Berita Viral
Alasan Tri Wulandari Siram Pertalite ke Petugas Polres Sragen Setelah Kerap Kali Dianggap ODGJ
Seorang wanita bernama Tri Wulandari mengungkapkan kekecewaannya dengan cara menyiram BBM jenis Pertalite pada petugas di Kantor Polres Sragen.
Penulis: Ignatia | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM - Seorang wanita menjadi perbincangan setelah menyiramkan BBM jenis Pertalite ke seorang petugas Provoos Polres Sragen.
Tri Wulandari tiba-tiba masuk ke Polres Sragen dan kemudian menyiramkan BBM jenis Pertalite kepada seoorang petugas.
Awalnya tidak diketahui secara pasti alasannya.
Namun belakangan terungkap bahwa ia kerap kali kesal karena dianggap sebagai ODGJ.
Alasan Tri Wulandari, warga Jetak, Sidoharjo, Sragen, menyiram seorang petugas Provos Polres Sragen dengan pertalite akhirnya terungkap.
Pernyataannya terekam dalam sebuah video berdurasi 44 detik yang dibuat petugas Polres Sragen.
Dalam video itu, Tri terdengar menanggapi narasi petugas soal peristiwa penyiraman.
“Polres Sragen, Propam-propamnya nganggap aku ODGJ. Buktinya banyak. Toh, kasusku dari dulu tidak diselesaikan,” ujar Tri dalam rekaman tersebut.
Aksi penyiraman terjadi di Mako Polres Sragen pada Selasa (30/9/2025) sekitar pukul 09.00 WIB.
Tri datang ke kantor Propam, sempat mengomel kepada petugas, lalu terlibat perdebatan di halaman Mapolres.
Baca juga: Sosok Artis Pernah Jadi Bupati, Tahan Tangis Ingat Masa Kecilnya Ikut Ayah Memulung Barang Bekas
Tak lama kemudian, ia menyiramkan pertalite dalam botol 600 ml ke arah petugas bernama Johan.
Akibatnya, Johan mengalami luka serius pada mata sebelah kiri.
Kapolres Sragen, AKBP Dewiana Syamsu Indyasari, membenarkan peristiwa itu.
Namun, polisi tidak menahan pelaku dan masih mendalami motifnya.
“Ini kami sedang melakukan pendalaman lebih lanjut tentang latar belakang dan permasalahan pribadi yang bersangkutan dan lain-lain,” ujar Dewiana di Mapolres Sragen, Rabu (1/10/2025), seperti dikutip TribunJatim.com dari Kompas.com

Menurut Dewiana, Tri sebelumnya pernah membuat laporan penipuan pembelian minyak.
Namun, ia tidak pernah menghadiri undangan klarifikasi dari penyidik pada 27 Maret dan 25 September 2025.
“Sebelum terjadinya penyiraman ini juga dari penyidik mengundang kembali untuk klarifikasi... tapi yang bersangkutan tidak datang. Justru malah datang melakukan penyiraman itu,” jelas Kapolres.
Polisi juga meminta keterangan keluarga pelaku serta perangkat desa.
“Kemarin anggota kami juga melakukan pendalaman kepada pihak keluarga... termasuk masalah kesehatan. Kemudian juga kami koordinasi dengan perangkat desa setempat dan warga di sekitar tempat tinggal yang bersangkutan,” imbuhnya.
Baca juga: Cucu Keponakan Jadi Korban Keracunan MBG, Mahfud MD Bongkar Ada Kejanggalan Hukum Pada Programnya
Pihak kepolisian sering kali menjadi sorotan karena kasus yang dikerjakan.
Seringkali kasus tidak selesai, apa sebenarnya penyebab utamanya?
Faktor Penyebab Polisi Indonesia Lambat Menyelesaikan Kasus Kriminal
Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM)
Jumlah personel kepolisian di Indonesia masih belum sebanding dengan jumlah penduduk dan luas wilayah negara yang begitu besar.
Hal ini menyebabkan banyak kasus yang masuk tidak bisa ditangani secara cepat karena beban kerja penyidik sangat tinggi.
Selain itu, tidak semua polisi memiliki kemampuan investigasi yang sama, karena pelatihan khusus dalam bidang forensik, penyidikan, atau teknologi modern masih terbatas.
Akibatnya, penyelesaian kasus sering terhambat karena aparat tidak cukup siap menghadapi kompleksitas kriminalitas.
Kurangnya Fasilitas dan Teknologi Pendukung
Dalam mengungkap kasus kriminal, kepolisian sangat membutuhkan peralatan modern, seperti laboratorium forensik, sistem identifikasi digital, dan database kriminal.
Namun, fasilitas semacam ini belum merata di seluruh Indonesia.
Daerah-daerah terpencil sering tidak memiliki akses terhadap laboratorium forensik, sehingga sampel atau barang bukti harus dikirim ke kota besar dan memakan waktu lama.
Minimnya dukungan teknologi juga membuat proses investigasi lebih mengandalkan cara manual yang tentu memperlambat kerja polisi.
Birokrasi dan Administrasi yang Rumit
Sistem hukum di Indonesia memiliki banyak prosedur dan tahapan administratif yang harus dilalui.
Setiap langkah, mulai dari penyelidikan, penyidikan, hingga pelimpahan berkas ke kejaksaan, memerlukan waktu dan persyaratan dokumen tertentu.
Birokrasi yang panjang ini seringkali membuat masyarakat merasa kasus berjalan lambat, padahal polisi terikat dengan aturan formal yang tidak bisa dilewati begitu saja.
Tingginya Angka Kriminalitas
Indonesia memiliki tingkat kriminalitas yang cukup tinggi, mulai dari kejahatan ringan seperti pencurian hingga kasus besar seperti narkotika dan korupsi.
Dengan banyaknya laporan masuk setiap hari, polisi harus membuat prioritas dalam penanganan kasus.
Akibatnya, kasus yang dianggap kecil atau kurang mendapat perhatian publik sering ditunda atau memakan waktu lama untuk diproses.
Hal ini membuat masyarakat menilai bahwa polisi lambat dalam bekerja.
Intervensi dan Kepentingan Pihak Tertentu
Tidak bisa dipungkiri, beberapa kasus kriminal di Indonesia terhambat karena adanya intervensi dari pihak tertentu, baik karena kepentingan politik, ekonomi, maupun kekuasaan.
Kasus yang melibatkan orang berpengaruh sering kali berjalan lebih lambat dibanding kasus biasa, karena adanya tekanan atau upaya untuk menunda proses hukum.
Hal ini menciptakan kesan bahwa hukum tidak berjalan netral dan aparat kurang tegas dalam bertindak.
Kurangnya Transparansi dan Integritas
Masalah integritas juga menjadi faktor penting. Isu korupsi, pungutan liar, atau praktik "main mata" antara aparat dengan pihak tertentu masih sering ditemukan.
Jika integritas aparat rendah, maka proses penyelidikan bisa diperlambat atau bahkan dimanipulasi untuk kepentingan tertentu.
Hal ini merusak kepercayaan masyarakat dan semakin memperkuat anggapan bahwa polisi tidak profesional dalam menangani kasus.
Kendala Koordinasi Antar Lembaga Penegak Hukum
Proses penyelesaian perkara pidana tidak hanya melibatkan kepolisian, tetapi juga kejaksaan, pengadilan, hingga lembaga pemasyarakatan.
Kurangnya koordinasi dan sinkronisasi antar lembaga ini sering membuat proses hukum terhambat.
Misalnya, berkas perkara yang bolak-balik antara polisi dan jaksa karena dianggap belum lengkap, sehingga penyelesaian kasus menjadi semakin lama.
Partisipasi Publik yang Rendah
Peran masyarakat dalam membantu penyelesaian kasus juga sangat penting.
Namun, banyak warga enggan melapor karena takut menjadi saksi, merasa tidak aman, atau tidak percaya pada polisi.
Minimnya laporan atau kesaksian masyarakat membuat aparat kesulitan mendapatkan bukti yang kuat.
Akibatnya, banyak kasus yang penyelesaiannya memakan waktu lama karena informasi yang diperoleh sangat terbatas.
Berita viral lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com
Tri Wulandari
Polres Sragen
diduga ODGJ
ODGJ
BBM jenis pertalite
meaningful
Multiangle
TribunJatim.com
berita viral
Aiptu IWS Pakai Kaus Bertuliskan Polsek saat Jambret Perhiasan Milik Pedagang |
![]() |
---|
Sebut Korupsi Bukan Kejahatan Kemanusiaan, Hasto Kristiyanto Kini Takut Rumahnya Di-Sahroni-Kan |
![]() |
---|
Nasib Pemain Ketipung Dikeroyok Tamu Hajatan Nikah Gara-gara Tak Tambah Lagu, Pengantin Ikut Pukul |
![]() |
---|
MBG Diusulkan Ganti Nama Tanpa Gratis, Anggota DPR Singgung Konotasi Negatif |
![]() |
---|
Terbongkar Siapa Sebenarnya Pemilik Tanah di Balik Kasus GWK yang Tembok Akses Rumah Warga |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.