Hingga akhirnya ketika warga diminta untuk menandatangani appraisal di Pemkot Surabaya, Watini bersama Agus datang menjemputnya dengan mobil.
Baca juga: Nasib Janda di Bangkalan, Pedagang Kecil di Wisata Religi Kebobolan Rp20 Juta : Tolong Pak Kapolres
Mereka pulang bersama setelah urusan di Pemkot selesai.
Dalam perjalanan pulang, Watini meminta Sumiyati untuk menyerahkan dokumen appraisal, dengan alasan akan diurus penetapan waris.
"Saya waktu itu percaya aja karena memang salah satu syarat pencairan dana adalah adanya hak waris, sedangkan rumahnya masih atas nama orang tua," ucapnya.
Sekarang, Sumiyati merasa frustasi karena ketika ia meminta kembali surat rumahnya, hanya fotokopi yang diberikan.
Sementara surat asli masih dibawa oleh tetangganya.
Baca juga: 3 Fakta Warga Bundaran Dolog Jadi Miliarder Gegara Proyek Underpass, Ada 27 Persil yang Dibebaskan
Ketika Agus dikonfirmasi mengenai hal ini, ia enggan memberikan jawaban yang jelas dan menyatakan bahwa masalah hak kepemilikan adalah urusan privasi keluarga mereka.
"Benar tidaknya itu tidak penting," ujarnya.
Baca juga: Warga Bundaran Dolog Surabaya Jadi Jutawan, Dapat Ganti Rugi Proyek Underpass, Mulai Kosongkan Rumah
Sementara itu, di tengah kabar bahwa Pemkot Surabaya telah mencairkan dana pembebasan 22 persil lahan di Jemur Gayungan RT 01 RW 03 untuk proyek underpass, muncul fakta bahwa tidak semua warga bernasib sama.
Sebanyak 11 pemilik rumah di sekitar Bundaran Dolog atau Taman Pelangi, termasuk Sumiyati sedang menghadapi sengketa lahan.
Berdasarkan data dari Pengadilan Negeri Surabaya, gugatan tersebut diajukan oleh Musikah.
Musikah mengklaim memiliki lahan seluas 3.116 meter persegi berdasarkan Surat Tanda Hak Milik (STHM) nomor Ka./Agr/627/HM./60.
Meskipun para tergugat awalnya dinyatakan menang, penggugat mengajukan banding.
Informasinya, Musikah masih memiliki hubungan keluarga dengan Watini dan Agus.