Kini, sekitar 80 anak asuh tinggal dan tumbuh di bawah asuhan Wahid setiap tahun.
Mereka datang dari berbagai daerah, termasuk Semarang, Kendal, Karawang, hingga Lampung dan Aceh.
Beberapa di antaranya bahkan berhasil meniti karier sebagai anggota TNI, Polri, dan pengusaha.
Banyak yang tetap menjaga hubungan baik dengan panti, berkontribusi sebagai donatur atau tenaga pengajar.
Donasi masyarakat dan zakat menjadi tulang punggung utama operasional panti asuhan, meskipun sering kali tidak menentu.
Anak-anak di Panti Asuhan Iskandariyah tidak hanya mendapatkan tempat tinggal dan makanan, tetapi juga pendidikan formal hingga tingkat MA/SMA.
Baca juga: Alasan Musrika Ngotot Biarkan Ibunya Dibawa ke Panti Jompo, Bersedia Tak Dikabari Meski Meninggal
Wajib mengabdi sesudah lulus
Setelah lulus, mereka diwajibkan untuk mengabdi selama satu tahun sebelum melanjutkan ke pendidikan tinggi.
Wahid pun berkomitmen membantu mereka untuk mendapatkan beasiswa agar bisa melanjutkan kuliah.
Panti ini juga menerapkan sistem pendidikan agama yang ketat.
Setiap pagi setelah salat Subuh, anak-anak di ajak untuk ngaji dan belajar, serta melaksanakan aktivitas rutin di sekolah.
Di malam hari, mereka kembali belajar dengan bimbingan mentor internal maupun ustaz dari luar.
Tantangan terbesar saat ini bukan hanya logistik, tetapi bagaimana anak-anak asuhnya bisa mendapatkan pendidikan yang setara dengan anak-anak lainnya.
Memahami karakter masing-masing anak juga menjadi tantangan tersendiri, mengingat latar belakang mereka yang berbeda-beda.
“Ada yang datang dari latar belakang keras, penuh trauma, bahkan pernah disuruh mengemis oleh orangtuanya sendiri,” tambahnya.
Baca juga: Tangis Mbah Siti Fatimah Dibuang 4 Anaknya ke Panti Jompo, Pemilik Kecewa si Anak Ngotot