Bertaruh Nyawa Demi Rp7.500, Syamsul Rela Panjat Pohon 25 Meter, Tak Pernah Dapat Bantuan Pemerintah

Penulis: Alga
Editor: Mujib Anwar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

BERTARUH NYAWA DEMI BIAYA HIDUP - Syamsul memanjat bambu untuk berpindah antar pohon lontar dengan ketinggian 25 meter di Kecamatan Kadur, Kabupaten Pamekasan. Ia membuat tikar bersama istrinya untuk dijual sebagai biaya hidup, Minggu (24/2025).

Ia memanjat setinggi 20 hingga 25 meter pohon lontar.

Di puncak sana, ia hanya mendapatkan bayaran Rp7.500 untuk setiap pohon yang daunnya ia tebang.

"Saya dibayar Rp7.500-10.000 setiap pohon. Daun lontar ditebang untuk membuat tikar," katanya.

Bagian paling menegangkan dari pekerjaannya bukanlah saat memanjat, melainkan saat ia berpindah pohon.

Untuk menghemat waktu dan tenaga, hanya sebatang galah bambu yang menjadi jembatan nyawanya dari satu pohon ke pohon lain.

Tanpa pengaman, jika salah pijakan, nyawa yang menjadi taruhan.

"Saya sudah biasa berpindah pohon hanya dengan memakai galah. Saya hanya berdoa agar selamat untuk menafkahi keluarga," kata Syamsul.

"Bahkan kalau jarak pohon berdekatan saya hanya menyambung daun lontar antar pohon, lalu pindah."

Baginya, kekhawatiran keselamatan nyawanya tidak sebanding dengan kebutuhan makan anak dan istrinya.

Baca juga: Warga Bawa Jenazah Kakaknya Pakai Motor Tembus Hutan, Desa Tak Punya Fasilitas Kesehatan Memadai

Saat tak ada panggilan untuk memanjat, tangan Syamsul dan Julaeha tak berhenti bekerja.

Mereka menganyam helai demi helai daun lontar menjadi tikar.

Selembar tikar yang dibuat seharian penuh dihargai Rp31.000, atau bisa anjlok hingga Rp25.000 saat harga sedang turun.

"Sehari kami bisa membuat tikar satu lembar, kadang bisa membuat dua lembar juga dalam sehari," katanya.

Namun, penghasilan dari bertaruh nyawa dan menganyam daun lontar tersebut hanya cukup untuk bertahan hidup.

Terlebih ketiga anaknya sudah bersekolah.

Halaman
1234

Berita Terkini