Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Cek Fakta

CEK FAKTA Angka Keracunan MBG Hanya 0,00017 Persen Seperti Kata Prabowo, Samakah dengan Laporan BGN?

Pernyataan Presiden Prabowo Subianto tentang angka keracunan karena MBG atau Makan Bergizi Gratis kini disorot publik.

Penulis: Ani Susanti | Editor: Mujib Anwar
Puspen TNI
KERACUNAN MBG - Presiden Prabowo Subianto meresmikan akad massal 26 Ribu Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sekaligus serah terima kunci rumah yang digelar secara hybrid dan dipusatkan di Pesona Kahuripan 10, Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Senin (29/9/2025). Baru-baru ini, Prabowo Subianto mengeklaim angka kasus keracunan akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) hanyalah 0,00017 persen. Cek faktanya! 

BGN membagi program dalam tiga wilayah. Wilayah I yang mencakup Pulau Sumatera, Wilayah II di Pulau Jawa, dan Wilayah III mencakup wilayah Indonesia timur.

"Kita lihat di wilayah satu ada yang mengalami gangguan pencernaan sebanyak 1.307, wilayah dua bertambah, tidak lagi 4.147, ditambah dengan yang di Garut mungkin 60 orang," ucap Dadan dalam rapat.

Baca juga: Puluhan Siswa di Ngawi Diduga Keracunan MBG, Polisi Kirim Sampel Makanan ke Labfor

Dadan mengakui banyak SPPG atau dapur dalam program MBG belum memiliki sanitasi air yang baik.

Ia lantas menyampaikan bahwa Prabowo memerintahkan seluruh SPPG diberi alat sterilisasi.

Hingga kini, belum jelas dari mana Prabowo mendapatkan angka 0,00017 persen tersebut.

Sebagai pembanding, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) juga menyediakan data kasus keracunan akibat MBG.

Per 27 September 2025, JPPI mencatat ada 8.649 anak mengalami keracunan.

Angka tersebut terpaut jauh dengan angka kasus yang dicatat BGN.

Terlepas dari itu, persoalan gizi anak bukanlah angka dan statistika belaka.

Keselamatan anak-anak terancam dan sterilisasi SPPG bukan solusi satu-satunya.

Ombudsman Republik Indonesia mengungkap delapan masalah utama dari penyelenggaraan program MBG.

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menjelaskan, beberapa di antaranya yakni penerapan standar pengolahan makanan yang belum konsisten, khususnya Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP).

Ombudsman juga mendapati ketidaksesuaian mutu bahan baku akibat belum adanya standar Acceptance Quality Limit (AQL) yang tegas.

Selain itu, Ombudsman menilai distribusi makanan belum tertib dan masih membebani guru di sekolah.

Masalah lain dalam catatan Ombudsman, sistem pengawasan MBG belum terintegrasi, masih bersifat reaktif, dan belum sepenuhnya berbasis data.

Baca juga: Warga Protes Menu MBG Hanya Nasi Lauk Keripik Tempe dan Sayur, Pengurus: Suplai Daging Bermasalah

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved