Berita Viral

Kakek 60 Tahun Halusinasi Parah setelah Ikut Saran Diet ChatGPT, Tuduh Tetangga Meracuninya

Penulis: Ani Susanti
Editor: Mujib Anwar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

EFEK DIET - Foto ilustrasi terkait berita kakek berusia 60 tahun menderita kondisi langka usai menerima saran diet dari chatbot berbasis kecerdasan buatan (AI), ChatGPT. Hal tersebut dilaporkan dalam sebuah studi kasus yang diterbitkan dalam jurnal Annals of Internal Medicine pada 5 Agustus 2025.

TRIBUNJATIM.COM - Sebaiknya Anda hati-hati mengikuti saran diet jika tak ingin seperti kakek yang satu ini.

Seorang kakek 60 tahun halusinasi parah setelah ikuti saran diet dari ChatGPT, chatbot berbasis kecerdasan buatan (AI).

Kakek itu sampai menuduh tetangganya meracuninya.

Kondisi kakek ini dilaporkan dalam sebuah studi kasus yang diterbitkan dalam jurnal Annals of Internal Medicine pada 5 Agustus 2025.

Dikutip dari The Guardian, Selasa (12/8/2025) via Kompas.com, studi tersebut ditulis oleh tim ilmuwan dari University of Washington, Seattle, Washington, Amerika Serikat.

Saran diet dari ChatGPT itu membuat korban meracuni dirinya sendiri hingga mengalami gangguan mental parah.

Namun, studi tersebut tidak mengungkapkan identitas korban, lokasi, dan waktu peristiwa itu terjadi.

Cerita ini bermula ketika korban memutuskan untuk menghilangkan garam dari pola makannya.

Pria itu kemudian meminta ChatGPT untuk mencari alternatif pengganti garam.

ChatGPT kemudian menyarankan natrium bromida, senyawa yang secara historis digunakan dalam industri farmasi dan manufaktur.

Baca juga: Padahal Sudah Nikah, Suami Lamar ChatGPT sampai Nangis Setengah Jam: Cinta Sejati, Istri Bingung

Pria itu lantas membeli natrium bromida sesuai saran ChatGPT dan menggunakannya sebagai pengganti garam meja selama tiga bulan.

Akibatnya, ia mengalami delusi paranoid dan segera dilarikan di ruang gawat darurat rumah sakit.

Padahal, dia sebelumnya tidak mempunyai riwayat masalah kesehatan mental.

Pria itu justru meyakini bahwa tetangganya yang telah meracuni dirinya, sehingga enggan menerima air dari rumah sakit, meski ia sendiri merasakan haus yang ekstrem.

Dia terus mengalami peningkatan paranoia, serta menderita halusinasi pendengaran dan penglihatan.

Pria tersebut akhirnya ditempatkan dalam ruang psikiatri secara paksa setelah sempat mencoba melarikan diri selama perawatan.

Baca juga: Temui 5000 Wanita, Pria ini Saring Jodoh Pakai ChatGPT Sampai Menikah, Satu Saran Muncul: Seimbang

Dilansir dari USA Today, Rabu (13/8/2025), dokter menyebutkan, pria itu menderita keracunan bromida atau dikenal juga sebagai bromisme.

Kondisi itu dapat menyebabkan gejala neurologis dan psikiatris, serta jerawat dan angioma ceri (benjolan pada kulit), kelelahan, insomnia, ataksia ringan (kecanggungan), dan polidipsia (haus berlebihan).

Gejala lain dari bromisme dapat meliputi mual dan muntah, diare, kejang, kantuk, sakit kepala, lemas, penurunan berat badan, kerusakan ginjal, kegagalan pernapasan, dan koma.

Pada zaman dahulu, kondisi bromisme ini jauh lebih umum, karena garam bromida mudah ditemui dalam produk sehari-hari.

Namun, saat ini, garam bromida digunakan dalam obat-obatan tanpa resep, sering kali menyebabkan gejala neuropsikiatri dan dermatologis.

Pria itu kemudian dirawat di rumah sakit selama tiga minggu dan gejalanya secara bertahap membaik.


Perusahaan OpenAI menegaskan, ChatGPT tidak bisa digunakan sebagai saran kesehatan.

“Syarat dan ketentuan kami menyatakan bahwa ChatGPT tidak dimaksudkan untuk digunakan dalam pengobatan kondisi kesehatan apa pun, dan bukan pengganti nasihat profesional,” terang OpenAI.

“Kami memiliki tim keamanan yang bekerja untuk mengurangi risiko dan telah melatih sistem AI kami untuk mendorong orang mencari bimbingan profesional,” imbuhnya.

Sementara, studi yang meneliti kasus itu menyebutkan, AI berisiko memberikan informasi tanpa konteks.

ChatGPT dan sistem AI lainnya juga bisa menghasilkan ketidakakuratan ilmiah, dengan tidak memiliki kemampuan untuk membahas hasil secara kritis.

Hal tersebut pada akhirnya akan mengakibatkan penyebaran informasi yang salah kepada para penggunanya.

Baca juga: Awalnya Pamer BB Turun usai Ikuti Cara Diet di Internet, Pria ini Syok Tangan Berubah Jadi Kuning

Dalam kasus lainnya, seorang pria menyesal diet cuma makan keju dan daging selama 8 bulan.

Pria di Florida, Amerika Serikat ini pun berujung ke rumah sakit.

Itu setelah pria berusia 40 tahun ini mengalami keluarnya cairan dan benjolan kuning yang muncul di telapak tangan, telapak kaki, dan sikunya.

 Setelah pemeriksaan lebih lanjut, ahli jantung yang menanganinya mendiagnosis kondisi ini sebagai xanthelasma, yaitu endapan kolesterol kekuningan di bawah kulit yang sering dikaitkan dengan kadar lemak tinggi dalam darah. 

Kondisi ini bisa menjadi tanda peringatan adanya gangguan metabolisme yang lebih serius, seperti hiperlipidemia atau bahkan penyakit jantung.

 Menurut laporan New York Post yang mengacu pada penelitian di JAMA Cardiology, 22 Januari, pria tersebut mengalami kondisi ini setelah menjalani diet karnivora selama delapan bulan secara ekstrem, melansir dari TribunTrends.

Diet karnivora sendiri adalah pola makan yang hanya mengandalkan produk hewani, seperti daging, ikan, telur, dan produk susu, tanpa sayuran, buah, atau sumber karbohidrat lainnya.

Baca juga: Menu Diet Ala Cristiano Ronaldo, Bintang Sepak Bola yang Masih Bugar Meski sudah Usia 40 Tahun

Pendukung diet ini percaya bahwa menghindari karbohidrat dan serat dapat meningkatkan kesehatan metabolisme, mengurangi peradangan, dan membantu menurunkan berat badan.

Namun, dalam kasus ini, pria tersebut menerapkan diet karnivora dengan pola makan yang jauh dari seimbang.

Ia mengonsumsi makanan dalam jumlah besar setiap hari, termasuk menghabiskan seluruh batang mentega, hingga 4 kg keju, dan roti hamburger.

Meskipun berat badannya turun drastis, ia mengalami efek samping yang mengkhawatirkan.

Yang mengejutkan, meskipun nodul kuning mulai muncul, ia tetap merasa bahwa kesehatannya membaik.

Bahkan, ia mengklaim mengalami peningkatan energi dan fungsi kognitif yang signifikan.

Hal ini menunjukkan bagaimana beberapa individu mungkin tidak langsung menyadari dampak negatif dari pola makan ekstrem terhadap tubuh mereka.

Saat akhirnya diperiksa oleh dokter, hasil tes laboratorium menunjukkan bahwa kadar kolesterol pria ini melonjak drastis hingga lebih dari 1.000 mg/dL angka yang sangat jauh di atas batas aman.

Sebagai perbandingan, kadar kolesterol total yang dianggap normal berada di bawah 200 mg/dL, sementara 240 mg/dL saja sudah dikategorikan tinggi oleh para ahli kesehatan.

Lonjakan kolesterol yang sangat tinggi ini tidak hanya meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke, tetapi juga bisa menyebabkan komplikasi lain seperti pankreatitis akut, suatu kondisi peradangan pankreas yang dapat berakibat fatal jika tidak ditangani dengan baik.

Dalam beberapa kasus, kadar kolesterol yang ekstrem juga dapat menyebabkan xanthomas (penumpukan lemak di bawah kulit) atau bahkan masalah neurologis.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa pola makan ekstrem, terutama yang tidak memperhatikan keseimbangan nutrisi, dapat berdampak serius pada kesehatan.

Baca juga: Olahraga dan Diet Terarah dengan Pemeriksaan Nutrigenomik, Mencari Pola Makan Sesuai Genetik

Meskipun diet karnivora memiliki sejumlah manfaat potensial bagi sebagian orang, terutama dalam hal penurunan berat badan dan pengendalian gula darah, pendekatan yang tidak terkontrol justru bisa berbahaya.

Para ahli gizi dan dokter umumnya menyarankan agar siapa pun yang menjalani diet ketat tetap memantau kesehatan mereka melalui pemeriksaan medis secara berkala.

Selain itu, pendekatan yang lebih seimbang seperti mengombinasikan protein hewani dengan sumber lemak sehat, serat, dan mikronutrien dari sayuran dapat membantu mencegah dampak buruk yang tidak diinginkan.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Berita Terkini