Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Wali Murid Heran Disuruh Bayar LKS Rp 140 Ribu Padahal Pemkot Sudah Gratiskan, Malah Dibentak Guru

Sejumlah wali murid heran karena disuruh bayar Lembar Kerja Siswa (LKS) Rp 140 ribu, padahal sudah digratiskan

Penulis: Ani Susanti | Editor: Mujib Anwar
IST
DISURUH BELI LKS - Foto ilustrasi buku Lembar Kerja Siswa (LKS). Seorang orangtua murid, Shanty (32) mengaku diminta membeli tujuh buku LKS senilai Rp 140.000 di salah satu SD negeri di Jalan Merdeka, Kecamatan Sungai Pinang. Padahal, sebelumnya pemerintah telah menegaskan bahwa LKS gratis. 

TRIBUNJATIM.COM - Sejumlah wali murid heran karena disuruh bayar Lembar Kerja Siswa (LKS) Rp 140 ribu.

Padahal, LKS itu sudah digratiskan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda, Kalimantan Timur.

Shanty (32), seorang wali murid mengaku diminta membeli tujuh buku LKS senilai Rp 140.000 di salah satu SD negeri di Jalan Merdeka, Kecamatan Sungai Pinang.

Padahal, sebelumnya pemerintah telah menegaskan bahwa LKS gratis.

Shanty menuturkan, informasi pembelian LKS itu beredar melalui grup percakapan paguyuban orang tua murid sejak awal September 2025.

Pesan tersebut berisi rekomendasi pembelian buku di rumah salah satu guru, lengkap dengan tautan lokasi.

“Awalnya saya kira tidak wajib, karena tulisannya hanya direkomendasikan. Tapi kemudian dijelaskan kalau buku ini penting untuk menunjang nilai. Kepala sekolah bahkan mengibaratkan, ‘Ibu mau nilainya setengah gelas atau penuh sampai bibir?’,” kata Shanty saat ditemui, Jumat (26/9/2025).

Menurut Shanty, setiap buku LKS dijual Rp 20.000 dengan total Rp 140.000 untuk tujuh mata pelajaran.

Buku tersebut bukan bagian dari paket LKS yang disediakan Pemkot, melainkan terbitan penerbit swasta.

Ia mengaku sempat mempertanyakan hal ini kepada wali kelas melalui pesan pribadi, tetapi tidak mendapat jawaban.

Baca juga: Jual Buku LKS Rp500 Ribu ke Siswa, Sekolah Tuai Kritik, Ketua Komisi IV DPRD Beri Peringatan

Shanty kemudian mendatangi sekolah dan bertemu dua guru, sebelum akhirnya berbicara dengan kepala sekolah melalui telepon.

“Kepala sekolah bilang tidak wajib, tapi menegaskan buku itu penting untuk menambah nilai. Kalau begitu, kan tetap terasa wajib,” ujar Shanty.

Shanty juga mengungkap adanya intimidasi saat pertemuan.

Ia menyebut dihadapkan dengan sekitar 10 guru yang meminta dirinya melapor langsung kepada Wali Kota Samarinda, Andi Harun.

“Saya dibentak dan diminta menghadirkan Pak Wali Kota kalau mau protes. Bahkan sempat ada ancaman anak saya bisa dikeluarkan karena saya dianggap orang tua yang tidak bisa diatur,” katanya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved