Ini sebagai bentuk penolakan terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan kesepakatan awal.
"Awalnya, pengelola tower bilang kecil, tetapi akhirnya besar. Nah, akhirnya kita kembalikan tali asih sebagai bentuk penolakan," jelas Baron kepada Kompas.com.
Sebelumnya, warga Perumahan Telaga Emas telah mengajukan gugatan terkait pembangunan tower tersebut ke Pengadilan Negeri Kota Bekasi pada tahun 2023, namun gugatan tersebut ditolak.
Mereka kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bandung.
Keresahan warga terhadap keberadaan tower provider yang berdiri di atas rumah salah satu warga semakin meningkat, terutama karena struktur tower yang dianggap berisiko ambruk.
Baca juga: Viral Pelanggan Listrik Pascabayar Keluhkan Tak Menerima Diskon 50 Persen, PLN: Dapat Cek Aplikasi
Imbas berdirinya tower provider tersebut, warga bahkan sampai banyak yang nekat menjual rumah.
Dijual cepat, para warga tetap tak mendapat keinginan mereka agar tower provider dirobohkan.
Para warga harus bertentangan dengan seorang warga bernama Sri Wulandari.
Namun hingga berita diturunkan, pihak Sri Wulandari belum terlihat berencana menghancurkan dan merobohkan tower provider yang berdiri di atap rumahnya tersebut.
"Tower harus dibongkar karena membahayakan warga sekitar," kata Baron.
Selain warga sekitar, Baron menilai keberadaan tower ini juga membahayakan orang-orang yang sedang melintas.
"Namanya musibah, kalau tower jatuh saat orang lewat saja, itu bisa membahayakan sehingga harus dirobohkan," tegas Baron.
Baron berujar, dampak dari pembangunan tower di atas atap rumah itu juga menimbulkan ketakutan bagi warga setiap harinya.
"Kasihan anak-anak kecil di sini karena takut setiap hujan. Apalagi saya yang rumahnya persis di samping tower."
"Setiap hujan selalu terbangun, jadi was-was dan mental anak juga terganggu," ungkap dia.