Bertaruh Nyawa Demi Rp7.500, Syamsul Rela Panjat Pohon 25 Meter, Tak Pernah Dapat Bantuan Pemerintah

Penulis: Alga
Editor: Mujib Anwar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

BERTARUH NYAWA DEMI BIAYA HIDUP - Syamsul memanjat bambu untuk berpindah antar pohon lontar dengan ketinggian 25 meter di Kecamatan Kadur, Kabupaten Pamekasan. Ia membuat tikar bersama istrinya untuk dijual sebagai biaya hidup, Minggu (24/2025).

Cukup untuk makan, tapi selalu kurang untuk membangun kembali rumah dan mimpi mereka.

Di tengah perjuangannya, ada satu ketakutan yang lebih besar dari sekadar jatuh dari pohon.

Syamsul menatap kosong ke arah gubuknya, suaranya kembali melirih.

"Saya hanya khawatir saat saya sakit, karena mereka perempuan semua," tuturnya.

Bantuan pemerintah?

Syamsul menggeleng. 

Ia mengaku belum pernah sekalipun merasakan sentuhan bantuan dari program pemerintah.

Syamsul berjuang sendirian, dengan doa sebagai satu-satunya jaring pengaman yang ia miliki.

Syamsul membuat tikar bersama istrinya untuk dijual dan biaya hidup, Minggu (24/2025). (KOMPAS.COM/Fathor Rahman)

Kisah perjuangan orang tua datang dari wanita paruh baya bernama Lamisih (46) yang memilih melepaskan bantuan negara untuk warga lain yang lebih membutuhkan.

Ia membuktikan bahwa bantuan sosial bukanlah akhir dari sebuah perjalanan, melainkan jembatan menuju kemandirian.

Lamisih kini berhasil lepas dari bantuan Program Keluarga Harapan (PKH).

Kisah ini berasal dari sebuah desa yang asri bernama Desa Pakel di Kecamatan Gucialit, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.

Delapan tahun lalu, Lamisih memulai perjuangan bersama suaminya.

Dari nira pohon aren yang tumbuh subur di kebunnya, mereka berdua mengolahnya menjadi gula aren.

Awalnya, usaha ini berjalan sangat sederhana.

Halaman
1234

Berita Terkini