TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Suasana haru saat Kejari Surabaya dalam penandatanganan Pakta Integritas Perkara Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, Kamis (5/9/2024).
Dimana dalam agenda yang digelar di Rumah Restorative Justice Omah Rembug Adhyaksa, Gedung Fakultas Unair lantai 3 tersebut mempertemukan bayi yang terlantar pada orang tuanya.
Perkara yang disorot melibatkan sepasang kekasih, Muhammad Haviv Setiadi dan Nurul Afiyah, yang dihadapkan pada situasi tragis.
Keduanya didakwa melanggar UU Perlindungan Anak terkait penelantaran bayi mereka yang baru berusia 3 bulan, setelah mengalami krisis finansial dan ketidakmampuan dalam merawat buah hatinya.
Dengan segala berat hati, mereka meninggalkan bayi tersebut di depan rumah orang tua Muhammad, menyisipkan sepucuk surat yang memohon agar sang bayi tidak diserahkan kepada orang lain.
Baca juga: Belum Ajukan Kasasi, Kejari Surabaya Tunggu Salinan Putusan Bebas Anak Eks Anggota DPR Ronald Tannur
Ali Prakosa Kasi Pidum Kejari Surabaya, menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari hubungan asmara Muhammad dan Nurul.
Mereka sebenarnya telah merencanakan untuk menikah, namun situasi berubah saat Nurul hamil di luar nikah.
Dalam keadaan yang penuh tekanan, pasangan ini memutuskan untuk hidup bersama di sebuah kosan tanpa memberi tahu keluarga.
Saat Nurul melahirkan, tantangan ekonomi mulai mendera mereka.
Baca juga: Lewat Restorative Justice, Tiga Mahasiswa di Malang yang Saling Terlibat Adu Jotos Berakhir Bebas
"Saat itu, Nurul terpaksa cuti melahirkan, dan gajinya pun dipotong. Di sisi lain, Muhammad juga tidak lagi bekerja setelah kontraknya di McDonald's berakhir. Mereka kewalahan memenuhi kebutuhan bayi," tutur Ali Prakosa penuh empati.
Keputusan untuk meninggalkan bayi tersebut akhirnya diambil dalam keputusasaan, sebuah langkah yang pada akhirnya membawa mereka pada tuntutan hukum.
Meski awalnya orang tua Muhammad tidak mengetahui bahwa bayi yang ditinggalkan adalah cucunya sendiri, laporan mereka kepada pihak RT, RW, Puskesmas, dan kepolisian membawa pada pengungkapan identitas bayi tersebut.
Baca juga: Pria di Lamongan Curi Pakaian Milik Teman, Ending Kasus Ditempuh Jalur Restorative Justice
Namun, dibalik kekelaman kasus ini, harapan baru muncul. Keadilan restoratif yang difasilitasi oleh Kejari Surabaya hadir sebagai jembatan penyelesaian, tidak hanya bagi para pelaku, tetapi juga untuk kepentingan terbaik anak yang menjadi korban.
Surat perintah proses perdamaian (RJ-1) yang dikeluarkan tertanggal 5 September 2024, membuka jalan untuk penyelesaian di luar pengadilan, menghindarkan kedua orang tua dari tuntutan lebih berat, sekaligus memberikan ruang untuk refleksi dan perbaikan di masa depan.
Dalam suasana yang syahdu dan penuh kebijaksanaan, penandatanganan pakta integritas ini membawa pesan kuat bahwa restorative justice dapat menjadi solusi yang lebih manusiawi bagi kasus-kasus yang melibatkan kesalahan individu yang berada dalam tekanan luar biasa.
Baca juga: Arti Kata Restorative Justice, Bisa Bikin Armor Toreador Bebas dari Hukuman KDRT Cut Intan Nabila?
Kejari Surabaya melalui pendekatan ini berhasil membuktikan bahwa setiap masalah memiliki ruang untuk penyelesaian yang berlandaskan kemanusiaan, di mana korban dan pelaku dapat berdamai demi masa depan yang lebih baik.
Kasus ini juga mengajarkan, terutama generasi muda, bahwa menghadapi masalah dengan keterbukaan, terutama kepada keluarga, dapat mencegah terjadinya peristiwa-peristiwa menyedihkan seperti ini.
Baca juga: Perkara Dihentikan dengan RJ, Adik di Tulungagung yang Bacok Kakak Langsung Peluk Ibunya
Tanggung jawab dan komunikasi adalah kunci utama dalam menjalani hidup bersama.