Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Penyebab Guru Jupriadi Tak Terima Dipecat setelah 16 Tahun Ngajar, Ungkap Chat WhatsApp soal Politik

Guru Jupriadi tak terima dipecat setelah 16 tahun mengajar. Guru Jupriadi adalah seorang pengajar honorer di SMA Negeri 10 Makassar, Sulawesi Selatan.

Penulis: Ani Susanti | Editor: Mujib Anwar
SHUTTERSTOCK/MASROB
GURU KESAL DIPECAT - Foto ilustrasi terkait berita Jupriadi, guru honorer di SMA Negeri 10 Makassar yang dipecat setelah 16 tahun mengajar mata pelajaran Teknik Informatika dan jadi penanggung jawab laboratorium komputer. Ia dipecat dua tahun lalu, namun kini pemecatan tersebut diungkit kembali. 

TRIBUNJATIM.COM - Guru Jupriadi tak terima dipecat setelah 16 tahun mengajar.

Guru Jupriadi adalah seorang pengajar honorer di SMA Negeri 10 Makassar, Sulawesi Selatan.

Ia  mengajar mata pelajaran Teknik Informatika dan jadi penanggung jawab laboratorium komputer.

Jupriadi lalu dipecat per Maret 2023.

Namun, setelah dua tahun berlalu, pemecatan Jupriadi kembali diungkit.


Pemecatan Jupriadi terjadi setelah dirinya mempersoalkan adanya pesan politik dibagikan di grup WhatsApp sekolah.

Menurutnya, grup tersebut seharusnya digunakan untuk membahas hal-hal terkait pendidikan, bukan politik.

Setelah mempersoalkan hal tersebut, dirinya pun langsung menerima surat pemecatan.

“Saya pribadi tidak terima. Tidak pernah dipanggil sebelumnya, tidak ada SP 1 sampai SP 3,” ujar Jupriadi, Senin (29/9/2025), melansir dari TribunTimur.

Jupriadi mengaku tidak pernah menjalani evaluasi kinerja dan merasa telah menjalankan tugasnya dengan baik setiap hari.

Namun, pihak sekolah berdalih, kendati menginginkan grup WhatsApp sekolah bebas dari pembicaraan soal politik, namun dia punya rekam jejak politik.

Baca juga: Alasan Guru Jupriadi Dipecat Mendadak Meski Ngajar 16 Tahun, Kepsek: Daftar Hadir Kosong Sejak 2022

Jupriadi pernah mencalonkan diri sebagai Anggota DPRD Makassar pada Pemilu 2019 dari Partai Keadilan dan Persatuan (PKP), Dapil IV Panakkukang-Manggala.

SMA Negeri 10 Makassar berada di Kecamatan Manggala.

Namun, Jupriadi sebaliknya juga berdalih, tidak ada larangan tenaga honorer menjadi caleg.

Beda dengan ASN (PNS dan PPPK), sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 2 Tahun 2022 Nomor 800-5474 Tahun 2022, Nomor 246 Tahun 2022, Nomor 30 Tahun 2022, dan Nomor 1447/1/PM.01/K.1/09/2022 Tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan.

Juga Peraturan Pemerintah No.53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.

Setelah diberhentikan pada Maret 2023, Jupriadi mencoba naik level dengan mendaftar sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) penuh waktu pada tahun 2024 dan paruh waktu di tahun 2025.

Namun, usahanya gagal karena data dirinya telah dihapus dari sistem Dapodik.

“Saya sudah siapkan semua berkas, tapi data saya di Dapodik sudah dihapus,” katanya mengeluhkan.

Baca juga: Sosok Guru Injak Murid di Sekolah Akhirnya Dipecat, Minta Maaf Atas Perbuatannya: Ada Setan Lewat

Dimintai tanggapan terkait pemecatan Jupriadi, Kepala SMAN 10 Makassar, Bahmansyur menyampaikan klarifikasi.

Ia membenarkan Jupriadi mulai mengabdi sebagai guru komputer sejak era kepemimpinan kepala sekolah Syamsu Alam.

Namun, menurut Bahmansyur, Jupriadi tidak memiliki Akta IV dan NUPTK (Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan), serta tidak tercatat dalam daftar hadir guru sejak Januari 2022.

Akta IV merupakan dokumen yang digunakan sebagai syarat menjadi guru profesional.

“Selama tiga bulan terakhir, kami menilai tidak ada peningkatan dan perbaikan kinerja dari sisi kedisiplinan dan efektivitas pekerjaan,” ujar Bahmansyur dalam keterangan tertulis.

Sekolah memutuskan tidak melanjutkan tugas Jupriadi terhitung sejak 8 Maret 2023.

Tugas terakhirnya sebagai pengelola laboratorium komputer dan penanggung jawab Smart School

Kasus Lain

Guru dari sejumlah sekolah dasar (SD) negeri di Kabupaten Trenggalek meluruk DPRD Trenggalek, Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Surodakan, Kecamatan/Kabupaten Trenggalek, Jumat (26/9/2025).

Mereka yang wadul ke DPRD Trenggalek adalah guru non Aparatur Sipil Negara (ASN) yang sudah menjadi guru profesional setelah menempuh Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) pra jabatan.

Rapat dengar pendapat (RDP) tersebut dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Trenggalek, Doding Rahmadi yang didampingi Wakil Ketua DPRD Trenggalek, Subadianto, serta Ketua Komisi IV DPRD Trenggalek, Sukarodin.

Perwakilan guru non ASN, Sajugo Agung Prabowo menuturkan saat ini ada 98 guru profesional yang mengabdikan diri di berbagai SD di Kabupaten Trenggalek.

Mereka berstatus relawan, bukan honorer apalagi ASN.

"(Status kami) relawan. Kalau honorer masuk Dapodik (Daftar Pokok Pendidikan) dan diakui pemerintah sedangkan kita tidak, kita hanya punya kepedulian yang besar (kepada pendidikan)," kata Sajugo, Jumat (26/9/2025).

Untuk itu, tujuan RDP tersebut adalah berharap agar 98 relawan tersebut bisa dimasukkan ke dalam Dapodik.

"Tuntunan nya adalah kami lulusan PPG Prajab yang sudah mengabdi ke sekolah harapannya bisa masuk Dapodik agar bisa mencarirkan sertifikasi sehingga performa kami dalam mengajar bisa lebih maksimal," lanjut relawan guru SDN 1 Surodakan, Kecamatan/Kabupaten Trenggalek itu.

Menurut Sajugo, mayoritas teman sejawatnya sudah 2 tahun mengabdi sebagai relawan, bahkan sudah ada yang mengajar sejak tahun 2019. Rata-rata mereka mendapatkan upah lebih kurang Rp 200 ribu per bulan.

Dengan masuknya 98 orang tersebut ke Dapodik maka punya harapan besar untuk mencairkan sertifikasi guru serta menjadi prioritas dalam seleksi ASN.

"Harapannya saat seleksi (ASN) kedepan kami yang sudah punya serdik menjadi prioritas utama apalagi yang domisili Trenggalek. Setelah (RDP) ini akan ditindaklanjuti ke Kementerian semoga dapat hasil yang terbaik," pungkasnya.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved