Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Ferdinand Sebut Purbaya Makin Pusing Urus Negara, Ungkit Soal Popok Kena Cukai: Jangan Omon-omon

Ferdinand Hutahaean kembali mengungkit rencana Purbaya yang akan mengenakan cukai terhadap sejumlah produk.

Penulis: Alga | Editor: Alga W
Instagram/ferdinand_hutahaean - Kompas.com/Ruby Rachmadina
CUKAI - Politikus PDI Perjuangan, Ferdinand Hutahaean, menanggapi rencana Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengenakan cukai terhadap produk alat makan sekali pakai, popok anak, dan tisu basah. 

TRIBUNJATIM.COM - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berencana mengenakan cukai terhadap sejumlah produk, Senin (10/11/2025).

Kebijakan baru pengenaan cukai tersebut rencananya akan diterapkan pada produk alat makan sekali pakai, popok anak, dan tisu basah.

Baca juga: Siswa SMP Rabun & Agak Lumpuh usai Dibully, Dipukul Kursi Besi, Ibu Gemetar: Mama Jangan Kaget

Politikus PDI Perjuangan, Ferdinand Hutahaean, menanggapi rencana tersebut.

Ferdinand Hutahaean pun menduga produk lain yang akan dikenakan cukai yakni sabun.

Ia mencontohkan sabun cuci piring, sabun cuci pakaian, hingga sabun mandi atau produk lain yang digunakan masyarakat.

"Saya pernah berkata, Purbaya jangan omong besar, tunjukkan kinerja, tunjukkan mampu melakukan yang diucapkan," kata Ferdinand Hutahaean, dikutip dari akun Instagram pribadinya, Senin (10/11/2025).

Ia pun mengingat ucapan Purbaya akan menagih utang pajak dari ratusan konglomerat yang mengemplang pajak Rp60 triliun.

Dimana, kata Ferdinand Hutahaean, sampai saat ini, ucapan Purbaya belum dapat terlaksana.

"Padahal waktu itu Purbaya mengatakan di akhir September, seminggu. Ini sudah mau dua bulan," kata Ferdinand.

"Purbaya tagih dulu lah, tunjukkan kau berani, jangan hanya omon-omon," imbuhnya, melansir Tribun Jakarta.

Ferdinand Hutahaean kembali mengungkit rencana Purbaya yang akan mengenakan cukai terhadap alat makan sekali pakai, popok, dan tisu basah.

"Ternyata Anda semakin pusing kan ngurusin negara ini," tuturnya.

"Saya mengatakan, dulu saya orang yang pertama tepuk tangan paling kencang kalau Anda bisa melakukan yang Anda ucapkan," lanjut Ferdinand.

Ia pun menyindir Purbaya sampai sekarang masih omon-omon.

"Tapi sampai hari ini, semuanya masih omon-omon saja, kasihan rakyat kan kalau nanti beban bertambah kalau dengan pajak-pajak baru itu," ucapnya.

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Keuangan tengah mengkaji rencana penambahan popok dan alat makan minum sekali pakai sebagai barang kena cukai (BKC) baru. 

Kajian ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang rencana strategis sektor kepabeanan dan cukai.

Dalam beleid disebutkan, pemerintah mulai melakukan penyusunan kajian potensi cukai terhadap dua produk tersebut.

Langkah ini menjadi bagian dari upaya memperluas sumber penerimaan negara.

"Telah dilaksanakan melalui penyusunan kajian potensi BKC berupa diapers dan alat makan dan minum sekali pakai," tertulis dalam PMK tersebut, Jumat (7/11/2025). 

Selain dua produk tersebut, pemerintah juga akan menelaah kemungkinan penerapan cukai terhadap tisu basah.

Baca juga: Mata Siswi yang Lebam Ternyata Bukan Imbas Dianiaya Guru, Kepsek Apreasiasi Jika Ada Permintaan Maaf

Kementerian Keuangan juga menyiapkan langkah perluasan basis penerimaan dari sisi bea keluar, termasuk usulan kenaikan batas atas ekspor kelapa sawit.

Dalam kebijakan jangka menengah 2025–2029, pemerintah memasukkan cukai emisi kendaraan bermotor serta produk pangan olahan bernatrium tinggi (P2OB) ke dalam rekomendasi program pengelolaan penerimaan negara.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, menjelaskan barang kena cukai umumnya memiliki karakteristik konsumsi yang perlu dikendalikan atau diawasi karena berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan.

"Prosesnya dimulai dari penyampaian rencana ekstensifikasi cukai ke DPR, penentuan target penerimaan dalam RAPBN bersama DPR, dan penyusunan peraturan pemerintah sebagai payung hukum pengaturan ekstensifikasi tersebut," kata Nirwala.

Kementerian Keuangan belum menjelaskan alasan rinci pemilihan produk-produk tersebut dalam kajian cukai baru.

Namun, secara umum, pengenaan cukai diarahkan untuk menjaga keadilan, keseimbangan, serta efisiensi dalam konsumsi produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan dan lingkungan.

PURBAYA - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa saat di APHT Kudus, Jumat (3/9/2025). Ia mengungkap pengusaha Semarang yang diduga telah menjadi korban pemerasan oknum pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebesar Rp300 juta.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa saat di APHT Kudus, Jumat (3/9/2025). Ia mengungkap pengusaha Semarang yang diduga telah menjadi korban pemerasan oknum pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebesar Rp300 juta. (Tribunjateng/Rifqi Gozali)

Di sisi lain, Purbaya menegaskan pentingnya menjaga permintaan domestik sebagai penopang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global.

Hal itu disampaikan Purbaya dalam kuliah umum memperingati Dies Natalis ke-71 Universitas Airlangga, Senin (10/11/2025).

Menurut Purbaya, konsumsi dalam negeri berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional, bahkan mencapai sekitar 90 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Karena itu, menjaga daya beli dan aktivitas konsumsi masyarakat menjadi kunci menjaga ketahanan ekonomi nasional.

"Jadi walaupun kondisi global gonjang-ganjing, kalau saya jaga permintaan domestik yang 80 persen masih bisa cukup untuk menopang pertumbuhan dalam negeri," ujar Purbaya dalam keterangannya, Selasa (11/11/2025).

Baca juga: Ibu Sudah Laporkan Guru ke Polisi, Ternyata Penyebab Mata Siswi SD Lebam Bukan Dianiaya: Sakit Batuk

Ia memperkenalkan konsep Sumitronomics, filosofi ekonomi yang menekankan tiga pilar utama pembangunan, yakni pertumbuhan tinggi, pemerataan manfaat, dan stabilitas nasional yang dinamis.

Purbaya optimistis Indonesia mampu mencapai pertumbuhan ekonomi antara 6 sampai 8 persen jika strategi pembangunan dijalankan dengan konsisten.

Ia juga menekankan pentingnya keseimbangan tiga mesin utama ekonomi, yaitu kebijakan fiskal, kebijakan moneter, dan sektor swasta.

"Ekonomi kita bisa cepat jika tiga mesin jalan, fiskal, moneter, dan terejawantahkan pada sektor swasta yang tumbuh lebih cepat," kata Purbaya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved