"Nah, dari Badan Gizi Nasional (BGN) kan sudah ada standar. Harapannya pengelola harus patuhi standar itu," pintanya.
Sebagai tindak lanjut, Dedi berjanji akan melakukan inspeksi mendadak (sidak) untuk memeriksa kondisi sebenarnya di lapangan.
"Saya akan kroscek di sekolah dan dapur MBG," tegasnya.
Baca juga: Arif Syok PBB Tanah Milik Ortunya Naik 3000 Persen, Harus Bayar Rp9,5 Juta
Polemik pelaksanaan MBG tidak hanya di situ saja.
Kini sejumlah guru di Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, juga mengaku keberatan dengan kebijakan mencicipi MBG sebelum dibagikan kepada siswa.
Mereka menilai, kebijakan ini muncul mendadak pascakejadian keracunan di Kapanewon Mlati, dan belum melalui kajian matang.
Salah satu guru SMP berinisial J mengatakan, instruksi mencicipi MBG baru muncul setelah insiden keracunan makanan di Mlati.
"Sebelum itu belum ada, adanya setelah kejadian di Mlati," kata J saat dihubungi, Senin (25/8/2025).
Menurut J, sejauh ini belum ada surat resmi terkait kewajiban mencicipi MBG, namun kepala sekolah sudah menyampaikan arahan tersebut.
"Kami belum menerima suratnya, cuman kemarin baru dari kepala sekolah," ujarnya.
J menyebut, kebijakan ini menjadi perbincangan hangat di kalangan guru.
"Menjadi gaduh di tempat kami. Gaduh karena dampak dari keracunan itu."
"Seolah-olah kami ini kemudian menjadi korban dari kebijakan yang belum matang untuk distribusi makanan," tegasnya.
J menilai kebijakan ini kurang tepat karena seharusnya pengecekan dilakukan oleh pihak penyedia makanan (SPPG) yang memiliki standar operasional prosedur (SOP).
"Harusnya dari sana yang mengecek. Kita kalau mau ngetes (mencicipi) itu mengurangi jam pelajaran. Distribusi itu saja sudah mengurangi jam pelajaran," ujarnya.