Pengobatan terus berlangsung hingga kini, sudah tiga tahun berjalan.
"Akhirnya saya bawa ke RSCM untuk rawat jalan seminggu tiga kali. Di sana sama dokter dikasih obat, vitamin sama susu buat sakit ginjal," kata Siti.
Ekonomi Keluarga Terguncang
Siti mengakui penyakit sang anak membuat ekonomi keluarganya goyah.
Apalagi, saat itu suaminya sempat menganggur, sementara biaya bolak-balik ke rumah sakit dan obat-obatan membengkak.
"Ada obat yang nggak dicover BPJS. Belum lagi susu khusus penderita ginjal yang harus anak saya minum, harganya lumayan mahal," tuturnya.
Tak tinggal diam, Siti pun banting tulang. Ia bekerja sebagai buruh laundry demi membiayai pengobatan anaknya.
"Saya kerja apa aja yang penting anak saya bisa berobat. Udah tiga tahun kami jalani, dan belum tahu sampai kapan," kata Siti.
Baca juga: Alda Hancur Suami Meninggal setelah 6 Hari Nikah, Mendadak Sakit Gagal Ginjal Stadium 5, MUA: Pucat
Vokal Bicara Penerapan Cukai Minuman Manis
Dengan melihat kondisi sang anak yang kini terus membaik, Siti optimis buah hatinya bisa sembuh dari penyakit ganas tersebut.
"Sekarang ginjalnya 6,8 cm, padahal ukuran normal itu 9,1 cm. Waktu pertama kali sakit malah cuma 4,2 cm. Jadi pelan-pelan memang membaik, tapi belum sembuh," kata dia.
"Saya percaya anak saya bisa sembuh. Banyak kok yang sembuh. Saya harus semangat buat dia," lanjutnya.
Selain mendampingi anaknya berobat, Siti kini jadi salah satu orangtua yang paling vokal mendukung penerapan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).
Ia menyebut regulasi ini sangat penting untuk melindungi generasi muda Indonesia.
"Cukup saya aja yang ngalamin ini. Cukup anak saya yang jadi korban. Jangan sampai anak-anak lain ngalamin hal yang sama cuma karena minuman kemasan," tuturnya.