Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Sosok Sito Mahasiswa Jadi Dukuh di Desa, Usia 20 Tahun Sudah Dipanggil 'Pak' Sama Warga

Meski masih tergolong muda, Sito sudah dipanggil 'Pak' oleh warganya karena jabatan yang ia miliki.

Dokumentasi Sito Apri Nurrochim/KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA
DUKUH MUDA - Sito Apri Nurrochim dukuh Padukuhan Kajor saat di Kantor Kalurahan Nogotirto, Kapanewon Gamping, Kabupaten Sleman saat memberikan sambutan dikegiatan ibu-ibu. Ia menjadi dukuh di usia masih 20 tahun, Kamis (30/10/2025). 

TRIBUNJATIM.COM - Fenomena gen Z menjadi ketua RT hingga lurah kini tengah menjadi tren.

Di Kabupaten Sleman, seorang mahasiswa masih berusia 20 tahun menjadi kepala dusun.

Meski masih tergolong muda, ia sudah dipanggil 'Pak' oleh warganya karena jabatan yang ia miliki.

Kisah ini datang dari pemuda bernama Sito Apri Nurrochim, mahasiswa semester tiga Program Studi Psikologi Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta.

Sito menjabat sebagai Dukuh Padukuhan Kajor di usia yang masih sangat muda, 20 tahun.

Padukuhan Kajor terletak di Kalurahan Nogotirto, Kapanewon Gamping, Kabupaten Sleman.

Dukuh adalah sebutan untuk perangkat desa yang memimpin sebuah dusun atau kampung di bawah kepala desa, atau wilayah administratif setingkat dusun/kampung yang berada di bawah desa atau kelurahan.

Sito menjadi dukuh termuda di Padukuhan Kajor berkat dorongan dari warga, tokoh masyarakat, dan keluarganya.

“Awalnya saya ditawari teman, rekan-rekan kalurahan, tokoh masyarakat, dan warga untuk maju sebagai dukuh,” ujar Sito saat ditemui di kantor Kalurahan Nogotirto, Jumat (24/10/2025) kemarin, dikutip dari Kompas.com.

Baca juga: Jufri Bukan Sekedar Ketua RT karena Bisa Bikin Hidup Masyarakat Kaya dan Sehat, Jadi Idola Warganya

Saingan dengan Orang yang Lebih Tua

Perjalanan Sito menuju jabatan dukuh tidaklah mudah. 

Awalnya, ia ragu menerima tawaran tersebut. Butuh beberapa hari baginya untuk meyakinkan diri.

Selain restu orangtua, ada pula dorongan kuat dari kakaknya yang kini menjabat sebagai Jogoboyo, menjadi penyemangat utama.

“Kakak saya yang paling mendorong, bilang pokoknya harus mendaftar. Orangtua, warga, dan tetangga juga mendukung,” kenang dia.

Pada Juli 2025, Sito memberanikan diri mendaftar sebagai calon dukuh.

Ia bersaing dengan empat kandidat lain yang usianya jauh lebih tua, bahkan mendekati 30 tahun.

Proses seleksi pun ketat, dimulai dari pengumpulan dukungan 15 persen warga.

Baca juga: Sosok Windy Mahasiswi Penjual Jagung Bakar Peraih Beasiswa Kuliah, Ingin Perbaiki Ekonomi Keluarga

Sito Apri Nurrochim dukuh Padukuhan Kajor saat di Kantor Kalurahan Nogotirto, Kapanewon Gamping, Kabupaten Sleman saat memberikan sambutan dikegiatan ibu-ibu.
Sito Apri Nurrochim dukuh Padukuhan Kajor saat di Kantor Kalurahan Nogotirto, Kapanewon Gamping, Kabupaten Sleman saat memberikan sambutan dikegiatan ibu-ibu. (Dokumentasi Sito Apri Nurrochim/KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA)

Sowan ke Warga Minta Restu

Sito tak segan mendatangi rumah warga satu per satu untuk meminta dukungan dan restu. 

“Saya sowan langsung ke warga, minta KTP mereka untuk dukungan,” ungkap dia.

Seleksi berlanjut dengan tes tulis, wawancara, pidato, hingga ujian keterampilan komputer.

Tantangan terbesar bagi Sito adalah pidato berbahasa Jawa, sesuatu yang belum ia kuasai sepenuhnya.

Meski begitu, di sela-sela kesibukannya sebagai mahasiswa dan barista di sebuah kedai kopi di Yogyakarta, Sito berlatih keras.

“Tesnya digelar dalam satu hari, nilai tertinggi yang lolos. Alhamdulillah, saya dapat poin tertinggi,” ujarnya bangga.

Pada 6 Oktober 2025, Sito resmi dilantik sebagai Dukuh Padukuhan Kajor.

“Pertama kaget, nggak nyangka bisa jadi dukuh. Ini amanah besar dari warga,” kata dia.

Kini, hidup Sito semakin padat.

Selain kuliah, ia mulai aktif melayani warga, dari urusan surat-menyurat hingga menghadiri pertemuan RT dan kegiatan PKK.

Untuk fokus pada tanggung jawab baru ini, Sito memutuskan berhenti dari pekerjaannya sebagai barista.

“Saya pikir, kuliah dan jadi pamong sudah cukup. Barista saya tinggalkan,” tutur dia.

Baca juga: Sosok Santoso Ketua RT yang Buat Gapura Megah dari Sampah, Anggaran Tak Sampai Rp 500 Ribu

Dipanggil "Pak" dan Dicarikan "Ibu Dukuh"

Meski masih muda, Sito tak kesulitan menjalin komunikasi dengan warga, termasuk para sesepuh.

“Mereka terbuka, bahkan kadang memanggil saya ‘Pak’. Saya bilang, nggak usah, tapi ya monggo saja,” ujarnya sambil tertawa.

Ia juga kerap mendapat candaan dari warga dan teman-temannya untuk segera mencari “ibu dukuh” alias istri.

Namun, Sito yang lahir pada April 2005 ini memilih fokus menyelesaikan kuliahnya terlebih dahulu.

“Tunggu kuliah selesai dulu, baru mikir yang lain,” katanya santai.

Sebagai dukuh, Sito bertekad membawa perubahan positif di Padukuhan Kajor, yang terdiri dari tiga dusun: Guyangan, Kenteng, dan Kajor.

Ia ingin memanfaatkan potensi lokal, seperti kesenian bregodo, tari, jatilan, jemparingan, dan UMKM pembuatan ketupat, untuk mengembangkan desa wisata.

“Saya ingin coba inovasi, mungkin digitalisasi atau teknologi, supaya warga lebih mudah. Potensi budaya dan ekonomi di sini besar,” ungkap dia penuh semangat.

Meski tanggung jawabnya berat, Sito tetap rendah hati. Ia menegaskan, dirinya bukan pejabat, melainkan pelayan masyarakat.

“Intinya, bisa bermanfaat untuk warga. Itu poin terbesar,” sebut dia. 

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved