Bipolar Banyak Terjadi Pada Remaja, Gejala Utamanya Mudah Marah, Penyebab dari Faktor Genetis
Bipolar Banyak Terjadi Pada Remaja, Gejala Utamanya Mudah Marah, Penyebab dari Faktor Genetis.
Penulis: Christine Ayu Nurchayanti | Editor: Sudarma Adi
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Bipolar merupakan salah satu gangguan mood yang menyerang segala usia, termasuk remaja dan anak-anak.
Kata 'bipolar', tutur dr Royke T Kalalo SpKJ(K), psikiater divisi psikiatri anak dan remaja RSUD Dr Soetomo Surabaya dan departemen SMF Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unair, berasal dari kata 'bi' yang berarti 'dua' dan 'polar' yang berarti 'kutub'.
• Peringati World Bipolar Day di Surabaya, Puluhan Orang Ikut Hatha Yoga Bersama, Mood Jadi Lebih Baik
• Gangguan Bipolar Bisa Diturunkan dari Orangtua ke Anak, Namun Karena Pola Asuh, Bukan Faktor Genetik
• Mengalami Perubahan Mood dan Suasana Hati Bukan Berarti Seseorang Mengidap Bipolar, Lho!
• Ternyata Bipolar Bukan Kepribadian Ganda, Ini Penjelasan Psikiater
"Jadi ada dua kutub yang berbeda. Ada mood yang naik turun secara ekstrem yang menimbulkan ketidaknyamanan dan ketidakmampuan," Royke menuturkan.
Ketidaknyamanan, lanjutnya, terjadi karena naik turunnnya mood secara ekstrem. Hal ini membuat ketidakmampuan dalam menjalani aktivitas dalam kehidupan sehari-hari seperti bekerja, bergaul, dan lain sebagainya.
Mood yang meningkat dalam kondisi ini disebut 'mania', sementara mood yang turun disebut 'depresi'.
"Bipolar yang terjadi pada remaja angkanya cukup tinggi. Umumnya berkisar 4 hingga 5 persen. Namun ada penelitian yang mengatakan mencapai 10 hingga 20 persen. Yang menjadi masalah adalah tidak semua melaporkan dan mengkonsultasikan gejala yang dapat menjadi tanda bipolar," tuturnya.
Sementara pada anak-anak, lanjut Royke, angkanya terjadi di bawah satu persen. Hal ini disebabkan sulitnya mendeteksi karena butuh waktu dan banyak sesi dari para pengamat.
"Salah satu gejala utama yang dapat menjadi tanda anak-anak atau remaja mengidap bipolar adalah mood yang berubah secara ekstrem seperti mudah marah,", tuturnya.
Perubahan mood tersebut, kadang terjadi tanpa adanya stressor dan terjadi secara tiba-tiba.
"Pada remaja dan dewasa, siklus perubahan mood dapat terlihat secara teratur. Namun pada anak-anak, relatif berubah lebih cepat dalam satu hingga dua hari," Royke menguraikan.
Oleh karena itu, jika gejala tersebut terlihat, Royke mengimbau segera melakukan konsultasi pada psikiater untuk mendapatkan hasil dan penanganan yang tepat.
Lantas, apa yang menjadi penyebab anak-anak dan remaja mengidap kondisi ini?
Sampai sekarang, Royke mengungkapkan, penelitian masih terus berlanjut. Namun di antaranya adalah faktor genetis.
"Di antaranya adalah faktor genetis. Pasangan suami-istri yang mengidap gangguan mood, utamanya bipolar, baik salah satu ataupun keduanya, dapat melahirkan keturunan yang memiliki kecenderungan demikian. Ada yang sampai 20 persen, 25 persen hingga 75 persen," urainya.
Faktor biologis lainnya yaitu karena gangguan fungsi otak. Seperti adanya masalah pada zat perantara saraf otak yang menyebabkan ketidakseimbangan.
Lalu, bagaimana pengobatan yang dapat dilakukan?
Royke menuturkan bahwa pengobatan kondisi bipolar pada anak-anak dan remaja untuk sekarang ini banyak mengacu pada pengobatan orang dewasa.
"Diadaptasi apakah obat-obatan tersebut bisa untuk anak-anak dan remaja atau tidak," tuturnya.
Selain itu, juga ada psikoterapi dengan berbagai model untuk mengajarkan mereka mengenal dan mengatasi kemarahan yang muncul.
"Biasanya menggunakan pendekatan dukungan orangtua dan keluarga. Oleh karena itu, keluarga khususnya orang tua harus punya relasi yang baik agar dapat mendampingi sang anak pada episode naik-turunnya mood dan menjaga pengobatan medis yang dijalankan," jelas Royke.
Selain itu, lingkungan juga menjadi aspek yang penting karena bisa menjadi model pengelolahan emosi dan pengendalian diri. Jika lingkungan tidak kondusif maka dapat mencetus terjadinya perubahan mood.
Hal yang masih disayangkan adalah masih banyak masyarakat yang hanya mengaitkan gangguan mental pada aspek kultural dan spiritual. Padahal, tutur Royke, kondisi tersebut dapat dijelaskan melalui medis.
Oleh karenanya, mengkonsultasikan gejala-gejala yang mengarah pada kondisi gangguan psikologi kepada dokter sangat penting untuk dilakukan.