Berita Viral
Kisah Agus Sopir Bus Transigrak Antar Siswa Difabel ke Sekolah: Anak-anaknya Lebih Sopan dan Nurut
Anak-anak difabel menurut Agus lebih menghargai orang lain, meskipun tidak selalu bisa mengungkapkan dalam kata-kata.
Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM - Tiap hari mengantar anak difabel ke sekolah, sopir bus sekolah Transigrak mengungkap pengalamannya yang menyentuh.
Sopir Transigrak bernama Agus Paranto tersebut memulai pekerjaannya setiap pagi pukul 06.00.
Ia sudah siap duduk di balik kemudi bus berwarna putih, bernomor polisi B 9096 XCY.
Baca juga: Pasien BPJS Terpaksa Tidur di Kasur Penuh Ulat Belatung, Pihak RSUD Alasan Ruang IGD Penuh
Bus bertuliskan Bus Sekolah Ku ini menjadi angkutan bagi para siswa difabel yang belajar di SLB Negeri 1 Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Bus ini berangkat dari Pangkalan Congot, Kapanewon Temon, menempuh jarak sekitar 14 kilometer menuju sekolah.
Sepanjang jalan, bus berhenti di beberapa titik untuk menjemput siswa disabilitas yang telah menunggu.
"Kalau yang ini anak-anak istimewa, ya kita harus kasih pelayanan yang istimewa juga," ujarnya saat ditemui Kompas.com di halaman sekolah.
Agus kini menjadi sopir Transigrak, setelah sebelumnya bertugas mengemudikan bus sekolah reguler yang berwarna kuning-oranye selama tiga tahun.
Menurutnya, suasana di bus yang kini ia kemudikan terasa jauh lebih tenang dan santun.
Para siswa SLB lebih banyak menggunakan bahasa isyarat dan komunikasi non-verbal.
"Kalau anak-anak yang ini (difabel), meskipun enggak bisa bicara dengan jelas, tapi sopan sekali. Enggak teriak, enggak ngomong kasar," katanya.
Hal ini berbeda dari siswa reguler yang cenderung lebih ramai dan terkadang menggunakan bahasa kasar dalam bercanda.
Anak-anak difabel menurut Agus lebih menghargai orang lain, meskipun tidak selalu bisa mengungkapkan dalam kata-kata.
"Kalau yang kuning (bus reguler) itu bila bercanda kadang omongannya kurang sopan," kenangnya.
"Ada juga yang saling olok-olokan, kadang ada bercandanya berlebihan," lanjut Agus.

Meski belum menguasai bahasa isyarat, Agus berusaha mengenali setiap siswa agar lebih mudah membangun komunikasi.
"Karena mereka lebih pendiam, tapi kalau diajak komunikasi, responsnya baik," katanya.
Untuk saat ini, ia didampingi oleh seorang guru pendamping dan kernet yang membantu dalam proses naik turun siswa.
Agus menjalankan rute antar-jemput dua kali sehari.
Setiap perjalanan menjadi pengalaman berharga tentang kesabaran, empati, dan keikhlasan.
"Bukan cuma nganter anak-anak ke sekolah, tapi juga bawa pulang pelajaran hidup," tambahnya.
Agus sebelumnya mengemudikan bus sekolah reguler selama tiga tahun.
Kini, ia melayani 26 anak difabel dengan dua hingga tiga perjalanan antar jemput setiap hari.
Sehari-harinya, Agus ditemani kernet baru, Eri Supriyadi.
Baca juga: Dwi Purwaningsih Jadi Tersangka Gegara Tanah yang Dibeli 11 Tahun Silam, Menteri sampai Heran: Ajaib
Eri menjelaskan, tiap anak memiliki kebutuhan khusus: tuna netra, tuna wicara, hingga tuna grahita.
Pendekatan dan pelayanan dilakukan secara spesifik, seperti menggandeng mereka saat naik dan turun bus serta menggunakan bahasa isyarat untuk yang tuna rungu.
"Yang rungu, tidak bisa dipanggil namanya begitu saja," jelas Eri.
"Karena tidak mendengar, jadi pakai bahasa isyarat dengan menunjuk atau lambaian. Sebelumnya, harus diyakinkan kalau titik turunnya benar."
Komunikasi menjadi tantangan utama karena banyak anak tidak bisa berbicara.
Agus dan Eri menghafalkan nama dan lokasi turun tiap anak serta koordinasi dengan orang tua melalui grup WhatsApp.
"Kalau orang tua belum datang di titik penjemputan, kita tunggu dulu. Kadang ada orang tua lain yang bantuin," tambah Eri.
Pendekatan emosional juga penting, karena anak-anak menganggap sopir dan kernet sebagai teman.
Agus dan Eri mengutamakan kesabaran dan perlakuan pelan.
"Di bus ini, anak-anak lebih sopan dan nurut. Suasananya adem, beda dengan bus reguler yang kadang ramai dan ada celetukan yang kurang sopan," kata Agus tersenyum.
Saat ini, orang tua masih ikut mendampingi anak dalam bus.
Namun diharapkan, ke depan anak-anak bisa sekolah mandiri dengan kepercayaan yang terus dibangun.
Eri berharap pengemudi dan kernet mendapatkan pelatihan bahasa isyarat dan penanganan anak berkebutuhan khusus.
"Kalau bisa ada pelatihan bahasa isyarat atau pendamping tetap, biar kita bisa lebih maksimal," ujarnya.
Transigrak (Transportasi Inklusi Gratis Ramah Anak Sekolah) resmi beroperasi pada 1 Oktober 2025.
Program ini digagas oleh Dinas Perhubungan (Dishub) Kulon Progo, bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan RI.
"Armada yang digunakan adalah hasil hibah dari Kementerian Perhubungan," ujar Kepala Dishub Kulon Progo, Ariadi.
Sebelumnya, Dishub hanya mengoperasikan dua armada bus reguler berwarna kuning-oranye.
Tambahan satu unit ini khusus melayani pelajar berkebutuhan khusus, dengan konsep transportasi inklusif.
Rute Transigrak: Dari Pangkalan Congot hingga Kota Wates
Transigrak saat ini hanya melayani siswa dari SLBN 1 Kulon Progo melalui dua rute utama:
Rute 1: Pangkalan Congot – Toyan – Simpang Bendungan – SLBN 1 Kulon Progo
Rute 2: SLBN 1 – Srikayangan – Tugu Pensil – Kota Wates – Stadion Cangkring – kembali ke SLBN 1
Kepala SLBN 1 Kulon Progo, Titi Nurhayati, mengungkapkan bahwa Transigrak sangat membantu mobilitas siswa.
Sebelumnya, mereka harus menggunakan kendaraan pribadi atau angkutan umum.
"Kebanyakan diantar orang tua, bahkan ada yang membawa kendaraan sendiri."
"Itu sangat berisiko, dan bisa menyebabkan keterlambatan ke sekolah," kata Titi.
Dengan adanya Transigrak, siswa bisa datang lebih tepat waktu, dengan perjalanan yang lebih aman, nyaman, hemat waktu dan biaya.
Baca juga: Pria Terancam 4 Tahun Penjara Jual Rumah Harta Gono-gini Rp10 M, Mantan Istri Cuma Dikasih 10 Persen
Titi mengapresiasi program ini karena memperluas akses pendidikan bagi anak difabel dan meringankan beban orang tua.
"Selama ini ada orang tua yang mengantar anaknya naik sepeda ontel dari Kokap ke sini. Jauh sekali. Sekarang dengan adanya bus ini, mereka bisa lebih tenang," kata Titi.
Saat ini, sekolah memiliki 218 siswa, dengan sekitar separuhnya berharap menggunakan bus. Namun baru 40 anak terlayani dengan dua rute yang ada.
"Semoga armadanya bisa ditambah, supaya anak-anak yang rumahnya dilewati rute bus juga bisa ikut," harap Titi.
Titi menegaskan kehadiran Transigrak bukan hanya soal fasilitas.
Tetapi keadilan akses pendidikan bagi anak-anak yang selama ini sering terpinggirkan.
Transigrak
Agus Paranto
SLB Negeri 1 Kulon Progo
Kapanewon Temon
Eri Supriyadi
Titi Nurhayati
berita viral
TribunJatim.com
Tribun Jatim
Biaya Pengobatan Korban Keracunan MBG Tak Ditanggung BPJS Kesehatan? ini Kata Pihak JKN dan BGN |
![]() |
---|
Daftar Kasus Hacker Bjorka yang Gegerkan Publik 2022-2023, Pemilik Akunnya Kini Ditangkap |
![]() |
---|
Pasien BPJS Terpaksa Tidur di Kasur Penuh Ulat Belatung, Pihak RSUD Alasan Ruang IGD Penuh |
![]() |
---|
Imbas Ulah Sahara, Keluarga Yai Mim Ikut Terseret, Eks Dosen Siap Perang: Tidak Ada Mediasi |
![]() |
---|
Alasan Iklan di Instagram Sering Sesuai dengan Obrolan Kita, Bos IG Klarifikasi soal Isu Penyadapan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.