Aturan Sensor Film Indonesia 'Jadul', LSF Akui Tertinggal Jauh dari Era Streaming dan OTT
Ketua Subkomisi Dialog Lembaga Sensor Film (LSF) Widayat S. Noeswa menegaskan bahwa regulasi perfilman
Penulis: Rifki Edgar | Editor: Sudarma Adi
Ringkasan Berita:
- Masalah Utama: Regulasi perfilman (UU No. 33) dan penyiaran di Indonesia dinilai tertinggal dan tidak memadai menghadapi industri digital (OTT/Streaming).
- Benturan Regulasi: Terdapat perbedaan klasifikasi usia antara LSF (13+, 17+, 21+) dan KPI (7+, 13+, 18+), menyebabkan masalah jam tayang di TV.
- Tantangan OTT: Platform streaming (Netflix, Vidio, dll.) belum diwajibkan secara hukum menyensor kontennya ke LSF karena ketiadaan PP dan aturan teknis.
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Rifki Edgar
TRIBUNJATIM.COM, MALANG - Ketua Subkomisi Dialog Lembaga Sensor Film (LSF) Widayat S. Noeswa menegaskan bahwa regulasi perfilman dan penyiaran di Indonesia saat ini sudah tertinggal jauh dari perkembangan industri.
Aturan yang menjadi dasar kerja LSF, yakni UU Perfilman dan sejumlah peraturan teknis, dinilai tidak lagi mampu menjawab tantangan baru, terutama di era platform digital dan layanan over the top (OTT) atau streaming.
Baca juga: Operasi Zebra Semeru 2025, Satlantas Polres Malang Edukasi Pelajar Soal Keselamatan Berkendara
"LSF bekerja berdasarkan Undang-Undang Perfilman Nomor 33 serta PP Nomor 18 Tahun 2018,"
"Tapi secara nyata, regulasi ini sudah tidak memadai untuk menghadapi perkembangan industri film dan digital," kata Widayat disela-sela kegiatan LSF di Malang pada Selasa (18/11/2025).
Benturan Klasifikasi Usia LSF dan KPI
LSF menyoroti sejumlah aspek sensitif dalam proses sensor.
Di antaranya narkoba, kekerasan, pornografi, serta penistaan terhadap hak asasi manusia dan simbol negara.
Untuk mengatur batasan konten tersebut, LSF menerapkan tiga klasifikasi usia penonton, yakni 13 tahun, 17 tahun, dan 21 tahun.
Untuk usia 13 tahun, konten harus edukatif dan tidak boleh mengandung kekerasan atau pornografi.
Pada usia 17 tahun, batasan lebih longgar, namun adegan seksual tetap dibatasi pada bentuk simbolis.
Untuk 21 tahun, konten boleh menampilkan adegan dewasa tetapi tidak boleh bersifat vulgar ataupun eksploitatif.
"Bukan berarti unsur dewasa itu dilarang total. Yang penting adalah proporsinya, konteksnya, dan adanya koreksi moral," jelasnya.
Pada kesempatan itu, Widayat mengungkapkan adanya persoalan serius di ranah penyiaran televisi.
LSF dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menggunakan klasifikasi usia berbeda, sehingga memunculkan benturan dalam jam tayang.
Klasifikasi LSF mulai dari Semua Umur (SU), 13+, 17+ dan 21+.
Sedangkan Klasifikasi KPI, 7+, 13+ dan 18+.
"Karena perbedaan ini, sempat muncul kasus di Jawa Timur,"
"Film yang kami nyatakan lulus untuk 17 tahun, dianggap KPI sebagai 18 tahun sehingga harus tayang larut malam. Tapi stasiun TV menayangkannya sore hari, akhirnya diprotes," ungkapnya.
Baca juga: Ketua Fraksi PKS Dorong Penguatan Koperasi di Kota Malang untuk Wujudkan Kemandirian Ekonomi Rakyat
Menurutnya, tantangan terbesar saat ini datang dari platform digital dan layanan streaming.
Tidak seperti televisi atau bioskop, OTT belum memiliki kewajiban hukum untuk menyerahkan kontennya ke LSF.
"Secara undang-undang sebenarnya ada payungnya, tapi peraturan pemerintah dan aturan teknisnya belum ada. Jadi kami tidak bisa memaksa," jelasnya.
Meski begitu, LSF terus mendorong kesadaran operator OTT untuk melakukan sensor mandiri.
Sejumlah platform seperti Netflix, Vidio, dan Vision+ disebut mulai mengirimkan konten original series mereka ke LSF secara sukarela, meskipun tidak semua.
LSF dan KPI saat ini tengah mengupayakan revisi undang-undang perfilman dan penyiaran.
Namun proses itu disebut tidak mudah karena harus masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan melibatkan banyak kementerian.
"Regulasi ini sudah belasan tahun tidak direvisi. Saking lamanya, kami pernah disindir, LSF ini ngapain saja selama 19 tahun? Sementara industri terus berubah," bebernya.
LSF juga menggandeng sejumlah perguruan tinggi untuk melakukan riset klasifikasi usia di sepuluh kota besar, agar menentukan batasan usia yang lebih tepat dan relevan dengan perkembangan sosial saat ini.
"Tanpa tekanan publik, proses revisi ini akan berjalan sangat lama,"
"Karena itu kami mendorong semua pihak untuk peduli," tandasnya.
regulasi perfilman dan penyiaran
Lembaga Sensor Film (LSF)
platform digital
over the top (OTT)
Widayat S. Noeswa
Malang
TribunJatim.com
Tribun Jatim
| Terjerat Pinjol Lebih dari Rp 5 Juta, Mahasiswa Nekat Curi Laptop hingga Handphone Teman |
|
|---|
| JATIM TERPOPULER - Kapolsek Dievakuasi usai Ditarik Paksa Warga - Siswa Kena Imbas usai 2 SPPG Tutup |
|
|---|
| Hadiri Haul Gubernur Soeryo ke-77, Deni Wicaksono Ajak Jaga Persatuan di Tengah Tantangan Kebangsaan |
|
|---|
| Pohon di Jurang Susuh Kota Batu Tumbang, Lalu Lintas Lumpuh Total |
|
|---|
| Hari Jadi ke-820, Pemkab Tulungagung Bagikan 146 Tumpeng untuk Panti Asuhan, Ponpes hingga Gereja |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.