Disampaikannya, karena kebutuhan, rumah itu dijual dengan harga yang jauh di bawah harga pasar. Hingga akhirnya ada yang mau membeli dengan harga Rp 135 juta.
"Hanya DP Rp 30 juta. Setelah itu, ibu saya jual beberapa perhiasan sekitar 5 juta. Sejumlah itu saya serahkan ke saudara saya, Yasin," tambahnya.
Dikatakan dia, Yasin ini yang dipercaya keluarga untuk berkomunikasi dengan advokat tersebut, dengan nominal uang Rp 35 juta.
"Bahkan, di suatu sidang, saya juga menemui advokat tersebut untuk memastikan uang itu diterima atau belum, dan saat saya konfirmasi, jawabnya sudah," imbuhnya.
Ia meyakini, nominal uang tersebut bisa digunakan sebagai alas atau dasar untuk menjadikan ancaman keponakannya lebih ringan.
"Karena ada permintaan dari Yasin setelah berkomunikasi dengan advokat. Uangnya untuk mengamankan jaksa dan hakim agar ancaman hukumannya lebih ringan," tandasnya.
Hanya saja, kata dia, sampai sidang putusan, keponakannya tetap dijatuhi hukuman yang berat, yakni tetap 10 tahun penjara dari tuntutan 14 tahun.
"Harusnya bisa lebih ringan putusannya. Tapi, saat saya minta tanggapannya, putusan ini jauh lebih ringan dari pada tuntutan jaksa," ungkapnya.
Kr menyesalkan hal ini.
Ia mengaku hanya ingin mencari keadilan untuk keponakannya. Ia tidak ingin dipermainkan seperti ini, karena keluarga sudah terlalu berharap.
"Jujur ya kecewa, bukan hanya saya tapi keluarga. Sudah habis-habisan semua kemarin, sampai jual rumah di bawah harga pasar," tegasnya.
Sekadar informasi, Posbakum adalah layanan hukum yang ada di pengadilan tingkat pertama untuk memberikan informasi, konsultasi, dan advis hukum.
Layanan ini bertujuan untuk menjamin hak masyarakat untuk mendapatkan akses keadilan, mewujudkan hak konstitusional warga negara.
Serta, menjamin kepastian penyelenggaraan bantuan hukum di Indonesia. Yang berhak menerima jasa Posbakum adalah yang tidak mampu membayar jasa advokat.
Terutama perempuan, anak-anak, dan penyandang disabilitas. Posbakum ini diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2014.