Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Repan Warga Baduy Ditolak RS Gegara Tak Punya KTP, Dibegal saat Jualan Madu, Uang Rp3 Juta Raib

Repan warga Baduy dibegal saat berjualan madu di kawasan Kelurahan Rawasari, Kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Minggu (26/10/2025).

Penulis: Alga | Editor: Alga W
KOMPAS.COM/ACEP NAZMUDIN
DIBEGAL - Seorang warga Baduy Dalam, Desa Kanekes, Kabupaten Lebak menjadi korban begal di Jakarta, Minggu (26/10/2025). Ia ditolak Rumah Sakit saat hendak berobat karena tak punya KTP. 
Ringkasan Berita:
  • Seorang warga Baduy kehilangan uang Rp3 juta setelah dibegal di Jakarta saat jualan madu.
  • Korban juga disebut sempat ditolak rumah sakit saat hendak mengobati luka bacoknya.

TRIBUNJATIM.COM - Dibegal di Jakarta saat jualan madu, seorang warga Baduy kehilangan uang Rp3 juta.

Korban mengalami luka bacok senjata tajam di bagian tangan dan barang jualannya dirampas pelaku.

Korban juga disebut sempat ditolak rumah sakit saat hendak mengobati luka bacoknya.

Baca juga: Rincian Harga Seafood Pesanan Pengunjung Habis Rp16 Juta, Lobster Rp3 Juta, Pedagang: Minta Diskon

Diketahui, korban bernama Repan (16).

Ia dibegal saat berjualan madu di kawasan Kelurahan Rawasari, Kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

Peristiwa pembegalan warga Baduy ini viral di media sosial.

Kepala Desa Kanekes, Oom, membenarkan warganya menjadi korban begal.

Repan sendiri merupakan warga Baduy Dalam dari Kampung Cikeusik, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Lebak, Banten.

Menurut Oom, Repan sudah biasa jualan madu dengan jalan kaki ke Jakarta seorang diri.

Oom menjelaskan, peristiwa tersebut terjadi pada Minggu (26/10/2025), sekitar pukul 04.00 WIB.

Saat itu, Repan tengah berjalan kaki di kawasan Kelurahan Rawasari dan tiba-tiba didatangi dua orang pelaku.

Akibatnya, tangan Repan harus dijahit karena menangkis pelaku.

"Repan kan jalan kaki, biasa warga Baduy keliling terus jalan," cerita Oom kepada Kompas.com melalui sambungan telepon pada Selasa (4/11/2025).

"Tiba-tiba datang dua orang pakai motor, menodong senjata, ditangkis kena tangannya, harus dijahit sekitar 10 jahitan," imbuhnya.

Selain mengalami luka, Repan juga kehilangan uang tunai sekitar Rp3 juta, 10 botol madu, dan satu ponsel pinjaman milik temannya.

Setelah kejadian itu, Oom mengatakan bahwa Repan sempat kesulitan mendapatkan perawatan medis.

Repan sempat datang ke rumah sakit di sekitar lokasi kejadian, tetapi ditolak karena tidak punya KTP.

"Dia ke rumah sakit sendiri, tetapi ditolak, kan warga Baduy Dalam tidak punya KTP," kata Oom.

Menurut Oom, Repan kemudian berjalan kaki ke Tanjung Duren di Jakarta Barat untuk meminta pertolongan ke kenalannya.

Repan berjalan kaki menuju ke arah Grogol untuk menemui seorang warga bernama Johan Chandra di Jalan Tanjung Duren Dalam.

Repan meminta pertolongan karena sebelumnya sudah mengenal Johan Chandra sebagai pelanggan madu yang dijualnya.

Johan bahkan pernah datang ke Baduy Dalam untuk membeli madu dari warga.

Baca juga: Pria Diarak Warga Keliling Kota, Diduga Lakukan Penipuan Kerja di PT Freeport, Kerugian Rp4 Juta

Oom mengatakan, dia berjalan kaki dengan luka di tangan hingga kehilangan banyak darah.

Setelah bertemu Repan, Johan Chandra lantas mengabarkan musibah yang dialami Repan kepada Ata, salah seorang warga Baduy Dalam yang dikenalnya.

Mendengar kabar itu, Ata langsung meneruskannya kepada Bhabinkamtibmas Desa Kanekes dan kepala desa tempat tinggal Repan.

Tidak hanya itu, Johan Chandra kemudian membawa Repan ke RS Ukrida untuk mendapatkan pertolongan medis.

Repan lantas ditangani dokter dan mendapat tindakan 10 jahitan untuk luka sobek di tangan kirinya.

"Ditolong sama kenalan Repan, wisatawan yang pernah berkunjung ke Baduy, saya sangat berterima kasih berkat beliau Repan bisa dibawa ke rumah sakit," kata Oom.

Ilustrasi begal. Seorang warga suku Baduy Dalam bernama Repan (16) menjadi korban pembegalan di Jalan Pramuka Raya, Rawasari, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Minggu (26/10/2025).
Ilustrasi begal. Seorang warga suku Baduy Dalam bernama Repan (16) menjadi korban pembegalan di Jalan Pramuka Raya, Rawasari, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Minggu (26/10/2025). (Tribunnews.com)

Terkait kasusnya, Oom mengatakan, pihaknya sudah melaporkan ke Polsek Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

Pada Sabtu (1/11/2025), Bhabinkamtibmas Desa Kanekes, Briptu Tri Agung Selamet, meminta bantuan polisi untuk mendampingi Repan.

Pada Minggu (2/11/2025), Repan mendatangi Polsek Cempaka Putih untuk membuat laporan.

Tim dari Polsek Cempaka Putih lantas mendatangi lokasi kejadian pada Minggu.

Oom berharap pihak kepolisian segera menangkap pelaku pembegalan tersebut.

"Kami sudah komunikasi dengan bagian Reskrim Polsek Cempaka Putih, infonya sedang diselidiki, harapannya pelaku cepat ditangkap," kata Oom.

Kepala Seksi Humas Polres Metro Jakarta Pusat, Iptu Ruslan Basuki mengatakan, peristiwa tersebut sudah dilaporkan ke Polsek Cempaka Putih, Minggu (2/11/2025).

Saat ini kasus tersebut masih diselidiki dan empat pria pelaku penjambretan masih diburu polisi.

Sejauh ini Repan sudah kembali ke Kampung Cikesik, Desa Kanekes, Baduy Dalam, Kabupaten Lebak, Banten.

Jika sudah ada perkembangan dari proses penyelidikan, Repan akan dipanggil oleh Polsek Cempaka Putih.

Baca juga: Nasib Janda 4 Anak Selalu Ditinggal 4 Suami, Kini Tinggal di Hutan Bersama Ibunya Berjuang Sendiri

Mengenal Suku Baduy

Berbagai kelompok etnis mewarnai keragaman yang ada di Indonesia, salah satunya adalah Suku Baduy.

Suku Baduy adalah penduduk asli yang hidup di Pegunungan Kendeng, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.

Dilansir dari laman Kemendikbud, nama Baduy merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut.

Pendapat pertama munculnya nama Baduy berasal dari sebutan para peneliti Belanda yang melihat kemiripan mereka dengan kelompok Arab Badawi di Timur Tengah yang merupakan masyarakat dengan cara hidup berpindah-pindah (nomaden).

Pendapat berikutnya adalah nama Baduy muncul karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut.

Sementara orang Baduy lebih suka menyebut dirinya sebagai urang Kanekes atau orang Kanekes sesuai dengan nama wilayah yang mereka tinggali.

Asal Usul Suku Baduy

Dilansir dari laman Kemendikbud, sejarah suku Baduy Dalam berasal dari Batara Cikal, yaitu salah satu dari tujuh dewa yang diturunkan ke bumi.

Batara Cikal sendiri memiliki peran untuk mengatur keseimbangan yang ada di bumi.

Versi tersebut mirip dengan cerita diturunkannya Nabi Adam ke bumi. Suku Baduy pun percaya bahwa mereka adalah keturunan Nabi Adam.

Adapun para ahli sejarah memiliki pendapat sendiri berdasar pada temuan prasasti sejarah, catatan para pelaut dari Portugis dan Tiongkok yang dihubungkan dengan cerita rakyat tentang Tatar Sunda.

Pada versi yang diungkap ahli sejarah, masyarakat baduy (kanekes) memiliki kaitan dengan Kerajaan Pajajaran pada sekitar di abad ke-16 di mana kesultanan Banten belum berdiri.

Dengan wilayah yang strategis, Pangeran Pucuk memerintahkan pasukan prajurit pilihan untuk menjaga kelestarian Gunung Kendeng-Sungai Ciujung.

Versi ketiga diungkap Van Tricht yang berkunjung ke Baduy di tahun 1982 yang tidak mengakui kedua pendapat diatas.

Menurut Van Tricht, masyarakat Baduy sudah ada sejak lama disana dan merupakan masyarakat asli dan sangat ketat mempertahankan kebudayaan nenek moyang mereka.

Pendapat Van tricht sejalan dengan pendapat Danasasmita dan Djatisunda (1986:4-5) di mana menurut dua ahli ini pada masa lalu ada seorang raja yang berkuasa di wilayah sekitar Baduy bernama Rakeyan Darmasiska.

Sang raja ini memerintahkan masyarakat Baduy untuk memelihara Kabuyutan (tempat pemujaan nenek moyang) dan menjadikan kawasan tersebut sebagai Mandala atau kawasan suci.

Baduy Dalam mengenakan pakaian serba putih, dan Baduy Luar mengenakan pakaian hitam dan ikat kepala biru. (Dok Kemenparekraf)
Baduy Dalam mengenakan pakaian serba putih, dan Baduy Luar mengenakan pakaian hitam dan ikat kepala biru. (Dok Kemenparekraf) ()

Ciri-ciri Suku Baduy

Ciri khas Suku Baduy dapat diamati dari cara hidup serta hasil budaya yang masih dapat diamati hingga saat ini.

Salah satunya adalah rumah adat Suku Baduy yaitu Sulah Nyanda yang merupakan bangunan berbentuk panggung dengan bahan kayu, bambu, serta atap ijuk atau rumbia.

Ciri orang Baduy sendiri terbagi menjadi dua, yaitu Suku Baduy Luar dan Suku Baduy Dalam.

Suku Baduy Dalam masih memegang teguh adat istiadat dengan menolak adanya teknologi dan mempertahankan cara hidup yang sudah ada sejak zaman nenek moyang.

Jika diamati, Suku Baduy Dalam sehari-hari kerap menggunakan baju dan ikat kepala berwarna putih yang melambangkan kesucian.

Sementara Suku Baduy Luar diperbolehkan menerima teknologi dan cara hidup masyarakat modern untuk menjalankan kehidupan sehari-harinya.

Dalam kesehariannya, Suku Baduy Luar kerap mengenakan pakaian serba hitam dengan ikat kepala biru.

Masyarakat Suku Baduy, terutama Baduy Dalam bermata pencaharian sebagai petani atau penggarap ladang, serta memelihara ternak.

 

Sementara para perempuan Baduy memiliki keahlian menenun dengan tenun halus untuk pakaian dan tenun kasar untuk ikat kepala serta ikat pinggang.

Untuk membawa peralatan sehari-hari, Suku Baduy juga membuat tas yang terbuat dari kulit pohon terep yang bernama koja atau jarog.

Dalam tatanan masyarakatnya, pemimpin Suku Baduy disebut Pu’un, asisten pemimpin Suku Baduy disebut Jaro, dan pemimpin adat disebut Kejeroan.

Selain itu, masyarakat Suku Baduy sendiri dikenal memiliki kepercayaan Sunda Wiwitan.

Tempat sembahyang umat Sunda Wiwitan adalah pamunjungan atau kabuyutan, yaitu tempat punden berundak yang biasanya terletak di bukit.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved