Berita Viral
Purbaya Ungkap Oknum Pajak-BC Ternyata Pernah Kebal Hukum, Bongkar Obrolannya dengan Jaksa Agung
Ternyata ada oknum pegawai pajak dan bea cukai yang pernah mendapatkan perlindungan di masa lalu sehingga sulit terjerat hukum.
Ringkasan Berita:
- Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa membongkar isi percakapannya dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin.
- Pertemuan tersebut terkait dengan penegakkan hukum di dalam tubuh lembaga keuangan negara.
- Terungkap fakta mengejutkan oknum pegawai pajak dan bea cukai.
TRIBUNJATIM.COM - Baru-baru ini, Menteri Keuangan RI, Purbaya Yudhi Sadewa, bertemu dengan Jaksa Agung, ST Burhanuddin.
Pertemuan tersebut terkait dengan penegakkan hukum di dalam tubuh lembaga keuangan negara.
Baca juga: Dulu Viral Minta Ditahan Polisi, Anak Rantau Randika Kini Ditemukan Tewas Diduga Kelaparan
Dalam perbincangan tersebut, terungkap fakta mengejutkan.
Ternyata ada oknum pegawai pajak dan bea cukai yang pernah mendapatkan perlindungan di masa lalu sehingga sulit untuk terjerat hukum.
"Rupanya ya kenapa selama ini ya, saya baru tahu. Saya ketemu dengan Jaksa Agung," kata Purbaya seperti dikutip dari program CNN Indonesia, The Economic, pada Kamis (30/10/2025).
Menurut Purbaya, Jaksa Agung sempat bertanya kepadanya soal tindakan terhadap aparatur pajak atau bea cukai yang terlibat masalah hukum.
"Saya enggak tahu ini rahasia apa enggak. Biar aja rahasia juga (saya ungkap di sini)," kata Purbaya.
Dia tanya sama saya, "Pak gimana kalau orang pajak atau bea cukai terlibat masalah hukum?"
"Apa maksudnya?" tanya saya lagi.
"Dia bilang, 'Ya Diselewengkan, mencuri segala macam. Boleh enggak dihukum?'," tanya Jaksa Agung.
Awalnya, Purbaya sempat mengaku heran mendengar pertanyaan itu.
"Saya bilang, ya hukum aja sesuai dengan kesalahan. Kan semuanya sama di mata hukum kan, semuanya sama," jawab Purbaya.
Dari percakapan dengan ST Burhanuddin, Purbaya baru mengetahui bahwa di masa lalu, ada intervensi dari pihak tertentu.
Sehingga kasus oknum pegawai pajak dan bea cukai yang terlibat hukum tidak diusut.
"Rupanya sebelum-sebelumnya dilindungi. Jadi kalau ada seperti itu, ada intervensi dari atas supaya jangan diganggu karena akan mengganggu stabilitas pendapatan nasional."
"Itulah yang menciptakan seperti dikasih intensif untuk berbuat dosa. Kan begitu kan, ternyata ada treatment seperti itu," pungkasnya.
Batal Turunkan PPN
Sebelum Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa duduk di kursi kementerian, sempat ada wacana menurunkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 8 persen.
Beberapa bulan lalu, wacana ini mungkin terasa seperti ide populer yang mudah dijual ke publik.
Namun kini, setelah ia benar-benar menjadi Menkeu, kenyataannya jauh lebih kompleks.
Setiap satu persen yang turun, berarti Rp70 triliun pendapatan negara yang lenyap angka yang bisa mengguncang fondasi fiskal bila tak diperhitungkan dengan cermat.
"Waktu di luar saya enaknya juga ngomong gitu, 'Turunin aja ke delapan persen'," ujar Purbaya, diselingi tawa kecil terdengar getir.
"Tapi begitu jadi Menteri Keuangan, setiap satu persen turun, saya kehilangan pendapatan Rp70 triliun." lanjutnya.
"Wah, rugi juga nih. Jadi kita pikir-pikir," kata Purbaya.
Baca juga: Ibu Menyusui Anaknya dari Balik Tahanan, Kuasa Hukum Sebut Tak Manusiawi: Tidak Sepatutnya
Ucapan tersebut, meski dibalut kelakar, mencerminkan dilema besar seorang pengambil kebijakan.
Menurunkan tarif pajak memang bisa menggairahkan konsumsi masyarakat.
Tapi di sisi lain, bisa membuat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melebar.
Oleh karena itu, keputusan besar tersebut ia tunda bukan karena takut
Akan tetapi karena sadar bahwa setiap langkahnya kini diawasi oleh logika fiskal yang tak mengenal kompromi.
Purbaya menjelaskan, keputusan terkait pajak tak boleh diambil tanpa landasan data yang solid.
Pemerintah, katanya, harus lebih dulu memastikan kemampuan riil penerimaan pajak dan bea cukai.
Terutama setelah sistem administrasi pajak terbaru, Coretax, berjalan optimal.
Sistem yang resmi diluncurkan pada 1 Januari 2025 tersebut sejatinya digadang-gadang menjadi tulang punggung digitalisasi perpajakan nasional.
Namun, realita di lapangan masih jauh dari ideal.
Gangguan teknis masih kerap terjadi, membuat pengumpulan pajak belum maksimal seperti harapan awal.
"Dari situ saya bisa ukur sebetulnya potensi penerimaan saya yang real berapa."
"Nanti kalau saya turunkan, kurangnya berapa, dampak pertumbuhan ekonominya berapa," jelasnya dengan nada penuh kalkulasi.
Kehati-hatian, bagi Purbaya, bukan sekadar pilihan, melainkan kewajiban moral seorang menteri keuangan.
Ia tak ingin kebijakan populis justru berujung pada guncangan fiskal yang berbahaya.
"Nanti saya hitung semuanya. Jadi walaupun saya katanya konyol, enggak konyol-konyol amat."
"Saya pelit dan hati-hati. Kalau jeblok nanti di atas tiga persen defisit saya," ujarnya, disambut tawa kecil dari para pejabat di sekitarnya.
Namun di balik gurauan tersebut, tersirat kesadaran bahwa setiap keputusan fiskal adalah pertaruhan reputasi dan kepercayaan publik.
Kini, Purbaya memilih menahan diri.
Fokus utamanya bukan pada penurunan tarif, melainkan membenahi Coretax agar benar-benar solid.
Ia menargetkan perbaikan sistem rampung dalam dua kuartal ke depan, sebelum melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan pajak.
"Saya akan perbaiki Coretax sekarang sampai dua kuartal ke depan. Mungkin akhir Kuartal I (2026) saya sudah lihat," ujarnya optimistis.
Meski demikian, pintu untuk penurunan PPN di masa depan tidak tertutup rapat.
Purbaya mengakui, jika ekonomi nasional menguat dan penerimaan negara membaik, ia akan membuka kembali peluang itu sebagai langkah untuk mendorong daya beli masyarakat.
"Nanti akan kita lihat bisa enggak kita turunkan PPN. Itu untuk mendorong daya beli masyarakat nanti ke depan. Tapi kita pelajari dulu hati-hati," tuturnya.
| Dulu Viral Minta Ditahan Polisi, Anak Rantau Randika Kini Ditemukan Tewas Diduga Kelaparan |
|
|---|
| Asal-usul Kelam Lagu Nina Bobo: Kisah Seram yang Jadi Urban Legend Terpopuler di Indonesia |
|
|---|
| Alasan Wabup Diduga Hajar Kepala BGN saat Sidak Dapur, Akui Emosi saat Cek Nasi |
|
|---|
| Tiap Hari Rutin Mancing 6 Jam, Kakek Jadi Candaan Keluarga Imbas Warna Kulit Berubah Drastis |
|
|---|
| Hukuman Pegawai Puskesmas Senam saat Masih Jam Pelayanan, Alasan Ngaret karena Sound System Mati |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jatim/foto/bank/originals/oknum-pajak-dan-bea-cukai-pernah-terlindungi-hingga-sulit-tersentuh-hukum.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.