Mantan Pentolan Jamaah Islamiyah Sebut Aksi Teroris Libatkan Keluarga Sudah Biasa, Ini Pengakuannya
Mantan petinggi Jamaah Islamiyah teror bom libatkan keluarga sudah biasa. Baca pengakuannya, asli bikin merinding. Terungkap caranya
Penulis: Hanif Manshuri | Editor: Januar
TRIBUNJATIM.COM, LAMONGAN -
Serangan bom di Polrestabes Surabaya di Jalan Sikatan sangat mengejutkan.
Peristiwa yang diperkirakan memakan korban berjatuhan ini terjadi dua ledakan bom, Senin (14/5/2018).
Kejadian ledakan bom ini persis di depan pintu utama masuk Mapolrestabes Surabaya pada pukul 08.50 Wib.
"Saya dengar dua kali ledakan, tapi yang terdengar keras sekali," aku Ny Wati, salah satu warga yang tinggal di Jl Kepanjen Surabaya, Senin (14/5/2018).
Mapolrestabes Surabaya ke rumah Ny Wati di Jl Kepanjen ini sekitar 1 kilometer.
Tapi suara ledakan terdengar sangat keras dan membuat rumahnya bergetar.
"Saya tak mengira kalau itu bom, ternyata orang-orang ceirta bom terjadi di Polrestabes," tuturnya.
Setelah kejadian itu, kata Wati, jalanan terlihat ramai dan tak lama kemudian ditutup petugas.
Baca: Warga Tak Kenal 4 Terduga Teroris yang Diamankan di Urangagung Sukodono Sidoarjo
"Tapi masih ada kendaraan yang lewat, tapi kemudian ditutup petugas," tegasnya.
Penampakan rumah
Tim Gegana dan Brimob Polda Jawa Timur menggerebek sebuah rumah di kawasan Perumahan Wisma Indah Blok K No 22, Wonorejo, Rungkut, Surabaya, Minggu (13/5/2018).
Berdasarkan laporan TribunJatim.com, saat ini telah dipasang garis polisi di sekitar rumah tersebut.
Menurut laporan Kompas TV, polisi menemukan tiga (red) bom aktif di rumah tersebut.
Satu di antaranya telah diledakkan di kamar rumah itu.
Rumah tersebut adalah milik keluarga Dita Supriyanto, para pelaku pengeboman tiga gereja di Surabaya, Minggu (13/5/2018).
Rumah Dita itu terlihat bagus dan berada di sebuah perumahan cukup elit.
Bagian gerbang depannya bercat warna merah bata dan sebagian area depan rumah dipasangi kanopi.
Terlihat pula ada kursi yang diletakkan di bagian luar dekat pintu masuk.
Di bagian samping kiri terdapat ruangan yang mirip garasi.
Selain mempunyai rumah yang bagus, Dita juga diduga memiliki kendaraan roda empat yang ia gunakan untuk meledakkan bom bersama dia di dalamnya.
Sebelumnya Kapolri Jenderal Tito Karnavian menjelaskan peran Dita dan keluarga saat melakukan aski pengeboman.
Tito menuturkan, Dita menyerang Gereja Pantekosta Pusat Surabaya di Jalan Arjuno.
Ia naik mobil Avanza dan menabrakannya ke gereja hingga terjadi ledakan.
Bom ternyata berada di dalam mobil.
Selanjutnya, istrinya Puji Kuswati dan dua anaknya meledakkan bom di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jalan Diponegoro Surabaya.
Ia datang ke gereja jalan kaki bersama dua anak perempuannya, yakni Fadhila Sari (12) dan Pamela Riskita (9).
Puji bersama dua anak perempuan masuk ke gereja dengan membawa bom bunuh diri.
Bom ditaruh di pinggangnya.
Sedangkan di Gereja Santa Maria Tak Bercela Jalan Ngagel Madya, bom bunuh diri dilakukan oleh dua anak laku-laki Dita, Yusuf Fadhil (10), dan Firman Halim (8).
3 Bom Pipa Ditemukan di Kamar
Densus 88 Mabes Polri menemukan tiga bom di rumah tersangka peledakan bom gereja di Surabaya.
Rumah di Jalan Wisma Indah Blok K 22 itu dihuni oleh sepasang suami istri dan empat anak, di kamar rumah tersebut petugas menemukan tiga bom pipa.
"Dilakukan pengecekan dan ditemukan tiga bungkusan plastik di dalamnya ada dua pipa," kata
Kombes Pol Rudi Setiawan di lokasi.
Ditambahkan Rudi, pipa tersebut telah terisi bahan peledak tinggi yang kemudian diledakan oleh Densus 88 di sekitar lokasi kejadian.
Bom tersebut ditemukan di kamar tersangka.
"Pipa sudah ada isinya dikenal dengan TATP (bahan peledak tinggi), kemudian dilakukan distracter . Sekarang penyisiran Inafis penyidik Densus 88 ," tambah Rudi.
Hingga saat ini area di perumahan tersebut steril dari warga, police line telah mengitari kawasan sekitar.
Sementara petugas masih melakukan penyisiran dan juga mengecek ke lokasi rumah tersangka.
Terlihat Berantakan dan Ada Papan Panah
Kondisi rumah di kawasan semi perumahan tersebut disampaikan Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Rudi Setiawan tampak berantakan.
Dengan beberapa sekat kamar dan tempat pelataran rumah.
Selain itu, di rumah tersebut ada papan panah dan busur panah.
"Rumah itu bertaman dan ada lesan panah dan anak panah dan sepertinya sering digunakan untuk keluarga itu," kata Kombes Pol Rudi Setiawan di lokasi kejadian.
Sementara, pantauan tribunnatim rumah berpagar putih itu berjarak cukup dengan bahkan mepet dengan rumah tetangga lainnya.
Foto Keluarga Hingga Pesan Tertulis
Selain itu, Densus 88 Mabes Polri disampaikan Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol Rudi Setiawan menemukan
styrofoam dan bahan peledak di rumah pelaku.
"Kami menemukan styrofoam di rumah tersangka yang sama dengan peledakan di bom Jalan Arjuno.
Styrofoam ini untuk memperbesar pembakaran, info dari Jibom itu," kata Rudi.
Polisi juga menemukan serbuk peledak seperti belerang, black powder , aseton H2O, dan korek api kayu.
"Itu bahan peledak di dalam plastik dan pipa. Ada dokumen dan pesan tertulis juga," jelas Rudi.
Pengakuan Ketua RT
Terduga pelaku teror bom di tiga gereja di Surabaya sebelumnya dikabarkan baru pulang dari Suriah.
Hal tersebut dibantah tetangga pelaku yang setiap hari bertemu dengan keluarga pelaku.
Ketua RT setempat, Korihan mengatakan keluarga tersebut tidak pernah pergi dalam waktu yang lama.
"Pernah dua hari tidak muncul di musala sudah dicari sama tetangga lain ternyata bapaknya sakit tapi ada di rumah," kata Korihan, Senin (14/5/2018).
Korihan sangat yakin mereka tidak pernah dari Suriah khususnya sejak tinggal di perumahan tersebut sejak 2012.
Kegiatan di rumah pelaku juga tidak ada yang nampak mencolok.
Pelaku kerap menyapa para tetangga saat melalui rumah berukuran 10x20 meter yang dihuni enam anggota keluarga tersebut.
"Keseharian ya lalu lalangnya rumah dan tempat usahanya itu, jual minyak kemiri dan jinten," kata Korihan.
Pembeli jualan pelaku juga dari beragam kalangan termasuk orang-orang non muslim.
"Mereka biasa berbaur, pembelinya itu kadang Cina," kata Korihan
Sikap keluarga pelaku yang ramah membuatnya tidak pernah punya masalah dengan tetangga.
Mengetahui seluruh keluarga tersebut tewas dalam aksi bom bunuh diri membuat para tetangga kaget tidak menyangka.
"Kalaupun pernah bikin saya jengkel itu sekali. Saat saya minta dia ngumpulin KK tidak segera dikasik. Sampai saya minta tiga kali. Itu lima bulan lalu," cerita korihan.
Saat itu ia selaku RT 03 di lingkungan pelaku mendapat pemberitahuan dari Pemkot ada nama-nama anak tidak memiliki akte kelahiran.
Di lingkungannya tidak hanya anak pelaku beberapa warga lain juga ada yang tidak terdata.
Namun keluarga pelaku tidak segera memberikan KK yang diminta RT.
"Makanya saya jengkel karena sampai tiga kali gak dikasih. Selain itu ndak pernah," cerita Korihan.
Pengakuan eks teroris
Gerakan para teroris yang mengacak-acak Surabaya Jawa Timur sejak dua hari patut diurai.
Mengapa Surabaya jadi sasaran dan para pelakunya seluruhnya anggota keluarga.
Kembali Tribunjatim.com menemui Ali Fauzi, sang mantan jembatan Senin (14/5). Menurut Ali Fauzi, benar untuk yang pertama di Indonesia teroris mengajak semua anggota keluarganya, suami, anak anak dan istrinya.
Praktik semacam itu sudah biasa dilakukan oleh para teroris di luar negeri seperti Syiriah dan Irak.
Sudah biasa teroris mengajak semua anggota keluarga bersama untuk melakukan aksi bom bunuh diri.
Baca: Eks Teroris Bongkar Alasan Surabaya Jadi Sasaran Teror Bom, Reproduksi Calon Pengantin Juga Disebut
"Di Indonesia memang baru pertama kali ini. Kalau di Siria dan Irak sudah biasa," ungkapnya.
Pola ini (bom bunuh diri bersama anggota keluarga, red) memang mengadopsi praktek-praktek di luar negeri.
Mengajak anggota keluarga melakukan teror dan bahkan siap mati itu karena ingin mengajak semua anggota keluarganya masuk surga.
Keyakinan itulah yang menyebabkan mereka sampai mengajak anggota keluarganya untuk mati bersama.
Terkait sasaran di Surabaya, menurutnya, karena Surabaya atau Jawa Timur selama ini sebagai reproduksi calon pengantin dan juga reproduksi bom.
Baca: Mapolrestabes Surabaya Diserang Bom, 10 Orang Jadi Korban, di Antaranya Diduga Pelaku yang Tewas
Dipilihnya Jawa Timur juga terkait terbatasnya pendanaan, mereka tidak perlu mengambil orang orang dari luar daerah.
Bukan mengalihkan sasaran dari Jakarta ke Surabaya.
Tren melibatkan seluruh anggota keluarga itu sudah biasa, contohnya dari Desa Tenggulun Kecamatan Solokuro, tiga saudara sekaligus adik, kakak, bahkan keponakan dan sepupu pernah terlibat dalam jaringan teroris."Tidak aneh lagi," ungkapnya.
Dalam pemahamannya, teror semacam ini masih menjadi ancaman di Indonesia.
Pola-pola ISIS ini, termasuk JAD, pengikutnya cukup banyak dan menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. "Cukup banyak pengikut JAD," katanya.
Baca: Ketua RT Ngaku Pernah Jengkel ke Pelaku Teror Bom 3 Gereja di Surabaya, Terungkap Kelakuannya
Dan teroris ini sudah komplikasi, maka penanganannya harus melibatkan ahlinya.
Termasuk harus melibatkan orang yang pernah terlibat dalam medan ini.
Saat seluruh elemen bangsa ini untuk menyamakan persepsi.
Karena dengan apa selama ini dilakukan teroris dengan berbagai gerakannya, ada yang menilai bahwa itu sandiwara, sekenario serta adanya penafsiran bahwa itu adalah pengalihan isu.
Baca: Jadi Pelaku Teror Bom Gereja di Surabaya, Dita Ternyata di-DO Unair, Jangan Kaget Tahu IPK-nya
Padahal yang dilakukan para teroris itu benar-benar."Tapi aneh sampai ada yang mengatakan bahwa itu sebuah sekenario petugas keamanan," ungkapnya.
Makanya, untuk memberantas gerakan terorisme sampai pada akarnya, harus didahulukan adanya persamaan persepsi dari semua kalangan masyarakat.
Termasuk para mahasiswa, akademisi dan lainnya. Ali Fauzi mencontohkan, teroris itu ditimpakan penyakit gudik, maka harus dicari tahu penyebab utamanya. Kalau sudah ditemukan, maka cara pengobatannya akan mudah.
Baca: Beredar di FB, Pengakuan Adik Kelas Soal Perilaku Dita Supriyanto Semasa SMA: Akhirnya Benar Terjadi
(Surya/Hanif Manshuri)