Bukan hanya target order yang dianggap yang terlampau banyak, tapi poin order juga semakin kecil.
Misalnya, untuk mencapai status paling tinggi, seorang driver perlu mengumpulkan 250 poin setiap hari.
Tapi, satu kali mengantar penumpang diberi nilai 8 poin.
Jika mengantar makanan diberi 9 poin.
Sementara, untuk pengantaran paket nilainya 13 poin.
“Kalau (kejar poin atau target) 30-an orderan ke atas (per hari), bengek. Memangnya kita robot? Sejam dapat dua orderan saja sudah dewa,” imbuh Soleh.
Keluhan yang sama juga disampaikan oleh Jeki (bukan nama sebenarnya).
Pria yang biasa keliling Jakarta dan sekitarnya ini mengaku sudah tidak bersemangat untuk berangkat pagi.
“(Sekarang) saya 10 (orderan setiap hari) saja susah,” ujar Jeki saat ditemui di dekat Stasiun Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (30/8/2024).
Saat ditemui Kompas.com, Jeki sempat menunjukkan halaman aplikasinya.
Dia menunjukkan, indikator penerimaan bid (orderan) miliknya sedang terpuruk.
Jeki menjelaskan, salah satu penyebab turunnya performa aplikasi ojol adalah jika pengemudi tidak mengambil orderan yang masuk dalam aplikasinya.
Namun, Jeki mengaku pilih-pilih orderan mengingat pendapatan bersih yang diterimanya sangat kecil.
“Ya kalau di jam sibuk, jauh-jauh (alamat pengantarannya), siapa mau ambil. Macet, enggak semimbang sama untungnya. Kalau kita bawa, bisa saja (makan waktu sampai) dua jam,” lanjut dia.
Baca juga: Curhat Driver Ojol Dulu Pendapatan Rp500 Ribu, Kini Paling Besar 100 Ribu Imbas Potongan Tarif
Terlebih, semenjak pandemi, perusahaan penyedia jasa layanan sudah tidak lagi menyediakan bonus untuk para pengemudi.
“(Sebelum pandemi ada bonus) Rp 200.000. Dulu sempat turun jadi Rp 180.000. Pas Covid, habis (bonus dihapus). Keinginan saya sih, itu (bonus) ada lagi,” imbuh warga Menteng ini.
Melihat kondisi yang semakin buruk, Edi (bukan nama sebenarnya) bersama dengan ribuan pengemudi ojol lainnya turun ke jalan untuk menyuarakan kegelisahan mereka.
“Dibilang prihatin, jelas prihatin ya untuk driver online sekarang,” kata Edi saat ditemui di samping Patung Arjuna Wijaya, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (29/8/2024).
Edi mengatakan, ada sejumlah kebijakan dari penyedia jasa layanan yang seharusnya diawasi oleh pemerintah.
Misalnya, terkait dengan upah tidak manusiawi yang dikenakan pada perjalanan dengan beberapa orderan sekaligus (multiorder).
“Argo normal misalnya Rp 8.800. Tapi, tambahan (pendapatan untuk ojol) pada satu order selanjutnya hanya Rp 2.500,” jelas Edi.
Baca juga: Kebaikan Driver Ojol Bersihkan Jalanan dari Ranjau Paku Oknum, Berjuang Sendirian Setiap Malam
Menurutnya, skema ini tidak adil mengingat dua orderan itu akan diantar ke dua alamat yang berbeda.
Masing-masing kustomer juga akan membayarkan biaya jasa yang sama.
Misalnya, masing-masing Rp 15.000.
Oleh karena itu, Edi bersama dengan pengemudi ojol lainnya menyerukan agar pemerintah segera mengintervensi dan memberikan jalan keluar atas masalah yang tengah mereka hadapi.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com