Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA- Terungkap alasan para ASN Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo enggan menolak pemotongan insentif yang dilakukan kedua terdakwa kasus pemotongan insentif ASN BPPD Sidoarjo, hingga menyeret Eks Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor.
Ternyata, para ASN yang menjadi staf dalam bagian instansi pajak tersebut, merasa ketakutan disebut tidak loyal kepada para pimpinan, dan berpotensi dimutasi atau dipindahkan tugas ke dinas lain.
Hal tersebut diungkap oleh seorang staf BPPD Sidoarjo, Rizky Norma, dihadapan majelis hakim dalam sidang lanjutan atas terdakwa Eks Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono, dan Eks Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD Sidoarjo, Siska Wati, pada Senin (29/7/2024).
Fakta tersebut tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Saksi Rizky yang dibacakan oleh JPU KPK.
"BAP 15: saya tetap membayar karena takut dianggap tidak loyal, karena nanti bisa dipindah ke dinas lain, kalau tidak loyal. Apalagi di sini dinasnya dapat insentif besar," ujar anggota JPU KPK, saat membacakan BAP Saksi Rizky Norma dihadapan majelis hakim.
Baca juga: Sidang Pemotongan Dana Insentif ASN Sidoarjo, JPU Jengkel Saksi Berbelit Jawab Pertanyaan Sederhana
Meksipun, ia tidak secara lugas mengulang beberapa detail kalimat yang dibacakan JPU tersebut.
Saksi Rizky Norma tak menampik fakta tertulis yang pernah disampaikannya dalam BAP selama penyidikan tersebut.
Bahkan, ia menambahkan, anehnya pemotongan insentif tersebut tidak berlaku kepada Terdakwa Ari Suryono, sang kepala BPPD Sidoarjo, kala itu. Dan ia juga tidak mengetahui alasannya.
"Insentifnya Pak Ari tidak dipotong, tidak tahu alasannya," ujar Saksi Rizky Norma.
Saksi Rizky Norma menceritakan, dirinya memang diperintah untuk mengambil hasil pemotongan uang insentif para ASN di dalam bidangnya pada tahun 2021.
Mengenai jumlah besaran potongannya, ia tidak mengetahui. Yang jelas, masing-masing kepala ASN, berbeda jumlah potongannya.
Baca juga: Terungkap Pengunaan Dana Pemotongan Insentif ASN BPPD Sidoarjo, untuk Kegiatan Gus Muhdlor
Hanya saja, lanjut Saksi Rizky Norma, tidak ada aturan atau skema yang pasti terkait penentuan jumlah potongan insentif tersebut.
Apalagi dasar hukumnya. Bahkan SK Bupati Sidoarjo pun, menurut Saksi Rizky Norma, juga tidak ada.
"Kalau potongan sebelum tahun 2021, saya beserta atasan, saya diperintahkan, saya enggak ingat pastinya, gak ada rumusan resminya (jumlah potongan). Kalau siapa saja dan dasarnya apa, saya enggak tahu. Aturan resmi potongan dari SK Bupati gak ada. Cuma by lisan," jelasnya
Mengenai peruntukan uang potongan insentif tersebut. Saksi Rizky Norma mengaku, tidak mengetahuinya.
Ada yang menyebutkan bahwa uang tersebut dipakai untuk membayar gaji puluhan orang pegawai honorer di lingkungan BPPD Sidoarjo.
Namun, sekali lagi, tugasnya cuma mengumpulkan uang tersebut, lalu diserahkan kepada Terdakwa Siska Wati.
Baca juga: Harta Kekayaan Bupati Sidoarjo, Gus Muhdlor Kini Ditetapkan KPK Jadi Tersangka Korupsi
"Pegawai sudah langsung menyiapkan uang tunai dalam amplop. Ya sudah seperti kebiasaan aja. Penggunaannya gak tahu, setahu saya buat gaji pegawai honorer yang gak ter-cover APBD. Gaji mereka honorer sekitar Rp2juta. Jumlahnya enggak sampai 50 orang pegawai honorer," pungkasnya.
Hal senada juga disampaikan oleh staf lain, Saksi Abidia, bahwa kebijakan pemotongan tersebut sudah dilakukan sejak sebelum kepala BPPD Sidoarjo dijabat oleh Terdakwa Ari Suryono
Namun ia tak menampik, bahwa setelah Ari Suryono menjabat posisi tersebut, dikemudian hari, nyatanya kebijakan pemotongan insentif semacam itu masih tetap berlangsung hingga sebelum peristiwa OTT.
"Masuk 2014, baru dipotong tahun 2020 Waktu itu kami dipotong untuk operasional kantor. Untuk apa potongannya saya tidak tahu. Kebijakan potongan itu sejak pak kaban sebelumnya, yang meninggal dunia. Saat Pak Ari menjabat, tidak ada perubahan kebijakan potongan saat Pak Ari menjabat," kata Saksi Abidia.
Sekadar diketahui, dikutip dari Tribunnews.com, KPK mengungkap modus picik eks Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor yang menyunat gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemkab Sidoarjo.
Ali Fikri, Juru Bicara KPK kala itu, menjelaskan korupsi yang menyeret Gus Muhdlor terungkap setelah KPK menangkap dua anak buah Bupati Sidoarjo tersebut.
Keduanya adalah Siska Wati, yang menjabat Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo dan Kepala BPPD Kabupaten Sidoarjo Ari Suryono.
Ari Suryono diduga berperan memerintahkan Siska Wati untuk melakukan penghitungan besaran dana insentif yang diterima para pegawai BPPD Sidoarjo sekaligus besaran potongan dari dana insentif tersebut.
Pemotongan dana insentif itu, diduga diperuntukkan bagi kebutuhan Ari Suryono dan Gus Muhdlor.
Nah, besaran potongan tersebut, berkisar antara 10-30 persen, sesuai besaran insentif yang diterima.
Agar tak dicurigai, Ari Suryono memerintahkan Siska Wati untuk mengatur mekanisme penyerahan uang terdekat dilakukan secara tunai, dan dikoordinasi oleh setiap bendahara yang telah ditunjuk, yang berada di tiga bidang pajak daerah dan bagian sekretariat.
Ari Suryono disebut aktif melakukan koordinasi dan komunikasi mengenai distribusi pemberian potongan dana insentif pada bupati melalui perantaraan beberapa orang kepercayaan bupati.
Khusus pada tahun 2023, Siska Wati mampu mengumpulkan potongan dan penerimaan dana insentif dari para ASN sejumlah sekitar Rp2,7 miliar.
Kemudian, setelah kasus tersebut masuk dalam meja persidangan, berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan JPU KPK, Terdakwa Ari Suryono dikenakan dakwaan pertama, karena melanggar Pasal 12 huruf F, Jo Pasal 16 UU RI No 20 tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 kesatu Jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Dakwaan Kedua, Ari didakwa melanggar Pasal 12 Huruf E Jo Pasal 18 UU RI 20 Tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 kesatu Jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
"Terdakwa menjabat sebagai kepala BPPD Sidoarjo bersama-sama Gus muhdlor sebagai Bupati Sidoarjo dan juga Siskawati sebagai kepala kepegawaian, meminta menerima atau memotong pembayaran pegawai negeri atau biaya yang lain atau biaya kas umum," ujar JPU KPK Andry Lesmana saat membacakan dakwaan.
JPU KPK Andry Lesmana menyebutkan Terdakwa Ari Suryono melakukan pemotongan insentif sejak triwulan keempat pada tahun 2021 hingga triwulan keempat pada tahun 2023, dengan total keseluruhan Rp8,544 miliar.
Uang tersebut diduga dibagi berdua dengannya Gus Mudlor, dengan rincian Gus Mudlor mendapat Rp1,46 Miliar, sedangkan Terdakwa Ari menerima sebesar Rp7,133 Miliar.
Mengenai modusnya, lanjut Andry, ternyata Terdakwa Ari Suryono menganggap perbuatannya memotong insentif pajak tersebut sebagai hal lumrah karena dimaknai sebagai hutang.
"Seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain memiliki hutang kepadanya padahal diketahui hal tersebut bukan merupakan hutang, seolah-olah para penerima insentif pajak itu memiliki hutang kepada Terdakwa. Padahal Gus Mudlor dan Siska menyebutkan bukanlah hutang," terangnya.