Berita Viral
Tangis Jumiriah Tak Diusulkan PPPK Paruh Waktu, 19 Tahun Mengabdi Cuma Digaji Rp180 Ribu Sebulan
Sambil terisak, Jumiriah menyampaikan satu harapan sederhana agar pemerintah membuka mata terhadap nasib nakes seperti dirinya.
Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM - Sejumlah tenaga kesehatan Puskesmas di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, tak terakomodir menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu 2025.
Selain itu, mereka tak memiliki SK semenjak tahun 2023 sehingga menjadi kendala untuk pengusulan PPPK.
Padahal banyak nakes telah mengabdi selama puluhan tahun.
Baca juga: Di-PHK Sepihak, Mantan Karyawan Mengeluh Cuma Dapat Pesangon Rp230 Ribu Sebulan, Gaji Tak Dibayarkan
Kasus pengusulan PPPK paruh waktu ini pun menimbulkan kesenjangan.
Di antaranya menimpa Jumiriah (37), yang telah mengabdi selama 19 tahun sebagai nakes di Mamuju.
Ia tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung DPRD Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, Jumat (12/9/2025).
Bersama nakes-nakes lainnya, dia mengungkapkan keluh kesahnya karena tidak terakomodir menjadi PPPK paruh Waktu Kabupaten Mamuju, Sulbar.
Sejak tahun 2006, Jumiriah telah bekerja sebagai nakes sebelum diangkat sebagai tenaga kontrak pada tahun 2012.
Sayangnya hingga kini, statusnya tak pernah jelas.
"Saya tidak punya SK lagi sejak 2023. Jadi tidak bisa diusulkan jadi PPPK," ungkapnya.
"Padahal saya tetap aktif bekerja sampai sekarang," kata Jumiriah dengan mata berkaca-kaca, dikutip dari Tribun Sulbar.
Meski tak berstatus pegawai resmi, Jumiriah tetap datang setiap hari ke Puskesmas.
Upah yang diterimanya bahkan tak layak disebut gaji.
Ia hanya mendapat sumbangan dari para ASN di Puskesmas tempatnya bekerja.
Jumlahnya pun jauh dari cukup.

"Kalau hadir penuh, paling tinggi Rp180 ribu sebulan. Kadang hanya Rp100 ribu," ujarnya lirih.
Nominal tersebut, kata dia, bahkan tak cukup untuk biaya transportasi, apalagi kebutuhan keluarga.
Namun, demi dedikasi, Jumiriah memilih bertahan.
Kenangan masa pandemi Covid-19 masih jelas di benak Jumiriah.
Bersama rekan-rekan nakes, ia berdiri di garda terdepan menghadapi ancaman virus mematikan tersebut.
"Dulu saat pandemi, kami yang jadi ujung tombak. Tapi sekarang seperti dilupakan," katanya.
Jumiriah mengaku kecewa karena Pemerintah Kabupaten tidak mengusulkan dirinya dan ratusan nakes lain ke formasi PPPK paruh waktu tahun ini.
Jumiriah menuturkan, beban kerja yang dijalani sama beratnya dengan ASN, tetapi kesejahteraan mereka sangat timpang.
"Kami sama-sama melayani pasien. Tapi ASN digaji, kami tidak. Bedanya hanya di status, tapi kerjaannya sama," katanya.
Dengan suara parau, ia menyampaikan satu harapan sederhana: agar pemerintah membuka mata terhadap nasib nakes seperti dirinya.
"Kami hanya minta diusulkan jadi PPPK. Nakes itu jantungnya Indonesia. Kalau tidak ada nakes, Indonesia sakit," tutur Jumiriah.
Baca juga: Surat Kop Kemenag Minta Wali Murid Terima Risiko Program MBG Jadi Sorotan, Siap Tanggung Keracunan
Kepala Bidang Pengadaan, Pemberhentian, dan Informasi BKD Mamuju, Hasriadi, mengungkapkan penyebab nakes tidak diusulkan menjadi PPPK paruh waktu.
Hasriadi menuturkan, alasannya bukan karena persoalan prioritas, tetapi keterbatasan anggaran daerah.
"Itu masalah anggaran. Bukan karena tidak diprioritaskan. Kami tetap berusaha mencari jalan keluarnya," kata Hasriadi saat ditemui di Gedung DPRD Mamuju, Jl Jendral Ahmad Yani, Keluruhan Binanga, Kecamatan Mamuju, Jumat (12/9/2025).
Hasriadi menyebut, pihaknya bersama DPRD Mamuju akan segera menggelar rapat untuk membahas permintaan para nakes.
Namun, ia belum bisa memastikan hasilnya.
"Saya belum bisa memberi kepastian apakah bisa diakomodir atau tidak. Nanti setelah rapat baru bisa kami sampaikan," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Mamuju, dr Sita Harit Ibrahim mengungkapkan, saat ini terdapat 990 nakes aktif yang masuk dalam database.
Namun, ada juga 560 nakes lainnya yang tidak terdata.
"Total nakes yang ada di Mamuju sebanyak 1.550 orang. Dari jumlah itu, yang memiliki SK dan masuk data base jumlahnya 990," jelas Sita, Jumat.
Menurut Sita, pihaknya sebenarnya telah mendata seluruh nakes aktif.
Namun, pengusulan untuk formasi PPPK tidak dilakukan oleh Dinkes, melainkan menunggu permintaan dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD).
"Kami tidak melakukan pengusulan karena memang tidak diminta oleh BKD."
"Tapi data semua teman-teman nakes tetap kami simpan. Kalau suatu saat diminta, bisa kami ajukan," tambahnya.
Lebih memprihatinkan, kata Sita, dari total 867 orang yang lulus PPPK paruh waktu di Mamuju, tidak ada satupun berasal dari tenaga kesehatan.
Justru, yang diterima sebagian besar berasal dari tenaga teknis kesehatan dengan jumlah hanya sembilan orang.
"Kami berharap ke depan ada kejelasan untuk teman-teman nakes, agar mereka juga bisa diusulkan dan mendapatkan hak yang sama," ujarnya.
Baca juga: Tak Bisa Makan Menu MBG, Sarman Siswa SD Pernah Nekat Icip Langsung Lemas & Sakit Kepala Hebat
Sebelumnya diberitakan, Gedung DPRD Kabupaten Mamuju didatangi tenaga kesehatan (nakes) pada Jumat (12/9/2025).
Kedatangan mereka menyampaikan aspirasi yang sudah lama terpendam terkait kebijakan penerimaan PPPK paruh waktu.
Mereka merasa tidak mendapatkan perlakuan yang adil karena tidak diakomodasi dalam formasi PPPK paruh waktu pada tahun ini.
Berbeda dengan guru yang jumlahnya cukup banyak direkrut pemerintah.
Kondisi ini menimbulkan kekecewaan mendalam di kalangan perawat dan bidan yang telah bertahun-tahun mengabdi di Puskesmas maupun fasilitas kesehatan di Mamuju.
Seorang bidan dari Puskesmas Tampa Padang, Evi, tak kuasa menahan air matanya saat menyampaikan keluhan di hadapan wakil rakyat.
Dengan suara bergetar, ia menuturkan dirinya bersama rekan-rekan seprofesi hanya ingin mendapatkan kepastian nasib setelah lama mengabdikan diri di pelosok daerah.
"Iya, kita di sini perawat dan bidan dari Puskesmas-puskesmas di Mamuju. Kami datang untuk menyampaikan aspirasi, karena sampai hari ini seolah-olah tenaga kesehatan dianaktirikan dibanding guru," kata Evi.
Pantauan di lokasi, suasana haru tak terhindarkan.
Beberapa tenaga kesehatan bahkan menitikkan air mata ketika mengungkapkan kekecewaan mereka.
Mereka menilai pemerintah seolah menutup mata terhadap kontribusi nakes yang selama ini menjadi garda terdepan pelayanan kesehatan masyarakat.
Mereka berharap DPRD Mamuju dapat menjadi jembatan untuk menyuarakan persoalan ini ke pemerintah daerah, bahkan hingga tingkat pusat.
"Bukan kami tidak ikhlas melayani masyarakat, tapi kami juga punya keluarga, punya tanggung jawab, dan butuh kepastian status kerja."
"Kami ingin diperlakukan sama seperti profesi lain," ujar seorang perawat yang ikut hadir.
Penyebab Gumpalan Cacing Bersarang di Tubuh Kakak-Adik Bengkulu, Pihak RSUD: Kuku Tangannya Kotor |
![]() |
---|
Di-PHK Sepihak, Mantan Karyawan Mengeluh Cuma Dapat Pesangon Rp230 Ribu Sebulan, Gaji Tak Dibayarkan |
![]() |
---|
Kepsek Roni Ikhlas Dicopot setelah Diduga Tegur Anak Pejabat Sekolah Bawa Mobil, Kadisdikbud: Biasa |
![]() |
---|
Curhat 11 Siswa Diusir Sekolah dan Disuruh Belajar di Kantin: Diawasin Seperti Maling |
![]() |
---|
Surat Kop Kemenag Minta Wali Murid Terima Risiko Program MBG Jadi Sorotan, Siap Tanggung Keracunan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.