Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Meski Bakal Dapat Insentif Rp100 Ribu, PGRI Purworejo Tolak Guru Cicipi MBG: Tidak Sepadan Risikonya

Meski guru bakal diberi imbalan Rp100.000 per orang setiap hari untuk mencicipi makanan, hal itu tidak sepadan.

Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
KOMPAS.com/Adlu Raharusun
TOLAK CICIPI MBG - Ilustrasi berita Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, menolak wacana menjadikan guru sebagai tester program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang akhir-akhir ini menuai kontroversi. 

TRIBUNJATIM.COM - Wacana menjadikan guru sebagai tester dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) akhir-akhir ini, menuai kontroversi.

Diketahui, Badan Gizi Nasional (BGN) akan menjadikan guru sebagai penanggung jawab program MBG.

Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran Nomor 5 Tahun 2025 tentang Pemberian Insentif bagi Guru Penanggung Jawab Program MBG di Sekolah Penerima Manfaat.

Baca juga: Sempat Ngamuk, Toni Paving Block Kini Bingung Ditantang Dedi Mulyadi & Diberi Uang Rp50 Juta

Salah satu penolakan datang dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.

Ketua PGRI Purworejo, Irianto Gunawan mengungkapkan, pihaknya menolak dengan beberapa pertimbangan.

Salah satunya, tidak ada komunikasi yang jelas antara penanggung jawab MBG dan PGRI saat ini.

"(PGRI) Purworejo ini jelas tidak setujulah (adanya tester MBG). Pertama, karena dari awal juga tidak dilibatkan," kata Irianto melalui pernyataan resminya, Rabu (8/10/2025), melansir Kompas.com.

Alasan kedua, kata Irianto, ada dugaan penanggung jawab MBG mau lepas tangan.

"Mestinya di tempat SPPG itu ada testernya, mereka berani menyajikan maka harus berani bertanggung jawab," ujar Irianto.

Dirinya mencontohkan, jika saat mencicipi menu MBG, kemudian guru atau kepala sekolah yang menjadi korban, siapa pihak yang harus bertanggung jawab.

"Siapa yang mau tanggung jawab? Mestinya penyedia itu juga harus bertanggung jawab bahwa makanan ini aman," ujarnya.

"Jangan sampai mengorbankan orang lain, tapi yang mendapat keuntungan mereka," tegas Irianto.

Meski guru bakal diberi imbalan Rp100.000 per orang setiap hari untuk mencicipi makanan, kata Irianto, hal itu tidak sepadan.

Termasuk guru bertugas mengumpulkan ompreng yang telah dipakai kepada SPPG.

"Belum lagi kalau jumlahnya kurang, maka sekolah suruh ganti," imbuhnya.

Ketua PGRI Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, Irianto Gunawan
Ketua PGRI Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, Irianto Gunawan (Dok PGRI Purworejo)

Terkait kasus banyaknya siswa di SMPN 8 dan SMAN 3 yang diduga keracunan usai menyantap MBG, Irianto menyatakan, MBG melalui pengawasan ketat.

Penyedia harus bertanggung jawab dari mulai makanan tersebut sudah layak dan disajikan serta dikonsumsi.

"Kejadian ini harus diusut dengan tuntas karena jangan sampai pada saat SPPG ini melakukan yang sudah terbaik dan tidak disebabkan dari sana, misalnya ada orang iseng dan lain sebagainya."

"Itu kan kasihan nanti mereka sudah mengeluarkan uang," tandas Irianto.

Lebih lanjut, Irianto menyarankan agar pengelolaan program MBG diserahkan langsung kepada pihak sekolah.

"Memang MBG ini membawa banyak manfaat bagi siswa. Tapi alangkah lebih baik jika pengelolaannya diserahkan kepada sekolah masing-masing melalui komite dan orang tua siswa," ujar Irianto, Rabu (8/10/2025).

Baca juga: Wasroni Bisa Jadi Miliarder usai Temukan Batu Disebut Meteor Hitam, Jatuh di Pekarangan: Tidak Panas

Irianto menilai, proses penyajian makanan akan lebih higienis dan mudah diawasi, jika MBG dikelola langsung oleh sekolah.

Ia mencontohkan, jumlah siswa di sekolah umumnya berkisar di bawah 1.000 orang, sehingga kapasitas produksi lebih kecil dan makanan bisa disajikan dalam kondisi segar.

"Sekolah itu kan paling banyak 700 siswa. Kalau masak untuk 700 orang, masih bisa fresh dan aman dikonsumsi."

"Tapi kalau harus menyiapkan sampai 3.000 porsi, tentu waktu masaknya lama."

"Yang dimasak lebih dulu bisa saja sudah tidak layak saji saat sampai ke sekolah," jelasnya.

Suasana menyiapkan Makan Bergizi Gratis di SPPG Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
Suasana menyiapkan Makan Bergizi Gratis di SPPG Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. (KOMPAS.COM/BAYU APRILIANO)

Menurut Irianto, skema pengelolaan berbasis sekolah juga bisa meningkatkan partisipasi orang tua siswa dan menumbuhkan rasa tanggung jawab bersama dalam menjaga mutu makanan.

"Saya yakin para orang tua akan lebih tenang jika MBG dikelola oleh sekolah dengan melibatkan komite. Selain transparan, juga bisa meminimalkan risiko terjadinya kasus yang tidak diinginkan," tandasnya.

Namun, ia juga menekankan pentingnya pengawasan ketat dan keterlibatan tenaga ahli gizi dalam proses pelaksanaan program, agar standar kesehatan tetap terpenuhi.

Usulan ini disampaikan di tengah meningkatnya kekhawatiran publik setelah dua kasus keracunan siswa terjadi di Kabupaten Purworejo dalam waktu yang berdekatan.

Baca juga: Raup Rp3 M dari Pemalsuan SIM, Cara Curang Pelaku Terungkap di Rumahnya, Polisi Sita Printer

Tak hanya di Purworejo, PGRI Blora juga menolak kebijakan pemerintah yang mewajibkan guru melakukan uji organoleptik sebelum MBG dibagikan kepada siswa.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), organoleptik berhubungan dengan pengindraan suatu produk makanan yang meliputi rasa, warna, bau, dan sentuhan.

Ketua PGRI Kabupaten Blora, Yatni mengaku, pihaknya tidak setuju dengan kebijakan pemerintah yang mewajibkan guru sebagai pencicip menu makanan sebelum dibagikan kepada para siswa.

"Saya secara pribadi maupun organisasi PGRI sangat tidak setuju sekali ini kaitannya dengan itu," ucap dia saat ditemui di kantornya, Blora, Jawa Tengah, Senin (6/10/2025).

Yatni menjelaskan, penolakannya untuk mencicipi menu MBG karena guru memang tidak mendapatkan jatah dari program tersebut.

"Terus nanti kalau ada keracunan, kami yang menjadi korban ini. Menurut kami, secara organisasi tidak tepat," terang dia.

Ketua PGRI Kabupaten Blora, Yatni, saat ditemui wartawan di kantornya, Jawa Tengah, Senin (6/10/2025).
Ketua PGRI Kabupaten Blora, Yatni, saat ditemui wartawan di kantornya, Jawa Tengah, Senin (6/10/2025). (KOMPAS.com/Aria Rusta)

Yatni, yang juga berprofesi sebagai seorang guru, menilai selama ini pihaknya tidak pernah dilibatkan dalam program MBG.

Mulai dari perencanaan bahan makanan sampai dengan pilihan menu yang akan dibagikan kepada para siswa.

"Kami di sekolah itu hanya menerima barang jadi. Tinggal membagi kepada siswa selaku penerima manfaat," kata dia.

Selain itu, mencicipi makanan yang bukan haknya merupakan tindakan yang tidak baik untuk dicontoh para siswa.

"Nek dicicipi kan berarti nyisani (memberikan makanan sisa kepada) murid nanti. Ini enggak baik," ujar dia.

Meskipun tidak setuju terkait kebijakan tersebut, namun pihaknya mendukung penuh program MBG yang selama ini telah berjalan.

Menurutnya, program MBG memang bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di bidang pendidikan dengan memberikan gizi kepada para siswa.

"Kami PGRI sangat mendukung sekali sepanjang dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku," jelas dia.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved