11 Tahun Lumpur Lapindo, WALHI Jatim Sayangkan Ganti Rugi yang Tak Tuntas Sebatas Aset Saja
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur menyayangkan penyelesaian ganti rugi dari pihak Lapindo.
Penulis: Sofyan Arif Candra Sakti | Editor: Alga W
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Sofyan Arif Candra Sakti
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Pada 29 Mei 2006, terjadi semburan lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc, Desa Renokenongo, Porong, Sidoarjo.
Tahun ini, insiden tersebut tepat berumur 11 tahun.
Baca: 32 Tahun Insiden Heysel Stadium, Juventus Peringati 39 Korban Tewas Lewat Foto Api Ini
Atas hal ini, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur menyayangkan penyelesaian ganti rugi dari pihak Lapindo.
Pasalnya sudah 11 tahun tapi ganti rugi tersebut belum tuntas juga.
Baca: Jelang 11 Tahun Lumpur Lapindo, Kisah yang Sulit Dilupakan, Banyak Kejadian yang Bikin Was-was
"Bukan hanya itu, sebenarnya kami pun menyayangkan ganti rugi kepada korban Lapindo yang berakhir dengan seolah-olah sebatas jual beli tanah dan bangunan saja," ujar Direktur WALHI Jatim, Rere Christianto, Senin (29/5/2017).
Pasalnya dari skema ganti rugi tersebut, WALHI menganggap bahwa pemerintah hanya memperhitungkan kerugian materiil dan mengabaikan hilangnya hak-hak lain dari para korban.
WALHI Jatim juga menyoroti sulitnya menemukan angka korban pasti dari bencana semburan lumpur panas tersebut.
Baca: Bikin Penasaran, Gimana Ya Orang di Negara yang Mataharinya Tak Pernah Terbenam Jalani Puasa?
Padahal menurutnya, ketika terjadi suatu bencana, pendataan terkait jumlah korban dan kerugian tentu ada pelaporan dan pendataannya.
"Tidak pernah ada sejak awal, berapa jumlah korban lumpur Lapindo yang dikeluarkan oleh Pemerintah atau instansi terkait," tambah Rere.
Baca: Sosok di Langit-langit Saat Ibadah Ini Bikin Syok Netizen: Agar Lebih Dekat Sama yang di Atas
Menurut penelusuran WALHI Jatim, Peta Area Terdampak (PAT) memang sudah dibuat oleh Lapindo atau Pemerintah.
"Mungkin menurutnya itu lebih penting, soalnya peta rumah warga yang terdampak bisa terlihat dan mempermudah pemberkasan jual beli tanah," lanjutnya.
Baca: Lewat Vlog nya, Kaesang Pangarep Sindir Tingkah Anak Pejabat yang Minta Proyekan: Dasar Ndeso
Dari hal tersebut, WALHI beranggapan, korban bukan menjadi prioritas utama yang dipikirkan Lapindo atau Pemerintah dalam proses penanganan bencana ini.
Padahal dampak sosial ekonomi, kesehatan, dan pendidikan, merupakan hak yang tidak bisa diabaikan Pemerintah maupun Lapindo.
"Seakan-akan yang patut diselamatkan bukanlah jiwa manusianya, tapi aset tanah dan bangunan saja," tutup Rere.
Baca: Ustaz Arifin Ilham dan Pemeran Video Parodi Poligami Akhirnya Bertemu, Begini Akhir Konfliknya