orang yang lebih tua.

"Diksi di dalam penggunaannya sesuai dengan unggah-ungguh (sikap sopan santun). Penggunaannya yang akan membedakan nanti," tegasnya.

Berkaitan dengan ndasmu etik, Supardjo mengartikan kata tersebut bisa digunakan untuk candaan atau ejekan terhadap etik atau etika.

Kata ndas bermakna kasar

Terkait penggunaan kata "ndas", Supardjo mengakui kata tersebut sering dianggap memiliki makna kasar dan digunakan untuk mengatai seseorang.

Menurutnya, orang Jawa memiliki kebiasaan menggunakan nama anggota tubuh bagian leher ke atas dalam bahasa Jawa ngoko untuk menunjukkan hal yang tidak baik.

Sebaliknya, anggota tubuh seperti tangan dan kaki jarang digunakan untuk mengatai orang lain.

"Itu bila disampaikan (dalam) bahasa ngoko nada tinggi berkonotasi tidak enak, tidak baik, kasar," ujar dia.

Dia menyoroti kata tersebut hanya berarti negatif ketika disampaikan dengan nada dan intonasi yang tinggi, ekspresi kasar, ataupun dalam konteks negatif.

Kata tersebut juga bermakna negatif ketika disampaikan untuk menangkal kritikan, dikatakan langsung ke orang yang memberikan kritikan, dan disampaikan dengan nada kasar.

"Kalau langsung pada yang mengkritik atau mengolok, menunjuk nama, itu jelas berkonotasi kasar," lanjut Supardjo.

Namun kata tersebut bisa bermakna positif jika diucapkan di antara teman sebaya, sesuai konteks untuk candaan, dan dengan intonasi yang baik.

"Bisa juga bermakna akrab, (diucapkan di antara) teman lama, situasi tidak ada saling serang, bercanda," lanjutnya.

Di sisi lain, Supardjo mengungkapkan kata-kata dalam bahasa Jawa memang bisa memiliki makna yang berbeda jika diucapkan dalam konteks tertentu meski memiliki tulisan dan diucapkan dengan cara yang sama.

Artikell ini telah tayang di Kompas.com

Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunJatim.com

Berita Terkini