Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

LSM Datang, Bikin Wali Murid Heran Guru dan Kepsek Jadi Tersangka Imbas Niat Bantu Honorer

Bantuan itu berupa iuran yang dipungut dari wali murid yang sebelumnya sudah sepakat dengan jumlah iuran Rp 20 ribu untuk gaji guru honorer.

Editor: Torik Aqua
Tribun Timur/Andi Bunayya Nandini
IURAN - Mantan Kepala SMAN 1 Luwu Utara, Rasnal (kanan) dan Bendahara Komite SMAN 1 Luwu Utara, Abdul Muis (kiri) ditemui beberapa waktu lalu. Kasus pemecatan guru SMAN 1 Luwu Utara bermula tahun 2018. Saat itu, Abdul Muis menjabat sebagai Bendahara Komite Sekolah niat membantu guru honorer. Wali murid heran dan tak terima guru dan kepsek itu jadi tersangka. 

Namun, langkah kemanusiaan dan kebijakan internal sekolah yang terbuka ini justru berbuntut panjang.

Masalah muncul pada 2021 ketika seorang pemuda yang mengaku aktivis LSM datang ke rumahnya menanyakan soal dana sumbangan.

“Anak itu datang, langsung bilang: ‘Benarkah sekolah menarik sumbangan?’ Saya jawab benar, itu hasil keputusan rapat. Tapi saya kaget, dia mau periksa buku keuangan,” tutur Muis.

Tak lama kemudian, ia mendapat panggilan dari pihak kepolisian. 

Kasus berkembang hingga ia dakwa melakukan pungutan liar (pungli) dan pemaksaan kepada siswa.

Pengadilan menjatuhkan hukuman satu tahun penjara dan denda Rp50 juta, subsider tiga bulan kurungan.

“Total saya jalani enam bulan 29 hari karena ada potongan masa tahanan. Denda saya bayar,” ujarnya.

Menurut Muis, proses hukum berjalan panjang.

Setelah berkas dilimpahkan ke kejaksaan, sempat dinyatakan belum lengkap (P19) karena belum ditemukan bukti kerugian negara.

“Lalu entah bagaimana, polisi bekerja sama dengan Inspektorat. Maka lahirlah testimoni dari Inspektorat yang menyatakan bahwa Komite SMA 1 itu merugikan keuangan negara,” kata Muis.

Ia menyebut Inspektorat Kabupaten Luwu Utara hadir sebagai saksi dalam sidang Tipikor tingkat pertama.

Meski menerima putusan, Muis tetap yakin tidak bersalah. 

Ia menilai kasus itu terjadi karena salah tafsir terhadap peran komite sekolah.

“Kalau itu disebut pungli, berarti memalak secara sepihak dan sembunyi-sembunyi. Padahal, semua keputusan kami terbuka, ada rapatnya, ada notulen, dan dana itu digunakan untuk kepentingan sekolah,” ucapnya.

“Kalau dipaksa, mestinya semua siswa harus lunas. Tapi faktanya banyak yang tidak membayar dan mereka tetap ikut ujian, tetap dilayani,” tambahnya.

Orang Tua Ngadu ke Prabowo

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved