Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Kisah Shinta Anak Petani Lulus Keperawatan di Jombang, Gapai Mimpi di Tengah Keterbatasan

Shinta Dwi Nur Andani, anak petani dari Desa Ngumpul, Nganjuk, berhasil menuntaskan pendidikan D3 Keperawatan di ITSKes ICME Jomban

Penulis: Anggit Puji Widodo | Editor: Samsul Arifin
Istimewa/Shinta Dwi Nur Andani
MAHASISWI KESEHATAN - Shinta Dwi Nur Andani dan kedua orangtuanya saat berfoto usai lulus kuliah D3 keperawatan di Institut Teknologi Sains dan Kesehatan (ITSKes) ICME Jombang, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Selasa (4/11/2025). Anak petani bawang dari Nganjuk yang lulus kuliah kesehatan di Jombang. 
Ringkasan Berita:
  • Shinta Dwi Nur Andani, anak petani dari Desa Ngumpul, Nganjuk, berhasil menuntaskan pendidikan D3 Keperawatan di ITSKes ICME Jombang
  • Ia sempat menjalani berbagai pekerjaan seperti host live streaming, barista, dan relawan PMI. 
  • Shinta menekankan pentingnya tekad, lingkungan yang membangun, dan tujuan hidup sebagai bahan bakar untuk bertahan.

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Anggit Puji Widodo

TRIBUNJATIM.COM, JOMBANG - Kisah Shinta Dwi Nur Andani mahasiswa keperawatan dari Institut Teknologi Sains dan Kesehatan (ITSKes) ICME Jombang, Jawa Timur lulus dengan membanggakan.

Di antara hamparan ladang brambang di Desa Ngumpul, Kecamatan Bagor, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur tumbuh seorang gadis muda dengan tekad sekeras tanah tempat ayahnya menanam. Shinta lahir pada 31 Desember 2003. 

Kini, ia dikenal bukan hanya sebagai mahasiswi keperawatan, tetapi juga sebagai simbol kegigihan anak petani dalam meraih mimpi.

Shinta adalah putri dari pasangan Mujianto dan Indah Sukarmi. Ayahnya bekerja sebagai petani brambang yang juga mengumpulkan plastik bekas dari rosokan demi tambahan penghasilan.

Sementara sang ibu kerap menjadi buruh tanam di ladang tetangga. Hidup sederhana tak membuat Shinta kecil kehilangan semangat justru di situlah ia belajar arti perjuangan.

Baca juga: Mahasiswa ITS Gagalkan Pencurian Motor di Parkiran Kos Surabaya, Sempat Ditonjok Pelaku

Sempat Merasa Jadi Beban

"Kami memang tidak punya apa-apa. Tapi saya tidak mau terus begitu. Saya ingin bisa bantu orang tua," ucap Shinta saat dikonfirmasi pada Selasa (4/11/2025).

Selepas lulus sekolah, Shinta sempat bekerja di pabrik sepatu PT Sukses Abadi Indonesia.

Mimpi kuliah sempat ia kubur dalam-dalam karena keterbatasan biaya. Hingga suatu hari, ibunya berkata kalimat sederhana yang menjadi titik balik hidupnya.

"Daripada kuliah tahun depan, mending kuliah sekarang. Tahun depan belum tentu ada niat. Uang bisa dicari," kata Shinta, menirukan nasihat ibunya.

Kalimat itu menyalakan kembali tekad yang sempat padam. Ia pun memberanikan diri mendaftar ke Institut Teknologi Sains dan Kesehatan (ITSKes) ICME Jombang, mengambil D3 Keperawatan jurusan yang dulu hanya menjadi impian sang ibu.

Memasuki dunia perkuliahan tak lantas membuat hidupnya lebih mudah. Sebaliknya, tantangan justru datang bertubi-tubi. Kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan membuat pembayaran kuliah sering tertunda.

"Saya sempat merasa jadi beban. Akhirnya saya memutuskan harus kerja," tuturnya.

Baca juga: Kisah Sukses Triani, Lulusan ITB yang Jualan Tas hingga Tembus Pasar Meksiko, 6 Kali Gagal Berbisnis

Sejak itu, liburan bukan lagi waktu bersantai. Shinta memilih mengisinya dengan bekerja. Ia pernah menjadi host live streaming di beberapa platform, mengikuti Diklat Korps Sukarelawan PMI Kabupaten Jombang (dan bahkan meraih Prestasi Terbaik 1 pada tahun 2022), hingga kini bekerja sebagai barista di Hyphen Coffee.

Baginya, tempat kerja bukan sekadar sumber penghasilan, tetapi ruang belajar kehidupan.

"Di Hyphen Coffee, saya ketemu banyak orang baik. Mereka bantu saya tanpa pamrih. Rasanya kayak punya keluarga baru," ungkapnya.

Shinta terbiasa menjalani hari-hari melelahkan. Seusai praktik malam di rumah sakit hingga pukul setengah delapan pagi, ia tetap bekerja mulai pukul sepuluh tanpa sempat tidur. Namun, lelah tak pernah menghalangi tanggung jawabnya.

"Tujuan saya kuliah. Jadi kerja tetap sampingan, tapi saya harus tanggung jawab dengan keputusan yang saya pilih," katanya.

Bagi Shinta, mental dan lingkungan menjadi kunci utama untuk bertahan. Ia percaya, tempat yang keras justru melahirkan ketangguhan.

"Cari lingkungan yang bikin berkembang. Lebih baik keras tapi membangun daripada nyaman tapi diam di tempat," ungkapnya. 

Tekanan hidup, menurutnya, bukan untuk dikeluhkan, melainkan dijadikan bahan bakar.

"Kerja itu capek. Tapi kalau tidak punya tujuan, pasti menyerah. Kita harus milih mau capek sekarang, atau lima tahun lagi?," imbuhnya. 

Ia juga menitipkan pesan sederhana kepada anak muda seusianya. "Bertahan bukan berarti lemah. Itu proses kita belajar, mengamati, dan bangkit lebih kuat," pesannya. 

Kini, Shinta tengah menuntaskan pendidikan keperawatannya. Ia terus mengasah diri, baik lewat kegiatan di PMI maupun pekerjaannya sebagai barista. Di matanya, profesi perawat bukan hanya soal kemampuan medis, tetapi juga soal empati dan ketulusan hati.

Kisah Shinta membuktikan bahwa mimpi besar tak mengenal latar belakang. Bahwa dari ladang brambang yang panas dan berdebu, seorang anak petani bisa menjemput masa depan di dunia kesehatan dengan tekad dan kerja keras.

"Uang bisa dicari, tapi tekad harus dijaga," pungkasnya. 

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved