5 Fakta Soesalit Djojoadhiningrat, Putra Semata Wayang RA Kartini, Kisah Hidupnya Mengharukan!
Raden Mas Soesalit merupakan putra tunggal RA Kartini. Berikut beberapa fakta serta kehidupan Soesalit yang luar biasa.
Penulis: Pipin Tri Anjani | Editor: Agustina Widyastuti
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Pipin Tri Anjani
TRIBUNJATIM.COM - Mengenang sosok Kartini tentunya juga tak lupa dengan sosok satu ini.
Ya, ia adalah Raden Mas Soesalit yang merupakan putra tunggal RA Kartini dan Bupati Rembang K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojoadhiningrat.
Soesalit lahir pada 13 September 1904 dan empat hari setelahnya yakni 17 September 1904, Kartini meninggal dunia.
Mengenal Sosrokartono, Sosok Mengagumkan yang Menginspirasi Kartini dan Menguasai 24 Bahasa Asing
Meninggalnya Kartini terbilang misterius.
Pasalnya, sejak mengandung hingga melahirkan, Kartini terlihat sehat.
Dilansir dari Wikipedia, ketika Kartini melahirkan, dokter yang menolongnya adalah dr van Ravesten dan berhasil dengan selamat serta kesehatan Kartini baik-baik saja.
Empat hari kemudian, dr Van Ravesten menengok keadaan Kartini dan ia tidak khawatir akan kesehatan Kartini.
Ketika Ravesten akan pulang, Kartini dan Ravesten menyempatkan minum anggur sebagai tanda perpisahan.
Dapat Kunjungan dari Negara-Negara Nordic, Wali Kota Risma Bukti Surabaya Bagian dari Dunia
Setelah minum anggur itulah, Kartini langsung sakit dan hilang kesadaran, hingga akhirnya meninggal dunia.
Sejak meninggalnya Kartini, Soesalit tumbuh tanpa kasih sayang seorang ibu.
Ketika Soesalit berusia delapan tahun, Ario Djojodiningrat menyusul sang istri ke hadapan Sang Pencipta.
Soesalit yang sudah tak punya ibu dan ayah di usia muda itu kemudian diurus oleh kakak tiri tertuanya, Abdulkarnen Djojoadiningrat.
Khofifah Blusukan ke Pasar Manukan Surabaya, Pertahankan Budaya Interaksi di Dalam Pasar
Dikutip dari Wikipedia, Serambinews, dan sumber lainnya, berikut beberapa fakta serta kehidupan Soesalit, putra RA Kartini.
1. Pendidikan
Sejak kedua orang tuanya meninggal, Soesalit tinggal bersama kakak tiri tertuanya, Abdulkarnen Djojoadiningrat.
Soesalit Djojoadhiningrat bersekolah di Europe Lager School (ELS), sekolah elite untuk anak Eropa dan pembesar pribumi.
Sekolah tersebut adalah sekolah Kartini sebelum dipingit oleh orang tuanya.
Setelah lulus dari ELS, Soesalit meneruskan pendidikannya di Hogare Burger School (HBS) Semarang dan berlanjut ke Recht Hoge School (RHS) Jakarta.
Ada 111 Jabatan Struktural Kosong, Bupati Banyuwnagi Anas Mutasi 37 Pejabat Eselon III dan IV
Baru setahun di RHS, Soesalit memilih pergi dan bekerja sebagai pegawai pamong praja kolonial.
2. Pernah jadi polisi rahasia Belanda
Soesalit ditawari pekerjaan oleh Abdulkarnen Djojoadiningrat.
Abdulkarnen Djojoadiningrat memasukkannya ke Politieke Inlichtingen Dienst (PID) yang merupakan polisi rahasia Hindia Belanda.
Tentunya, Soesalit merasa tak tenang dan galau menjadi polisi rahasia.
Pasalnya, ia yang seorang pejuang bangsa harus memata-matai pergerakan kaum pribumi.
Saling Waspadai Kekuatan Lawan, Berikut Perkiraan Starting Eleven Madura United Vs Arema FC
Disebutkan, Soesalit kerap seolah tidak tahu terkait berbagai pelanggaran yang dilakukan pribumi.
3. Bergabung dengan PETA
Soesalit keluar dari polisi rahasia Belanda usai Jepang masuk ke Indonesia.
Akhirnya, Soesalit menjadi anggota Tentara Sukarela Pembela Tanah Air (PETA).
Putra Kartini itu menjadi panglima di Divisi III Diponegoro yang membawahi Jawa Tengah bagian barat.
Soesalit, dengan bekal militernya, masuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang lalu berubah jadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Karena tentara Indonesia saat itu kebanyakan tak terlatih sebagai militer profesional, Soesalit melatih milisi-milisi rakyat, termasuk sebuah laskar kampung di Tegal.
Sambut Hari Kartini, Guru hingga Siswa SDN Mojo III Surabaya Terbitkan Buku Antologi Sendiri
4. Pangkatnya diturunkan
Peristiwa Madiun tahun 1948 lah yang menjadi awal penderitaan Soesalit.
Saat itu pasukan komunis tengah memberontak.
Ada satu dokumen yang disebut milik pemberontak jatuh ke tangan tentara pemerintah.
Di sana tertulis nama Soesalit yang disebut sebagai "orang yang diharapkan".
Soesalit pun menjadi tahanan rumah dan pangkatnya diturunkan.
Jaga Jaminan Kesejahteraan Bagi Pelaku UMKM, Ini yang Dilakukan Gus Ipul
Semasa restrukturisasi dan rasionalisasi, Soesalit diturunkan pangkat menjadi Kolonel lalu menjadi pejabat di Kementerian Perhubungan.
Padahal, saat itu pangkatnya adalah Jenderal Mayor atau sekarang disebut Mayor Jenderal.
5. Menerima Bintang Gerilya usai meninggal dunia
Meski sudah berjuang habis-habisan untuk negara bahkan setelah dituduh terlibat makar, Soesalit masih membela rakyat.
Mirisnya, Soesalit tak langsung memeroleh bintang atas kiprahnya.
Tanda bukti sebagai veteran pun ia tak punya dan yang dimilikinya hanya surat tanda jasa POPDA (panitia yang mengurusi kepulangan tentara Jepang).
Gramedia dan Telkomsel Gelar Simulasi SBMPTN di Universitas Negeri Malang
Padahal, selain karier militer, Soesalit pernah menduduki jabatan-jabatan lainnya.
Sejak Januari 1950, Soesalit Djojoadiningrat diangkat sebagai Kepala Penerbangan Sipil.
Pada kabinet Ali Sastroamodjojo pertama (1953-1955), oleh Menteri Pertahanan Iwa Kusumasumantri, Soesalit diberi posisi penasihat dengan pangkat kolonel.
Soesalit wafat di RSPAD, 17 Maret 1962.
Pemakamannya di pemakaman keluarga Djojoadhiningrat di Rembang dipimpin Wakil KSAD Jenderal Gatot Subroto.
Azrul Ananda : Tanjakan Wonokitri Pasuran Seperti Naik Haji
Dia menerima Bintang Gerilya pada 1979.
Ada satu pesan yang diwariskan Soesalit adalah agar keturunannya tak membangga-banggakan diri sebagai keturunan Kartini dan harus selalu rendah hati.
Yuk subscribe Channel TribunJatim.com lainnya:
YouTube:
Instagram: